TRIBUNNEWS.COM, JAYAPURA - Kehadiran aparat keamanan (anggota TNI dan Polri) di Provinsi Papua dalam rangka tugas pengamanan negara dan penciptaan ketertiban, maka ketika ada tindakan aknum aparat yang tidak
profesional sudah seharusnya ditertibkan.
“Kita tentu menyadari keberadaan aparat keamanan di Papua adalah dalam rangka tugas negara.
Tetapi ketika ada tindakan aparat yang tidak profesional, apalagi sampai merenggut nyawa manusia
hanya akibat hal sangat sepele, maka tindakan tersebut jelas tidak profesional. Tindakan yang tidak
profesional ini harus ditertibkan dan diperbaiki,” ungkap Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI, Komarudin Watubun SH MH, Sabtu (18/4/2020).
Watubun mengapresiasi sikap pemerintah, sebagaimana diungkapkan Kepala Staf Kepresiden yang menyatakan pemerintah telah melakukan langkah-langkah penindakan atas konflik yang terjadi.
Langkah-langkah penindakan itu, lanjut Watubun, mestilah dikerjakan dengan serius, dan apa
hasilnya, kelak harus diumumkan secara terbuka kepada publik.
“Ini untuk memulihkan kepercayaan publik kepada aparat kemanan. Mengapa? Karena bentrokan antarsesama aparat di Mamberamo Raya itu dengan tegas memberi sinyal bahwa ada masalah dalam hal komunikasi dan koordinasi antarsesama aparat dalam melaksanakan tugasnya menghadirkan rasa aman dan ketertiban bagi
warga, khsusnya di Mamberamo Raya. Demikian pula dengan insiden di Timika yang merenggut
nyawa dua warga sipil itu,” ujar Watubun.
Dikatakan, tindakan tidak profesional, apalagi bahkan sampai merenggut nyawa sesama anak bangsa, tidak perlu terjadi bila jatidiri TNI yang telah dirumuskan dalam Bab II Pasal 2 huruf “d” Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia, dihayati.
Bab II Pasal II huruf “d” Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia berbunyi: “Tentara profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi”.
Watubun juga menyambut baik langkah pemerintah untuk lebih fokus pada kerja-kerja menjaga perdamaian dan pembangunan kesejahteraan di Papua, ketimbang pendekatan yang menggunakan senjata.
“Sesuai amanat konstitusi yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, maka sudah sepantasnyalah bukanlah penggunaan kekerasan (hard-power) dalam membangun Papua yang sudah terbukti gagal, melainkan upaya-upaya menciptakan kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan (soft-power) yang berkeadilan,” papar Watubun.