Laporan Wartawan Tribun Medan Rechtin Hani Ritonga
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Medan mengabarkan dr Sabar Tuah Barus, Sp.A meninggal akibat covid-19 di RS Murni Teguh, Kamis (13/8/2020).
Sebelumnya, IDI Medan juga mengabarkan seorang dokter muda, dr Dennis meninggal dunia pada Rabu (12/8/2020) malam.
Ketua IDI Medan, dr Wijaya Juwarna, Sp-THT-KL mengatakan dr Sabar Tuah Barus meninggal di usia 75 tahun.
dr Sabar merupakan dokter senior di IDI Medan.
“Beliau ini anggota IDI Medan. Beliau senior kita, setahu kita hanya berpraktik pribadi di rumahnya,” kata Wijaya, Kamis (13/8/2020).
Sebelumnya, seorang dokter muda yang bekerja di sebuah klinik di Medan meninggal dunia setelah dirawat hampir satu minggu di Rumah Sakit Siloam.
"Seorang rekan kita meninggal dunia, dr Dennis. Ia meninggal di Rumah Sakit Siloam tadi malam. Gugur akibat covid-19," ujar Wijaya saat dikonfirmasi Tribun Medan, Kamis (13/8/2020).
Baca: RSU Haji Medan Jadi Klaster Covid-19 Baru di Sumut, 30 Nakes Positif Corona, 2 Diantaranya Meninggal
Baca: Seorang Pria Tewas Ditembak Orang Tak Dikenal di Ruko Kelapa Gading, Polisi Olah TKP
Baca: Viral di Medsos, Perjuangan Seorang Pria yang Selamatkan Diri dari Serangan Hiu
Ia juga menerangkan, bahwa almarhum dr Dennis bekerja di klinik yang tidak langsung menangani covid-19.
Hingga kini, berdasarkan data IDI Medan, tercatat sebanyak 8 orang dokter yang meninggal akibat covid-19.
"Di antara dokter di Medan yang meninggal karena Covid-19, dr. Dennis paling muda usia 32 tahun,” katanya.
Menurut sepengetahuan Wijaya, almarhum dr Dennis bekerja di sebuah klinik. Ia bekerja tidak langsung menangani covid-19.
“Setahu saya almarhum bekerja di salah satu klinik, tidak langsung menangani pasien Covid-19. Saat ini temannya yang bekerja di klinik yang sama tengah dirawat di ICU salah satu RS di kota Medan,” tambahnya.
Dia juga berharap, segala amal ibadah para dokter yang meninggal diterima di sisi Yang Maha Kuasa.
"Semoga darmabakti, dedikasi, dan pengabdian beliau akan menjadi suri teladan dan menjadi pendorong semangat bagi tenaga kesehatan dan relawan medis lainnya yang sedang berjuang melawan Covid-19,” katanya.
Pemetaan Rumah Sakit
Sebelumnya, berkaitan dengan banyaknya tenaga medis yang berjatuhan karena covid-19 Wijaya menerangkan bahwa sangat penting memetakan kembali RS yang ada.
"Jika dinilai satu RS lebih bermakna jika menangani pasien non-Covid, maka RS tersebut tidak boleh menangani pasien Covid, begitu sebaliknya,” tuturnya.
Wijaya berharap adanya dukungan semua pihak untuk turut menghargai jasa para tenaga medis di masa pandemi covid-19 ini.
“Kiranya kita masih berharap dukungan seluruh pihak, baik dari pemerintah dan masyarakat untuk turut menghargai perjuangan para dokter dan tenaga medis lainnya di masa pandemi covid-19 ini,” ujarnya.
Ia menilai, dengan banyaknya kasus covid-19 yang juga dirawat di beberapa rumah sakit swasta yang bukan RS rujukan resmi covid-19 oleh pemerintah, merupakan hal yang kurang tepat.
"Saya tidak bilang itu salah, tapi alangkah baiknya kalau pasien yang covid dan noncovid-19 itu dipisah, tidak boleh ada dalam areal yang berdekatan. Makanya cukup rumah sakit khusus yang merawat covid-19," ujar Ketua IDI Medan dr Wijaya Juwarna Sp-THT-KL.
Dikatakannya, semakin banyak jumlah pasien Covid-19 yang dirawat maka akan semakin tinggi juga jumlah paparan virus tersebut.
Hal ini sangat berisiko tinggi terlebih bagi tenaga kesehatan yang berjuang langsung menangani pasien covid-19.
“Saya menilai dengan pasien yang semakin banyak maka jumlah paparan akan semakin besar. Hal ini sangat berisiko tinggi bagi nakes, apalagi yang mengalami kelelahan dan adanya penyakit penyerta,” katanya.
