TRIBUNNEWS.COM, GARUT - Sutarman (43), pimpinan Paguyuban Tunggal Rahayu tak merasa mengubah lambang negara, Garuda Pancasila.
Ia beralibi penggunaan Garuda yang kepalanya menghadap ke depan itu untuk meluruskan lambang negara. ( Sutarman pimpinan Paguyuban Tunggal Rahayu mengaku tak mengubah lambang negara hanya meluruskan Garuda Pancasila )
"Saya tidak mengganti. Kalau diganti pasti diubah. Pada dasarnya ini untuk meluruskan (Garuda Pancasila)," kata Sutarman, Kamis (10/9/2020).
Baca: Paguyuban Tunggal Rahayu Garut, Pemimpinnya Mengaku Profesor dan Punya Mata Uang Sendiri
Ia mengibaratkan pelurusan burung Garuda itu seperti bacaa iftitah saat salat.
Secara kenegaraan, di masa kritis ini Sutarman mengambil sikap menelaah dan menghayati.
Hasilnya ia mengambil sikap untuk meluruskan bagian kepala Garuda Pancasila. Ia menyebut, Garuda Pancasila yang saat ini menjadi lambang negara pada awalnya dibuat menghadap ke depan.
"Awalnya Garuda Pancasila itu memang menghadap ke depan. Digantikan sampai tiga kali hingga kepalanya menghadap ke kanan. Kalau bola dunia (lambang Garuda dengan bola dunia di tengahnya) itu perjanjian,” ujarnya.
Mengenai penambahan kalimat Soenata Legawa di bagian pita yang bertuliskan Bhineka Tunggal Ika, menurutnya hal itu sesuai tatanan awal.
"Soenata legawa itu kembali pada asal. Susunan, nata tatanan, dari bawah ke atas kita bersatu," katanya.
Mengaku Punya 13 Ribu Anggota
Anggota Paguyuban Tunggal Rahayu yang berpusat di Kabupaten Garut diklaim pimpinannya, Cakraningrat alias Sutarman berjumlah 13 ribu orang.
Paguyuban itu didirikan Sutarman sejak tahun 2018.
Organisasi itu juga diklaim Sutarman telah tersebar di 34 provinsi.
Pendirian paguyuban dilakukan setelah Sutarman mendapat sejumlah titel pada 2017.
"Ada 13 ribu anggota di 34 provinsi. Saya pokok utama sebagai pimpinan pusat ampera," ucap Sutarman di Mapolres Garut, Kamis (10/9/2020).
Sutarman menampik jika organisasinya itu merupakan kerajaan.
Ia menyebut paguyuban itu sebagai sebuah perkumpulan. Tujuannya untuk menyatukan silsilah keluarga anak bangsa.
Ia juga menyebut dirinya sebagai konsorsium induk.
Tak hanya itu, Sutarman menjelaskan lebih lanjut soal istilah ampera yang ada di paguyubannya.
"Ampera itu perintisan. Jadi sebelum NKRI berdiri itu adalah ampera. Maksudnya itu perintisan atau asal usul," katanya.
Sebelumnya, Sutarman memenuhi panggilan Polres Garut untuk diperiksa sebagai saksi.
Sutarman datang mengenakan jaket loreng, celana putih, dan peci hitam. Di bagian belakang jaket tertulis 'Tri Komando Rakyat Nusantara'.
Hari Ini Diperiksa
Pimpinan Paguyuban Tunggal Rahayu, Cakraningrat alias Sutarman diperiksa polisi hari ini.
Sutarman baru diperiksa sebagai saksi dalam kasus penipuan dan terkait paguyuban.
Kasatreskrim Polres Garut, AKP Maradona Armin Mappaseng, mengatakan, sejak beberapa hari lalu pihaknya sudah mengirim surat pemanggilan kepada Sutarman.
Sutarman pun disebut akan hadir ke Mapolres Garut.
"Sutarman akan kami periksa hari ini. Informasinya dia sedang dalam perjalanan ke sini (Polres Garut) untuk diperiksa sebagai saksi," ucap Maradona, Kamis (10/9/2020).
Di pemeriksaan awal ini, Maradona menyebut akan meminta keterangan terkait aktivitas Paguyuban Tunggal Rahayu.
Pihaknya pun ingin mengonfirmasi sejumlah isu soal paguyuban.
