TRIBUNNEWS.COM, BANTUL - EHS, remaja 14 tahun yang mengendarai mobil dan menabrak sejumlah motor di Bantul hingga membuat 1 orang meninggal dunia, kini telah ditetapkan sebagai tersangka.
Kanit Laka Lantas Satlantas Polres Bantul, Iptu Maryana mengatakan, penetapan EHS sebagai tersangka setelah polisi melakukan gelar perkara.
Dari gelar perkara itu, terbukti ada unsur kelalaian hingga akhirnya terjadi kecelakaan.
"Untuk anak tersebut sudah kita tetapkan sebagai tersangka. Tapi karena masih di bawah umur sering kita sebut anak yang berhadapan dengan hukum (ABH)," katanya, Minggu (31/1/2021) seperti dikutip dari Kompas.com.
Akibat perbuatannya, EHS dijerat dengan Pasal 310 ayat 4 dan 2 Undang-undang Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Baca juga: Update Kasus Kecelakaan Truk Gilas Pengendara Motor di Tegal, Sopir Resmi Jadi Tersangka
Ancaman hukumannya maksimal lima tahun penjara dan denda Rp 10 juta.
Dalam pemeriksaan terhadap EHS, polisi berpedoman pada UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Rencananya, warga Trucuk, Klaten, Jawa Tengah itu akan diperiksa sebagai tersangka pada Selasa (2/2/2021) nanti.
"Untuk pemeriksaan di unit laka lantas Polres Bantul, (EHS) akan bersama orangtuanya," kata Maryana.
Kronologi Kecelakaan
Kecelakaan maut itu terjadi di Jalan Majapahit, Banguntapan, Bantul pada Rabu (27/1/2021) sekira pukul 18.30 WIB.
Kanit Laka Lantas Polres Bantul, Iptu Maryana mengatakan, kecelakaan bermula saat mobil KIA Picanto yang dikendarai EHS melaju dari arah utara ke selatan di Jalan Majalahit atau ring road.
Setelah sampai di perempatan blok, lampu APILL menyala merah.
Baca juga: Kasat Pol PP Abdya Meninggal Setelah Dirujuk ke RSUTP Usai Terlibat Kecelakaan
Namun, bukannya berhenti, mobil dengan nomor polisi AD 1809 IC itu justru terus melaju dan menabrak tiga motor di depannya.
Ketiga motor itu, yakni Honda Supra Fit AB 3050 UF, Honda Supra X 125 K 3380 ATC dan Honda Beat AB 2026 ZJ yang tengah berhenti di lampu APILL.
Selain menabrak tiga motor, kecelakaan itu juga menyebakan benturan yang membuat 4 motor lainnya terjatuh.
Maryana menduga, EHS tidak mampu menguasai mobilnya.
"Saat kejadian pengemudi Picanto tidak mampu menguasai laju kendaraanya dan menabrak beberapa kendaraan yang berhenti," kata dia, sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
Akibat kecelakaan itu, sebagian besar motor korban mengalami kerusakan dan ringsek bagian depan dan belakang.
Sedangkan, mobil yang dikemudikan EHS mengalami kerusakan di bagian depan ringsek.
Akibat Kecelakaan maut tersebut, satu pengendara motor tewas.
Adapun korban yang meninggal dunia, yakni pengedara motor Honda Supra Fit AB 3050 UF atas nama Safii Widodo (32), warga Kalurahan Caturtunggal, Kapanewon Depok, Sleman.
"Korban meninggal dunia karena cedera berat pada kepala," kata Iptu Maryana.
Selain satu orang meninggal, dua pengendara lainnya mengalami luka-luka.
Korban kini dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Udara Dr. S Hardjolukito.
Gantikan Sang Ayah
EHS diketahui menggantikan sang ayah mengemudi mobil.
Dilansir Tribun Jogja, keduanya berencana akan pergi ke Srandakan, Bantul.
Namun di tengah perjalanan, sang ayah meminta EHS menggantikannya karena merasa tak enak badan.
"Perjalanan ke Srandakan dari Klaten. Sesampainya di bandara (Adisutjipto), digantikan oleh anak pelaku."
"Karena ayahnya tidak enak badan," beber Iptu Maryana, Jumat (29/1/2021).
Maryono menambahkan, saat kecelakaan terjadi cuaca sedang hujan deras.
Diduga, EHS belum lancar mengemudi mobil sehingga terjadi kecelakaan.
"Saat kejadian hujan deras, mungkin juga karena belum mahir menyetir, sehingga terjadi kecelakaan," jelasnya.
Baca juga: Update Kasus Kecelakaan Truk Gilas Pengendara Motor di Tegal, Sopir Resmi Jadi Tersangka
Berdasarkan keterangan ayah EHS, bocah 14 tahun ini sudah terbiasa mengemudi mobil.
"Kalau informasi dari ayahnya, memang anaknya sudah terbiasa menyetir mobil."
"Sehingga kemarin diminta untuk menggantikan. Tetapi secara hukum memang belum boleh menyetir," ungkap Maryono.
(Tribunnews.com/Daryono/Pravitri) (TribunJogja/Christi Mahatma Wardhani) (Kompas.com/Kontributor Yogyakarta, Markus Yuwono)