TRIBUNNEWS.COM - Mantan kepala BPN diduga tewas bunuh diri di toilet Kejati.
Kasus perkara gratifikasi dan TPPU yang menimpanya pun dihentikan.
Pasca meninggalnya Tri Nugraha karena diduga melakukan bunuh diri di toilet lantai II di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, Senin (31/8/2020) kemarin.
Berujung pada penghentian perkara dugaan tindak pidana gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat mantan Kepala BPN Denpasar dan Kepala BPN Badung.
"Sesuai ketentuan KHUP, tindak pidana itu dihentikan, karena tidak cukup bukti, dan tersangka meninggal dunia. Kasusnya ditutup demi hukum,"ucap Wakil Kepala Kejati (Wakajati) Bali, Asep Maryono dalam keterangan persnya di Kejati Bali, Selasa (1/9/2020).
Nantinya kata Asep, penyidik yang menangani perkara Tri akan membuat telaahan, dan membuat permohonan penghentian kasus.
Mengenai barang bukti yang disita, penyidik pun akan melakukan analisa.
Apakah nanti akan disita, dilelang, dirampas negara atau dikembalikan.
"Nanti penyidik yang akan memutuskan. Kami masih menunggu analisa penyidik mengenai status barang bukti yang disita," jelasnya.
Baca: Kejaksaan Agung Ungkap Kronologi Tersangka Korupsi Bunuh Diri Pakai Pistol di Toilet Kejati Bali
Baca: Sebelum Masuk Toilet Kejati Bali dan Bunuh Diri, Mantan Kepala BPN Denpasar Bilang Stres ke Penjaga
"Barang yang disita, berupa kendaraan sekitar 12 unit, tanah 14 lokasi. Dan perlu diketahui, tanah dan kendaraan yang disita adalah temuan dari penyidik," imbuh Asep.
Mengenai aset berupa tanah di Lubuk Linggau seluas 250 hektar yang sebelumnya diinformasikan diserahkan Tri.
Menurut Asep tidak jadi diserahkan oleh yang bersangkutan.
"Tanah 250 hektar yang informasi mau diserahkan Tri, setelah kami tunggu ternyata tidak diserahkan. Kami mendapat informasi tanah itu belum clear and clean, karena masih atas nama koperasi. Tentu kami tidak mau menerima masalah ini. Sampai peristiwa kemarin tidak ada penyerahan tanah tersebut," ungkapnya.
Lebih lanjut dijelaskan Asep, kemudian Tri menawarkan lagi akan menyerahkan tanah di Lombok.