"Sisanya untuk mengurus kasus bansos. Membayar pengacara hingga mengganti kerugian negara di kasus bansos. Untuk pengacara (Winarno Jati), dianggarkan Rp 1 miliar," ujar Edisis.
Uang itu juga sebagian di antaranya dipakai untuk menyuap hakim. Apalagi, kata dia, dia dihubungi Dada Rosada bahwa Toto Hutagalung, terpidana kasus bansos, punya cara untuk mengamankan hakim.
"Saat itu ada ketakutan dalam sidang perkara bansos, kasusnya melebar kemana-mana karena ada ajudan saya dan pak wali kota. Akhirnya ada beberapa kali pertemuan, gimana caranya agar para tersangka nyanyi sampai level atas," ucapnya.
Edi mengaku tidak melaporkan penerimaan uang Rp 10 miliar secara bertahap itu dari Dadang Suganda.
Di persidangan, Edisis juga tampak menangis saat mengakui sertifikat dan rumah miliknya digadaikan ke KPK untuk mengganti kekurangan kerugian negara.
Dalam kasus ini, saat Edisis mendekam di Lapas Sukamiskin, dia diwajibkan mengganti kerugian negara Rp 10 miliar atas uang yang dia terima dalam perkara korupsi RTH.
Untuk mengembalikan uang itu, ia mengaku menggadaikan rumah miliknya setelah berkonsultasi dengan penyidik KPK. Ia tidak tahu rumah yang dia gadaikan bakal mencukupi uang Rp 10 miliar itu.
"Padahal rumah itu tidak ada kaitannya sama sekali. Itu rumah istri, hibah dari orangtuanya. Karena tidak mau melihat suami susah, istri merelakannya," ujar Edisis, dengan suara berat dan terbata-bata.
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul "Edi Siswadi Akui Terima Rp 10 Miliar, Menangis Rumah Istrinya Digadaikan Bayar Ganti Kerugian Negara"