Lebih luas lagi, sekolah juga membebaskan para siswa untuk belajar di mana saja, tidak harus berada di area sekolah.
Mereka menjadikan sawah, kebun, sungai, pasar, hingga pantai sebagai ruang belajar untuk para murid.
"Belajar tidak harus di ruang kelas. Bagi kami, anak-anak sebisa mungkin belajar dari contoh nyata dan hal itu tidak bisa ditemui di dalam kelas," ujar Zulaikha.
Bagi sekolah, memberikan kebebasan kepada siswa dalam memilih materi dan ruang belajar adalah satu langkah kecil agar anak dapat merasakan kemerdekaan dalam belajar.
Baca: Kemendikbud: Merdeka Belajar Terinspirasi Filosofi Ki Hadjar Dewantara
Baca: Ungkap Tujuan Kebijakan Merdeka Belajar, Nadiem Beberkan Ciri-ciri Pelajar Pancasila ada Enam
Sempat Dipandang Sebelah Mata
Suasana dan konsep belajar seperti inilah yang diimpikan penggagas SD Alam Bengawan Solo, Suyudi Sastro Mulyono sejak bertahun-tahun lamanya.
Sudah sembilan tahun, SD Alam Bengawan Solo menjadi rumah kedua bagi anak-anak usia SD dari Kabupaten Klaten, Sukoharjo, hingga Sragen.
Jelas, ada serangkaian proses panjang hingga menjadikan SD Alam Bengawan Solo seperti sekarang ini.
Perjalanan sekolah yang berada di perbatasan Kabupaten Klaten dan Sukoharjo dimulai dari pekarangan depan rumah milik Suyudi pada 2004.
Semula Suyudi merintis PAUD dan TK yang pada 2006, berkembang menjadi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Taruna Teladan.
Ada kegelisahan yang dirasakan Suyudi saat terjun ke dunia pendidikan, termasuk keresahannya terhadap kondisi di sekitar.
Ia merasa, peserta didik hanya dicekoki dengan materi pelajaran sehingga daya kritis anak menjadi tidak terpantik.
Suyudi memiliki sejumlah ide besar dan gagasan bagaimana menciptakan proses kegiatan belajar yang tak hanya menyenangkan, tapi juga memerdekakan peserta didik.
"Pembelajaran di sekolah dasar adalah fundamen kepribadian dan karakter anak. Jadi saat mendirikan sekolah, saya berpikir tentang bagaimana mengonsep pembelajaran sehingga dapat membentuk kepribadian sekaligus anak memiliki karakter yang baik," kata dia.