Menurut Wijaya, sebaiknya hanya sebanyak 30 persen total rumah sakit di kabupaten/kota yang khusus menangani covid-19.
"Masih besar harapan saya maksimal hanya 30 persen saja dari total RS yang ada di kabupaten/kota yang khusus menangani pasien covid-19, tidak boleh selain itu. Sehingga 70 persen lagi masih sehat dan minimal penyebaran/paparan terhadap nakes dan pasien noncovid-19," tuturnya.
Baca: RSU Haji Medan Jadi Klaster Covid-19 Baru di Sumut, 30 Nakes Positif Corona, 2 Diantaranya Meninggal
Baca: Repower-BTN Tawarkan KPR Tanpa Angsuran Pokok dan Bunga Selama Dua Tahun
Disebutkannya, diperlukan sistem karantina untuk pasien covid-19 yang tidak tergabung dengan pasien lainnya.
"Diperlukan sistem karantina, tidak gabung atau 1 lokasi dengan pasien non covid-19," terangnya.
Meskipun berbeda ruangan karantina, namun pengendalian nakes di rumah sakit yang bukan khusus menangani covid-19 akan menjadi sulit.
“Lalu lintas Nakes, petugas RS, pasien dan keluarga pasien di satu gedung lama kelamaan bisa jadi tidak terkendali," ungkapnya.
Penyebaran virus bisa saja lewat lift dan pintu masuk (IGD) dan keluar sebagai tempat lalu lintas Nakes (tenaga kesehatan) dan pasien Covid-19 dan non-Covid-19 di Rumah Sakit.
"Memang ruangan isolasinya berbeda, tetapi lift, pintu masuk dan keluar untuk lalu lintas pasien dan dokter serta nakes lainnya kan tetap sama. Makanya layanan kesehatan lain dengan fasilitas penanganan Covid-19 dipisahkan. Kalau berbeda gedung, beda lalu lintas Nakes untuk pasien covid-19 dengan noncovid-19, gak apa-apa juga,” ungkapnya.
Sebelumnya, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Pemprov Sumut mencatat 348 tenaga medis dan tenaga kesehatan telah terpapar Covid-19. Sebagian dari jumlah tersebut telah meninggal dunia.
Angka ini tercatat sejak awal mula kasus pertama yang terjadi di Sumut pada Maret 2020 lalu hingga Agustus 2020.
Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Sumut, Mayor Kes dr. Whiko Irwan menyebutkan bahwa dari ratusan tenaga medis dan tenaga kesehatan tersebut, di antaranya 42 dokter spesialis.
"Tercatat sejak awal pandemi hingga 8 Agustus, tenaga kesehatan yang terpapar covid terdiri dari 42 dokter spesialis, 13 orang peserta pendidikan dokter spesialis, 29 dokter umum, 207 orang perawat, 29 bidan, dan 30 analis laboratorium. Dan beberapa orang dokter di antaranya meninggal dunia dengan konfirmasi covid positif," kata Whiko, Selasa (11/8/2020).
Whiko meminta agar masyarakat taat kepada protokol kesehatan agar meringankan tugas para dokter dan tenaga medis dalam merawat penderita covid-19.
"Jangan menambah penderita baru di Sumut, kita akan meringankan tugas mereka dalam merawat penderita covid bila seluruh masyarakat melaksanakan protokol kesehatan yakni dengan mengenakan masker, jaga jarak minimal 2 meter, cuci tangan pakai sabun dan menghindari keramaian," tegasnya.
Whiko mengatakan, orang yang sehat memiliki imunitas yang baik tidak akan sakit akibat covid-19, namun justru menjadi orang tanpa gejala yang menularkan virus corona kepada orang-orang yang rentan.
"Karena itu pemerintah mewajibkan agar setiap orang mengenakan masker selama pandemi corona ini agar orang-orang yang rentan tidak tertular virus corona. Orang yang rentan ini di antaranya mereka yang lanjut usia, usia balita, orang yang menderita penyakit kronis dan imunitas yang rendah," tegas Whiko.
Lebih lanjut, Whiko menyebutkan Gubernur Sumatera Utara telah meminta seluruh kepada daerah untuk mendisiplinkan masyarakatnya.
"Pak Gubernur juga meminta kepada bupati dan wali kota di Sumut untuk menerbitkan peraturan bupati atau peraturan wali kota dalam mendisiplinkan masyarakat dengan menerapkan sanksi sesuai Inpres yang mempertimbangkan kearifan lokal," pungkasnya. (cr14/tribun-medan.com)
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul DUKA LAGI, Hitungan Jam Dua Dokter di Medan Meninggal Akibat Covid-19, Terbaru dr Sabar Tuah Barus,