News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

MUI dan Keuskupan Dukung Gerakan "Jateng di Rumah Saja"

Editor: Content Writer
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Lawang Sewu Di Tutup - Sejumlah pengunjung melintas di depan Gedung Lawang Sewu yang mulai Senin,16 Maret 2020 resmi di tutup sampai batas waktu yang belum di tentukan. Lawang Sewu adalah gedung bersejarah di Indonesia yang berlokasi di Kota Semarang, Jawa Tengah. Gedung ini, dahulu yang merupakan kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu disebut Wilhelminaplein. (Tribun Jateng/Hermawan Handaka)

TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Majelis Ulama Indonesia(MUI) mendukung gerakan 'Jateng di Rumah Saja' selama dua hari mulai Sabtu dan Minggu. Program yang digagas Gubernur Jawa Tengah(Jateng) Ganjar Pranowo tersebut dianggap bisa berdampak positif untuk memutus dan menekan penyebaran Covid-19.

"Usaha dari Pak Gubernur ini perlu didukung. Memang penyebaran sekarang ini karena kerumunan maka dengan usaha Pak Gubernur itu kerumunan akan bisa diatasi karena di luar hari itu orang-orang kerja. Masyarakat harus memahami maksud baik Pak Gubernur," kata Ketua MUI Jateng, KH Ahmad Daroji, Rabu (3/2/2021).

Kata Daroji, hari Sabtu dan Minggu biasanya digunakan masyarakat untuk liburan setelah sepekan bekerja. Saat libur itu juga menjadi kesempatan untuk bertemu dan berkumpul. Padahal berkerumun menjadi salah satu penyebab penularan Covid-19 karena jaga jaraknya tidak bisa terpenuhi atau terkontrol ketika berkerumun atau bergerombol.

"Jadi Sabtu-Minggu itu mereka ada kesempatan dalam tanda petik untuk mereka berkumpul. Untuk itulah usaha Pak Gubernur agar kumpul-kumpulnya itu dikurangi dulu karena penyebaran itu kan pertama karena tidak terjaganya jaga jarak," jelasnya.

Terkait gerakan ini, lanjut Daroji, memang memiliki sisi positif dan negatif. Meski demikian ia melihat bahwa sisi positif dari gerakan ini lebih besar. Gerakan ini juga muncul setelah Presiden Joko Widodo mengeluarkan pernyataan bahwa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) gelombang I tidak cukup berhasil menekan Covid-19 sehingga diperlukan usaha lain.

"Sebetulnya ini tentu ada plus-minusnya, pasti ada negatifnya tetapi menurut saya positifnya lebih besar untuk hal ini. Kita akan evaluasi dan Pak Gubernur tentu juga akan mengevaluasi. Barangkali usaha ini nanti bisa menghasilkan, dalam satu bulan ada penurunan yang efektif. Kalau iya bisa dilakukan empat kali dalam sebulan," katanya.

Dukungan terhadap gerakan 'Jateng di Rumah Saja' juga disampaikan oleh Vikjen Keuskupan Agung Semarang (KAS), Romo YR Edy Purwanto Pr. Menurutnya gerakan itu merupakan ikhtiar dan gerakan bersama seluruh komponen masyarakat di Jawa Tengah dalam rangka memutus transmisi dan menekan penyebaran Covid-19.

Caranya dengan tinggal di rumah atau kediaman atau tempat tinggal dan mengurangi aktivitas di luar rumah dan lingkungan tempat tinggal.

"Sebagai sebuah ikhtiar, saya merasa ini sesuatu yang sangat baik dan jelas dilaksanakan dalam dua hari yaitu tanggal 6 dan 7 dengan sedikit pengecualian yaitu terkait dengan sektor-sektor yang esensial. Saya merasa ini penting untuk benar-benar ditanggapi dan dilaksanakan oleh masyarakat secara serius. Gereja sangat mendukung, Katolik sangat mendukung," katanya.

Romo Edy juga mengajak masyarakat untuk berkomitmen terhadap ajakan dari Gubernur Ganjar Pranowo tersebut. Bahkan ajakan yang diterbitkan dalam Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah itu juga sudah disampaikan ke Bupati dan Wali Kota agar lebih memudahkan lagi untuk menggerakkan masyarakat sampai ke akar rumput atau komunitas masyarakat paling kecil.

"Kami sangat komitmen terhadap kebijakan ini bahkan ramai yang didiskusikan di kami adalah bagaimana misal pada hari Sabtu dan Minggu besok karena ini menyangkut waktu ibadahnya orang Katolik maupun Kristen. Lalu kami memberikan tiga opsi yang disampaikan kepada para imam," jelasnya.

Ketiga opsi tersebut antara lain para Pastor Paroki diminta secara proaktif berkomunikasi dan bertanya kepada kepala daerah (Bupati/Wali Kota) setempat untuk membicarakan terkait hal itu.

Kedua, kalau memang para Pastor Paroki tidak mau berjumpa langsung dengan pimpinan daerah silakan tunggu tindak lanjut dari pimpinan daerah setempat sebagai tindak lanjut kebijakan mereka terhadap SE gubernur.

Kemudian dipersilakan para Romo langsung saja memutuskan bahwa perayaan Ekaristi hari Sabtu dan Minggu ini dilaksanakan secara daring dan tidak ada perayaan secara tatap muka atau luring.

"Ini sebagai upaya konkret kami untuk mengajak para Romo sampai kepada tingkat umat memahami apa sebenarnya kehendak pimpinan daerah ini yang tidak lain tujuannya untuk kesehatan, untuk keselamatan, untuk kesejahteraan masyarakat sendiri. Alternatif atau opsi tersebut untuk benar menindaklanjuti apa yang diharapkan oleh Gubernur," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini