Laporan Reporter Tribun Jogja Kurniatul Hidayah
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, banyak masyarakat yang sulit menerapkan hidup disiplin di tengah pandemi.
Sultan menegaskan, jika ini terus berlanjut bukan tidak mungkin pilihan PSBB akan ditempuh Pemda DIY.
"Kami berharap masyarakat mau mendisiplinkan diri, yang sebetulnya kita PSBB atau tidak, kalau mereka patuh disiplin di rumah selesai masalahnya," kata ujar Sultan saat Jumpa Pers di Gedong Wilis, Jumat (15/5/2020).
Tapi, kata Sultan kesulitan yang dialami adalah menahan diri tidak keluar rumah kalau tidak penting tapi sepertinya ngrekoso.
"Kita bisanya mencoba berdialog dengan warga untuk mematuhi protokol kesehatan itu," ujar Sultan saat Jumpa Pers di Gedong Wilis, Yogyakarta. Jumat (15/5).
Sultan menambahkan, sembari melihat perkembangan dari kluster yang ada di DIY, bila setelah ditemukan hasil reaktif perkembangan mengarah ke kasus positif, maka Sultan mengatakan PSBB bisa menjadi opsi yang dipilihnya.
Baca: Penembakan di Dekat Kampus UTB Lampung, Motor Jerry Diadang Lalu Ditembak Dua Kali
"Tapi kalau memang nanti kita anggap dengan klaster-klaster itu positifnya dominan, kita punya pertimbangan mungkin kita terapkan PSBB biar kita menertibkan yang tidak disiplin. Sebelum itu kita lakukan kita mohon kesadaran masyarakat," tegasnya.
Ia menambahkan, bahwa pihaknya mendorong desa-desa untuk mendata pemudik dengan harapan dari awal masyarakat bisa menempatkan diri sebagai pelaksana dan bertanggung jawab minimal atas dirinya sendiri dan bukan semata-mata menjadi korban kebijakan pemerintah.
"Tidak sekadar objek Pemda tapi subjek dalam proses untuk mendisiplinkan diri bisa berpartisipasi seperti yang terjadi pada 2006 dan 2010. Kita terimakasih masyarakat saling membantu, itu karakter kita. Tapi jangan hanya saling membantu tapi punya kesadaran mendisiplinkan diri tidak keluar kalau tidak penting," pungkasnya.
Belum PSBB
Sebelumnya, Sultan meminta agar masyarakat tidak berspekulasi terkait PSBB di DIY.
Prinsip yang diterapkan dalam PSBB hakikatnya sama, yakni meminta masyarakat tetap di rumah seperti yang sudah dilakukan belakangan ini.
"Belum (usulan PSBB). Kita lihat positifnya dulu. Kita jangan berasumsi paling baik PSBB. Habis semua PSBB itu karena faktanya dengan PSBB itu mereka yang nggak mau tertib (tetap) pergi keluar. Kalau mau mendisiplinkan diri, ngapain susah-susah. Masyarakat tinggal di rumah. Itu aja, nggak ada yang lain," ujarnya di Kepatihan, Jumat (8/5).
Baca: Empat Penulis di Solo Dirikan ‘Rumah Pelita Aksara Indonesia’
Ia mengatakan bahwa jumlah ODP dan PDP saat ini masih terus diawasi.
Mereka yang masuk dalam golongan tersebut bisa jadi mendapati hasil negatif atau positif sehingga selanjutnya daapt dilihat peningkatan atau eskalasi kasus positif baru di DIY, yang menjadi salah satu syarat pengajuan PSBB.
"PSBB melihat perkembangan di situ. Bukan yang tertular. Bukan seperti misalnya dengan Indogrosir ditutup seperti itu berarti semua kena. Maka yang dilihat (lebih banyak) antara yang positif sama yang meninggal, jelas positif," bebernya.
Sultan pun menyayangkan tindakan karyawan Indogrosir di mana pasien tersebut telah dinyatakan positif Covid-19, yang tidak memberikan informasi secara jujur kepada pihak medis yang menanganinya.
"Kalau memberikan keterangan tidak lengkap, tidak benar, misal ditracing seperti Indogrosir itu maslaah lain. Tapi kita tidak bisa menindak kalau dia bohong. Harus tetap jujur karena jujur membawa konsekuensi yang lain. Kenapa tidak jujur, wong dia melakukan kelalaian sendiri, pergi kok. Kenapa dia harus sembunyikan," sesalnya.
Baca: Rela Sewa Truk Towing Rp 6 Juta untuk Mudik, Tapi Kepergok Polisi di Ngawi
Raja Keraton Yogyakarta tersebut kembali mengingatkan masyarakat ketika mereka tidak disiplin dan mematuhi aturan yang berlaku, maka wabah Covid-19 tidak akan segera berakhir.
"Kalau masyarakat nggak pernah mau tertib sesuai protokol, ya itu akan terjadi terus. Sebetulnya Covid-19 ini penyakit mengatasinya paling murah, tinggal di rumah wis itu aja. Tapi selama tidak pernah mengikuti itu, maunya sendiri. Tidak mendisiplinkan diri, selamanya nggak akan pernah selesai," bebernya.
Ia juga meminta, agar semua kegiatan yang mengundang kerumunan dihentikan dan masyarakat bisa mengontrol diri untuk tidak berkerumun.
"Saya mohon yang kumpul-kumpul pun suasananya belum kondusif. Kita mau mendisiplinkan diri punya kesadaran tapi kita nggak pernah punya kesadaran untuk itu. Tidak ada yang lain. Covid-19 ora (belum) ono obate," tutupnya.
Sesuai karakter DIY
Ahli Kebijakan Publik dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Agus Heruanto Hadna, menyarankan agar Pemerintah Daerah DIY, perlu untuk mulai mempertimbangkan PSBB, yang sesuai dengan karakter DIY.
“Karakternya adalah, bahwa desa, RW,dan RT lebih solid, partisipasi dan kepedulian masyarakat lebih tinggi, pengetahuan masyarakat yang lebih baik. Artinya, jika PSBB diterapkan, maka basisnya adalah komunitas,” terang Dr. Hadna, Kamis (14/5/2020).
Baca: Kedisiplinan PSIS Semarang Diukur Lewat Berat Badan: Bobot Bertambah Bakal Kena Denda
Dr. Hadna, menyebutkan, kesadaran masyarakat di Yogyakarta dengan kearifan lokalnya, adalah alasan mengapa PSBB , jika diterapkan di Yogyakarta akan relatif berbeda dengan wilayah lain.
“Pikir saya, adalah model local wisdom yang selama ini dikembangkan di setiap wilayah dengan caranya masing-masing harus ditingkatkan dan dijaga. Yogyakarta, saya pikir memnuhi syarat itu,” imbuh Dr. Hadna.
Menyoal efektifitas penyekatan pemudik, Dr. Hadna, menambahkan, belum bisa diukur seberapa efektif penyekatan tersebut.
“Efektif dan tidaknya, masih perlu didalami. Tetapi, kalau kita melihat data yang ada saja, betapa susahnya menghalangi pemudik. Yang penting untuk dilakukan adalah kebijakan yang intesif untuk mengatur mudik, harus tetap dijalankan.” tambah Dr. Hadna, yang merupakan tim ahli dari Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM, ini.
Baca: 62,2 Persen Pasien Covid-19 di Kota Semarang Sudah Sembuh, Gugus Tugas Kini Fokus di OTG
Belajar dari kasus Korea Selatan dan Wuhan, misalnya kasus baru muncul, justru setelah lockdown dilonggarkan.
“Belajar dari kasus itu, kalau beberapa analisis memperkirakan Jogja mencapai puncak, di bulan Juni pasca lebaran. Namun semestinya puncak-puncak itu diharapkan tidak terjadi. Dengan kata lain, Jogja harusnya terus landai, di bawah. Karena, masyarakatnya, relatif lebih melek pengetahuan,” terang Hadna.
Lebih lanjut, terkait masih adanya penambahan kasus positif, Hadna, menegaskan hal tersebut tidak bisa dihindarkan.
Namun dapat ditangani dengan kebijakan yang tegas dari pemerintah daerah.
“Bahwa selama landai ini terjadi naik turun (dance), itu tidak bisa dihindarkan. Prinsipnya jika ingin efektif, pemerintahh harus tegas, dan masyarakat disipllin mematuhi aturan serta protokol kesehatan,” pungkas Dr. Hadna.
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Sultan HB X Bakal Terapkan PSBB Jika Masih Banyak Orang Tidak Disiplin dan Keluar Rumah