Alasan pertama, karena kebijakan itu membuat Kabupaten Jember terancam tidak mendapatkan jatah kuota PNS lagi tahun 2020.
Baca: Dinyatakan Positif Covid-19, Begini Surat Bupati Pemalang Junaedi untuk Jajarannya
Baca: KPK Periksa Bupati Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi Sebagai Tersangka
Sehingga ribuan masyarakat Jember serta tenaga honorer atau non PNS Pemkab Jember merasa dirugikan.
Kedua, kebijakan Bupati Jember melakukan mutasi dengan melanggar sistem merit dan aturan kepegawaian.
Kebijakan itu membuat Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menjatuhkan rekomendasi yang wajib dilaksanakan oleh bupati.
Yang dikatakan paling lambat 14 hari.
“Namun, sampai dengan saat ini Bupati Jember tidak mematuhi rekomendasi tersebut dan justru mengulang-ulang kesalahan yang sama dengan melakukan mutasi ASN berturut-turut,” ujar Hamim.
Ketiga, selama kurun waktu tahun 2015 telah melakukan mutasi ASN dengan menerbitkan 15 SK (Surat Keputusan) bupati.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menilai semua mutasi tersebut melanggar sistem merit dan Peraturan Perundang-undangan.
Baca: KPK Periksa Mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin, Tersangka Kasus Korupsi Pemotongan Uang Anggaran
Baca: Nama-nama Calon Kepala Daerah Rekomendasi PDIP: Ada Anak Presiden hingga Istri Bupati
Oleh Mendagri dan Gubernur meminta Bupati untuk mencabut 15 SK mutasi dimaksud dan mengembalikan posisi jabatan sebagaimana kondisi per Januari 2018.
Keempat, kebijakan mengubah 30 peraturan bupati tentang KSOTK (Kedudukan Susunan OrgnIsasi dan Tata Kelola) juga menyebabkan kekacauan tata kelola Pemkab Jember.
Dampaknya mengganggu sendi pelayanan kepada masyarakat.
“Saudari bupati Jember telah menyakiti hati 2,6 juta rakyat Jember dengan penetapan opini hasil pemeriksaan BPK dengan predikat disclaimer,” jelas Hamim.
Yakni penilaian kinerja bupati dan jajarannya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam melakukan tata kelola keuangan daerah.
(Tribunnews.com/Indah Aprilin) (Kompas.com/Kontributor Jember, Bagus Supriadi)