"Untuk soal dugaan penipuan, faktanya sudah kami temukan. Nanti akan kami dalami lagi," katanya.
Polisi juga akan memeriksa Sutarman terkait perubahan lambang negara, pembuatan dan penggunaan mata uang, serta soal penggunaan titel dalam nama pimpinan paguyuban.
Saat ini Sutarman belum ditetapkan sebagai tersangka.
Persoalan paguyuban ini akan ditindak secepat mungkin.
Jika keterangan dari Sutarman dan alat bukti cukup, maka akan segera dilakukan gelar perkara.
"Biar jelas status hukumnya seperti apa. Untuk sekarang masih berstatus sebagai saksi," ujarnya.
Fakta yang sudah terungkap saat ini baru seputar kasus penipuan.
Sutarman disebut menipu anggotanya dengan menjanjikan uang dari Bank Swiss.
Bikin Heboh
Sebelumnya diberitakan, Paguyuban Tunggal Rahayu di Garut selatan membuat heboh.
Mereka membuat logo mirip lambang negara Indonesia, Burung Garuda.
Tak hanya itu, mereka juga mencetak uang sendiri.
Ini pengakuan beberapa mantan pengikut Paguyuban Tunggal Rahayu.
Hari Rabu (9/9/2020) kemarin, para pengikut paguyuban membuat surat pengunduran diri.
Surat itu akan diserahkan kepada ketua Paguyuban Tunggal Rahayu Kecamatan Cisewu.
Mereka beralasan, misi organisasi tidak sejalan dengan pemahaman warga yang jadi pengikut.
"Saya dan anggota yang lain hari ini membuat surat pengunduran diri. Sudah banyak hal yang menyimpang dari paguyuban ini," kata Ai Laela.
Salah satu yang dinilai menyimpang oleh Ai adalah perubahan ayat Alquran.
Kalimat Bismillah diganti menjadi Al-Bismillah oleh pimpinan paguyuban.
Ai yang masuk jadi anggota sejak bulan Agustus 2020 menilai ada kejanggalan dari paguyuban itu. Selama menjadi anggota, Ai belum dipungut bayaran.
Namun dari informasi anggota lain, ada biaya pendaftaran sebesar Rp 100 ribu untuk membuat kartu anggota. Selain itu, ada juga biaya pembuatan sertifikat pendanaan sebesar Rp 600 ribu.
Ai sempat tertarik karena dijanjikan mendapat sejumlah keuntungan berupa uang. Namun janji itu tidak terbukti hingga kini.
"Yang masuknya duluan itu ada pungutan untuk jadi anggota. Alasannya buat dipakai kartu anggota terus ada juga untuk jaminan bantuan," ucapnya.
Aktivitas Paguyuban Tunggal Rahayu di Kecamatan Cisewu disebut sudah sepi.
Kantor Paguyuban Tunggal Rahayu berada di Kampung Cigentur, Desa/Kecamatan Cisewu.
\Menurut mantan anggotanya, sudah tak ada aktivitas yang dilakukan. Pimpinan paguyuban pun tak diketahui keberadaannya
"Saya enggak tahu di mana sekarang Cakraningrat itu. Di Cisewu katanya juga sudah tak ada aktivitas," ujar Amas (37), warga Cisewu, Rabu kemarin.
Terkait adanya perubahan lambang negara, Amas tak mengetahuinya.
Ia menyebut hanya pimpinan Prof Dr Ir Cakraningrat yang mengetahui soal lambang paguyuban.
"Enggak tahu soal lambang negara yang diubah. Saya juga baru dengar pas ramai sekarang," katanya yang sudah bergabung sekitar satu tahun.
Ia tertarik bergabung karena dijanjikan medapat deposito emas.
Untuk menjadi anggota, Amas dikenakan iuran sebesar Rp 100 ribu.
Robiah (40), mantan anggota lainnya menyebut jika aktivitas di paguyuban biasanya sering membahas soal peningkatan ekonomi.
Pimpinan paguyuban juga kerap membicarakan soal bantuan sosial dan pengajian.
"Paling suka tawasulan. Kalau pertemuan rutin yang ngomongin soal ekonomi biar lebih baik," ujarnya.
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Sutarman Mengaku Tak Ubah Lambang Negara, Tegaskan Hanya Meluruskan Garuda Pancasila