News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sosok Benny Wenda, Deklarasikan Diri jadi Presiden Papua Barat, Dulu Disebut Dalang Kerusuhan Papua

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Berikut ini profil Benny Wenda, sosok yang mendeklarasikan diri jadi presiden sementara Papua Barat. Dulu disebut sebagai dalang kerusuhan Papua.

TRIBUNNEWS.COM - Benny Wenda kembali membuat 'gaduh' setelah ia mendeklarasikan diri sebagai presiden sementara Papua Barat mulai 1 Desember 2020.

Hal ini ia sampakan dalam siaran persnya pada Selasa (1/12/2020) kemarin.

"Pengumuman ini menandai perlawanan intensif terhadap koloni Indonesia di Papua Barat sejak 1963," katanya, dilansir Kompas.com.

Diketahui, sebelum ini Benny Wenda juga sempat ramai diperbincangkan terkait kerusuhan di Papua dan Papua Barat pada 2019 lalu.

Ia disebut Istana sebagai dalang kerusuhan di Papua dan Papua Barat.

Baca juga: Mahfud MD Sebut Benny Wenda Berusaha Membuat Negara Ilusi Terkait Deklarasi Republik Papua Barat

Baca juga: Ketua MPR Sebut Deklarasi Sepihak Benny Wenda Sebagai Tindakan Makar

Soal Benny Wenda yang disebut sebagai dalang kerusuhan di Papua, hal ini disampaikan Kepala Kantor Staf Presiden, Moeldoko, pada Senin (2/9/2019).

"Ya jelas toh. Jelas Benny Wenda itu. Dia mobilisasi diplomatik, mobilisasi informasi yang missed, yang enggak benar."

"Itu yang dia lakukan di Australia, lah, di Inggris, lah," ujar Moeldoko di kantornya, Gedung Bina Graha, Jakarta, seperti dikutip Tribunnews dari Kompas.com.

Lantas, siapakah Benny Wenda ini?

Berikut informasi mengenai sosok Benny Wenda, dirangkum Tribunnews dari berbagai sumber:

1. Masa muda

Benny Wenda lahir di Lembah Baliem dan menghabiskan masa mudanya di sebuah desa terpencil di kawasan Papua Barat.

Bersama keluarganya, Benny hidup dari bercocok tanam.

Saat menjalani masa mudanya, Benny Wenda menyebutkan kehidupannya ketika itu begitu tenang.

Hal itu ditulis Benny Wenda di situs resminya.

2. Ketua ULMWP

Baca juga: Kasus Deklarasi Papua Barat Merdeka, Mahfud MD: Benny Wenda Ini Membuat Negara Ilusi

Baca juga: Polri Akan Tindak Tegas Siapapun Pengikut Benny Wenda yang Ingin Pisahkan Papua dari NKRI

Benny Wenda menjalani masa kecilnya bertempat tinggal di sebuah desa terpencil di Papua Barat.

Saat ini, Benny diketahui menjabat sebagai Ketua The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

Mengutip dari Kompasiana, ia mengupayakan pembebasan Papua secara damai, tanpa kekerasan.

Dalam upayanya membebaskan Papua, Benny Wenda membangun lembaga politik internasional, yakni Parlemen Internasional untuk Papua Barat atau International Parliament for West Papua (IPWP).

Ia juga mendirikan sebuah lembaga hukum internasional bernama International Lawyers for West Papua (ILMWP) yang beranggotakan pengacara-pengacara andal dari seluruh dunia.

3. Pernah dipenjara

Dikutip dari situs Benny Wenda, ia pernah ditangkap pada 6 Juni 2002 di Jayapura terkait upayanya membebaskan Papua Barat.

Ia dijatuhi hukuman 25 tahun penjara.

Namun, pada 27 Oktober 2002 Benny Wenda berhasil melarikan diri atas bantuan aktivis kemerdekaan Papua Barat.

Benny Wenda bersama keluarganya kemudian diselundupkan di perbatasan menuju Papua Nugini.

Baca juga: Ketua MPR RI Bambang Soesatyo Sebut Deklarasi Benny Wenda Adalah Tindakan Makar

Baca juga: Benny Wenda Deklarasikan Papua Barat, Fadli Zon Ingatkan Pemerintah: Kok Masih Sibuk Urus HRS?

Ia saat ini diketahui menetap di Oxford, Inggris.

4. Mendapat penghargaan dari Dewan Kota Oxford

Benny Wenda mendapatkan penghargaan dari Dewan Kota Oxford, Juli 2019. (Twitter Benny Wenda)

Pada Juli 2019 lalu, Kementerian Luar Negeri sempat mengecam pemberian penghargaan pada Benny Wenda.

Mengutip Kompas.com, Benny Wenda mendapatkan penghargaan dari Dewan Kota Oxford.

"Indonesia mengecam keras pemberian award oleh Dewan Kota Oxford kepada seseorang bernama Benny Wenda, pegiat separatisme Papua yang memiliki rekam jejak kriminal di Papua," tulis Kemenlu dalam keterangan tertulis tersebut.

Pemerintah Indonesia menilai Dewan Kota Oxford tak memahami rekam jejak Benny Wenda yang terlibat dalam permasalahan separatisme di Papua.

Meski begitu, pemerintah Indonesia meyakini pemberian penghargaan tersebut tidak berhubungan dengan sikap pemerintah Inggris terhadap Indonesia.

"Indonesia menghargai sikap tegas Pemerintah Inggris yang konsisten dalam mendukung penuh kedaulatan dan integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia dan karenanya sikap Dewan Kota Oxford tidak punya makna apapun," jelas Kemenlu.

"Posisi Indonesia terhadap kelompok separatisme akan tetap tegas. Indonesia tidak akan mundur satu inci pun untuk tegakkan NKRI," lanjut Kemenlu.

Benny Wenda menerima penghargaan Freedom of the City dari Dewan Kota Oxford pada 17 Juli 2019 lalu.

Baca juga: Kelompok Saparatis Papua Barat Deklarasikan Kemerdekaan, Benny Wenda Jadi Presiden Sementara

Baca juga: Otonomi Khusus untuk Papua Tak Maksimal, Pejabat Daerah Dinilai Gagal Eksekusi Program

Momen tersebut ia unggah di akun Twitter resminya pada 18 Juli 2019.

5. Menjadi pembicara di TED

Benny Wenda menjadi pembicara di TEDxSydney bersama Jennifer Robinson pada 2013 silam. (YouTube TEDxSydney)

Pada 2013 lalu, Benny Wenda pernah menjadi pembicara TEDxSydney yang digelar di Sydney Opera House Concert Hall.

Benny diundang menjadi pembicara TED bersama Jennifer Robinson yang merupakan pengacara Hak Asasi Manusia (HAM).

Dikutip dari tedxsydney.com, dalam acara tersebut Jennifer dan Benny Wenda menceritakan soal kehidupan Benny.

Ia juga menceritakan upayanya dalam membebaskan Papua Barat.

6. Mendirikan kampanye pembebasan Papua Barat

Benny Wenda mendirikan kampanye pembebasan Papua Barat pada 2004 silam di Oxford, Inggris.

Mengutip dari situs resmi Free West Papua, markas kantor kampanye pembebasan Papua Barat juga ada di Belanda, Papua Nugini, dan Australia.

Tujuan dari adanya kampanye ini adalah untuk memberikan kebebasan pada masyarakat Papua Barat untuk memilih sendiri jalan mereka melalui referendum yang adil dan transparan.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, Kompas.com/Achmad Nasrudin Yahya/Rakhmat Nur Hakim)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini