News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Empat IRT di Lombok Tengah Ditahan, Legislator NasDem : Rasa Keadilan dan Kemanusiaan Kita Terkoyak

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana persidangan 4 IRT yang ditahan lantaran melempar batu ke sebuah pabrik rokok

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Eva Yuliana angkat bicara mengenai kasus empat ibu rumah tangga (IRT) yang ditahan Kejari Praya, Lombok Tengah, terkait dugaan kasus pengrusakan yang dituduhkan kepada mereka. 

Empat ibu rumah tangga tersebut adalah HT (40), NR (38), MR (22), dan FT (38). Mereka merupakan warga Desa Wajageseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah. 

Para perempuan itu dilaporkan atas perusakan atap pabrik tembakau di kampung setempat pada Desember 2020.

Ironisnya, terdapat dua balita yang juga ikut ibunya dari empat ibu rumah tangga itu.

Balita tersebut akhirnya harus mendekam di tahanan sebab  masih harus mendapat ASI dari ibunya. 

"Kabar terakhir, terdapat juga seorang anak lumpuh usia 8 tahun yang terus menangis lantaran ditinggal ibunya yang ikut ditahan.

Baca juga: Perjalanan Kasus Pelemparan Pabrik Tembakau di Lombok, Bahagianya Martini Cs Kini Tak Lagi Ditahan

Sebelum ibu berinisial FT ini ditahan, anaknya yang lumpuh terus berada dalam gendongan.

Bahkan, saat melakukan pelemparan (pengrusakan) atap pabrik tembakau dan kemudian dilaporkan, anak ini pun masih dalam gendongannya.

Sekarang mereka harus terpisahkan. Ada apa ini? Dimana rasa kemanusiaan aparat penegak hukum di sana? Rasa keadilan kita terkoyak kalau cara penegakan hukum seperti ini,” ujar Eva, ketika dihubungi Tribunnews.com, Selasa (23/2/2021).

Apalagi, menurut Eva, berdasar informasi yang berkembang, apa yang dilakukan keempat ibu rumah tangga di Lombok Tengah tersebut dipicu kekesalan mereka karena keberadaan pabrik pengolahan tembakau yang menimbulkan polusi di pemukiman mereka. 

Bau menyengat setiap harinya di lokasi pabrik pengolahan tembakau ini membuat ibu-ibu tadi marah. Anak-anak mereka sakit dan selalu mengalami sesak napas karena menghirup udara tak sedap di sana.

Baca juga: Edhy Prabowo: Jangankan Dihukum Mati, Lebih dari itupun Saya Siap

"Dan sekarang, ibu-ibu iini yang malah ditahan?” tanya Eva.  

Melihat konstruksi kejadian yang ada, Eva meyakini ada sesuatu yang janggal dalam kasus penahanan empat ibu rumah tangga di Lombok Tengah ini. 

Dalam kapasitasnya sebagai anggota Komisi III DPR RI dan secara pribadi, Eva meminta Kapolri dan Kejaksaan Agung untuk melakukan pengusutan terhadap anak buahnya.

Sebagai mitra kerja Polri dan Kejaksaan Agung, Eva yang duduk di Komisi III DPR RI merasa perlu mengingatkan urgensi nilai dalam kasus di Lombok Tengah ini.

Dari sisi kepolisian, proses pemberkasan kasus terkesan janggal lantaran dilakukan demikian cepat.

Kapolres Praya Lombok Tengah dan jajarannya perlu dimintai keterangan dan memberikan klarifikasi lanjut ke publik. 

Eva mengatakan kejadian pelemparan terjadi tanggal 26 Desember 2020. Pemanggilan pertama dilakukan tanggal 16 Januari 2021. Berkas dari kepolisian dinyatakan P21 oleh penyidik kejaksaan, dan lalu keempat tersangka ditahan pada tanggal 16 Februari 2021. 

Baca juga: Nelayan Lombok Tengah Temukan Bangkai Duyung Kerbau, Dagingnya Dibagi-bagikan kepada Warga

“Kapolri mesti mengimplementasikan konsep ‘Polisi Presisi’ dalam kasus ini. Dimana rumusan transparansi berkeadilan yang menjadi salah satu konsepnya kalau faktanya seperti ini,” ungkapnya. 

Dari sisi kejaksaan, Eva kembali mengingatkan Kejaksaan Agung untuk menilik kembali konsep 'restorasi justice' yang dijadikan komitmen kejaksaan. 

Eva mengaku tidak melihat adanya kemendesakan hukuman dalam kasus dugaan pengrusakan yang dilakukan empat ibu rumah tangga di Lombok Tengah tersebut. Latar belakangnya jelas dan kerusakannya pun tidak begitu parah sampai harus menyebabkan terhentinya produksi pabrik tembakau.

“Kalau memang sempat dilakukan mediasi, lalu mediasi macam apa yang dilakukan?” tanya Eva heran. 

Terakhir, Eva menduga pada adanya transaksi tertentu di balik penanganan kasus ini.

Dia justru merekomendasikan kepada Pemerintah Kabupaten Praya Lombok Tengah untuk ikut intervensi terkait proses produksi dan perizinan pabrik tembakau yang menjadi pelapor dalam kasus ini. 

“Kesimpulan saya, periksa semua pihak-pihak yang terlibat dan turut serta dalam preseden ini. Rasa keadilan dan kemanusiaan harus diperjuangkan dalam kasus ini," kata Eva. 

"Saya meminta pak Jaksa Agung untuk membina Kajari Lombok Tengah agar terbuka pikirannya sebagai penegak hukum. Jangan pakai kaca mata kuda dalam penegakan hukum. Sekaligus, permintaan ini saya tujukan pada Jajaran Polres Lombok Tengah. Baca lagi comander wish pak Kapolri ya," tandasnya.

Ditangguhkan Penahanannya

Informasi terbaru, kempat terdakwa kasus pelemparan atap pabrik tembakau, Nurul Hidayah, Martini, Fatimah, dan Hultiah telah ditangguhkan penahanannya oleh hakim  Pengadilan Negeri Praya, Lombok Tengah, NTB.

Ditangguhkannya penahanan membuat salah satunya terdakwa Hultiah yang tak kuasa menahan tangis.

Usai persidangan, dia langsung masuk ke dalam mobil Kejaksaan tanpa menyampaikan sepatah kata kepada awak media.

Kegembiraan juga menyelimuti terdakwa Martini.

Dia merasa beryukur hakim memberikan penangguhan penahanan, mengingat anaknya masih balita, butuh ASI, dan perawatan yang baik.

"Alhamdulillah, bahagia banget, bersyukur bisa keluar dari tahanan.

 Bisa rawat anak dengan baik," kata Martini singkat usai keluar dari ruangan sidang, Senin (22/2/2021).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini