TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Cerita pilu asisten rumah tangga (ART) yang disiksa majikan kembali terulang.
Kali ini, tindakan penyiksaan tak manusiawi menimpa Ika Musriati (20) yang bekerja pada pasangan suami istri di kawasan perumahan Semarang Barat, Jawa Tengah.
Penyiksaan terhadapnya berakhir saat sang majikan justru membawa dia ke kantor polisi atas tuduhan pencurian handphone.
Dia mengaku mengambil ponsel milik majikannya secara diam-diam lantaran berniat ingin menghubungi keluarganya.
Ponsel miliknya disita sejak awal dia bekerja. Melihat kondisinya yang kala itu babak belur, polisi merasa curiga.
"Saat di kantor polisi kondisi saya lemas, memar, mau jalan juga susah, polisinya curiga. Saya diantar ke RS Bhayangkara. Kemudian saya divisum. Baru tahu kalau tenggorokan saya luka parah, pita suara rusak. Penyiksaan yang saya alami terbongkarnya awalnya ya dari situ," ujarnya dikutip dari Kompas.com.
Disiram Air Panas, Dipaksa Bunuh Diri, Hingga Disayat Pisau Cutter
Ika bercerita, selama dia bekerja sejak bulan Agustus tahun lalu, penganiayaan dari majikannya itu harus ia terima setiap hari tak ada habisnya.
Dirinya mendapatkan paksaan memakan sebanyak 50 cabai dan menenggak air mendidih hingga pita suaranya rusak dan harus menjalani operasi.
Enam luka sayatan menggunakan cutter karena dipaksa oleh majikannya untuk bunuh diri tampak membekas di pergelangan tangan kirinya.
Selain itu, luka lebam di wajah dan babak belur di seluruh tubuhnya harus ia rasakan lantaran kerap kali mendapat pukulan, tendangan, dan siraman air panas dari majikan.
Tak hanya itu, saat kelaparan, ia hanya diberikan makanan yang sudah tak layak seperti nasi basi tanpa lauk pauk.
Karena tak tahan pada peringai majikannya, dia sempat berniat kabur dan minta pertolongan tetangga sekitar, namun tidak ada yang peduli.
Bahkan, dirinya harus menerima ancaman pembunuhan dari majikannya jika tidak menuruti perintah.
"Dua bulan awal bekerja majikan masih berlaku baik. Sudah mulai betah, tapi di bulan ketiga mulai berlaku kasar dan mulai disiksa. Setiap hari saya disiksa oleh majikan saya. Pernah akan kabur dan minta tolong tetangga tapi enggak peduli," jelas Ika saat ditemui Kompas.com, Selasa (21/4/2020).
Derita yang dialaminya tak sebanding dengan gaji yang dijanjikan majikan hanya sejumlah Rp 1,6 juta per bulan. Itupun baru diberikan penuh di satu bulan pertama.
Saat ini, dia mengaku secara psikologis mengalami trauma yang mendalam akibat derita yang menimpanya.
"Saya masih takut dan kebayang kejadian itu. Saya trauma kalau keluar rumah harus ditemani orangtua. Gak bisa pergi jauh dari rumah. Lihat air putih takut karena teringat siksaan," akunya.
Harus Jalani Operasi
Ika dan keluarganya berharap agar Polsek Semarang Barat memberi hukuman setimpal buat majikannya.
"Desember kasusnya terbongkar, lalu saya dibawa pulang ke rumah. Saya harus menjalani operasi dan perawatan di rumah sakit di RSUD Wongsonegoro biar bisa sembuh lagi," ujarnya.
Kapolsek Semarang Barat Kompol Iman Sudiyantoro mengatakan, pihaknya telah mendalami kasus penganiayaan terhadap ART yang dilakukan kedua pelaku pasutri itu.
Proses penanganan kasus sudah masuk tahap penyidikan sehingga korban didampingi kuasa hukum telah dipanggil seusai penyembuhan pasca-operasi pita suara untuk memberikan keterangan.
"Sebelumnya dari proses penyelidikan meningkat ke tingkat penyidikan. Proses penyidikan kasus masih berjalan. Usai penyembuhan dan tes psikologis, korban sudah kami panggil dan sudah memberikan keterangan," jelas Iman saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (22/4/2020). (Kontributor Kompas.com Semarang, Riska Farasonalia)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Disiksa Majikan Menenggak Air Mendidih, ART di Semarang Operasi Pita Suara"