"Tanda-tandanya jauh lebih kuat. Ekstrusi kali ini hanya bisa dibandingkan pada tahun 2006 lalu," ungkap Budi.
Perbedaan yang lain menurut Budi, karakter antara letusan 2018, 2019 dan 2020 sangat beragam.
Berdasarkan dari kekuatan seismiknya, letusan pada 2018 lebih kecil jika dibandingkan periode 2019, dan 2020.
Letusan terbesar dari tiga periode tersebut menurutnya terjadi pada Oktober 2019 dan Februari 2020.
Proses letusan pada 2018 sampai sekarang itu pun mempengaruhi bentuk volume kubah lava yang hingga 21 Juni lalu tercatat pada angka 200.000 meter kubik.
Dengan perbandingan kondisi volume kubah lava semula atau sebelum september 2019 yang masih diangka 468.000 meter kubik.
Baca: Gunung Merapi Erupsi, Delapan Desa di Magelang Hujan Abu, Sleman Tidak Terdampak
Baca: Lokasi Sebaran Abu Vulkanik Erupsi Gunung Merapi yang Terjadi Pagi Tadi
Meski diprediksikan akan terjadi ekstrusi yang besar, untuk saat ini BPPTKG Yogyakarta menegaskan untuk menuju pada kondisi yang membahayakan diprediksi masih cukup jauh.
Menurutnya, informasi kali ini hanya sebagai tanggung jawab pemberitahuan semata.
"Masih cukup jauh untuk menuju kondisi yang berbahaya. Namun, tetap kami koordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) agar menyiapkan konsep mitigasi," tuturnya.
Budi juga menekankan agar BPBD tidak terlalu buru-buru dalam mengambil langkah.
Hal itu lantaran untuk saat ini, kasus Covid-19 di DIY masih terus bergerak dan belum menunjukkan adanya kondisi yang membaik.
"Selama belum ada peningkatan level status, saya harap masyarakat untuk tetap tenang," tuturnya.
Meski begitu, ia meminta BPBD DIY dan Sleman agar menyiapkan konsep antisipasi yang aman, karena kaitanya dengan pandemi Covid-19.
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Gunung Merapi Memasuki Fase Intrusi Baru, BPPTKG Sebut Belum Ada Bahaya Namun Harus Tetap Waspada