TRIBUNNEWS.COM - Kisah terpisahnya seorang ibu dengan buah hatinya selama puluhan tahun datang dari warga Kabupaten Bantul, DIY, Sagiyem (75).
Diketahui, dirinya sudah berbisah dengan anaknya yang bernama Sri Lestari selama 35 tahun.
Perpisahan keduanya dimulai saat Sagiyem merelakan Sri yang masih kecil untuk diadopsi oleh orang lain pada tahun 1981.
Hal itu Sagiyem lakukan demi mendapatkan kehiduan lebih baik.
“Waktu itu, saya nurut saja ada seseorang mau minta bayi saya. Dia bilang, biar bayinya bisa hidup lebih baik, lebih enak. Daripada ikut saya, disambi kerja, tidak ada pegangan, malah anaknya tidak hidup,” buka Sagiyem ketika bercerita kepada Tribunjogja.com, Jumat (26/2/2021).
Penyerahan itu bukan tanpa alasan.
Sagiyem terhimpit ekonomi sulit.
Maka, dirinya langsung mengiyakan permintaan itu.
Baca juga: Punya Utang Rp 200 Juta di Bank Tapi Tak Bisa Menikmati, Ini Kisah Ibu Korban Penipuan Lolos PNS
“Orangnya juga bilang ke saya, kalau saya panjang umur, Insya Allah anaknya bakal mencari saya,” katanya.
Ia adalah seorang buruh tani yang bekerja di sawah milik seseorang.
Praktis, penghasilannya tidak tetap dan seringkali habis untuk hidup sehari-hari.
Uang yang dihasilkan tidak mungkin untuk menyekolahkan dan membesarkan si anak.
Rumahnya yang terletak di Padukuhan Jetis, Desa Panjangrejo, Kapanewon Pundong, Kabupaten Bantul itu juga tidak besar.
Ia hanya menempati sepetak rumah, lebih kecil sedikit dari tipe 28.
Isinya hanya dua kamar dan satu ruang tamu.
Kamar mandinya di luar.
Rumah Sagiyem tidak dicat, hanya diplester dan ditutupi aci.
Atapnya tidak memiliki eternit, namun cukup tinggi sehingga pertukaran udara tetap bisa terjadi.
“Setelah melahirkan, saya hanya punya uang Rp 20 untuk membeli jamu. Saya tidak punya apa-apa,” tuturnya dengan cukup terbata-bata.
Saat menceritakan kisah Sri Lestari, mata Sagiyem tak berhenti berkaca-kaca.
Mulutnya bergetar dan raut wajahnya sedih.
Sesekali, ia mendongakkan kepala ke atas agar air mata itu tidak jatuh dan tetap terlihat tegar.
“Saya serahkan anak itu, tapi saya juga sedih, tidak bisa tidur dan selalu berdoa agar ada yang memberitahu kabar anak saya,” paparnya.
Baca juga: Kisah Sopir Wali Kota Solo Gibran, Slamet Ditunjuk H-1 Pelantikan, Berjanji Bertugas Dengan Baik
Selama 1-2 tahun, Sagiyem terpuruk.
Pikirannya kemana-mana dan tidak fokus.
Ia selalu bertanya, bagaimana kabar si anak.
Apakah dia baik-baik saja?
Di masa sedih itu, keluarga Sagiyem berusaha menenangkannya.
Mereka meminta agar dia tidak lagi kepikiran tentang bayi tersebut.
“Sekarang, saya sulit berjalan. Sudah beberapa bulan ini tidak bisa ke sawah. Ya sudah begini saja,” ungkapnya pasrah.
Diadopsi Orang Belanda
Tak ada yang tahu bagaimana nasib Sri Lestari, bayi perempuan Sagiyem.
Namun, 35 tahun kemudian, tepatnya di tahun 2016, Sri Lestari kembali ke hadapan Sagiyem.
Sri sudah diadopsi warga Belanda dan memiliki nama Rosalinde Schaap.
“Rosalin, saya memanggilnya begitu. Iya, saya masih ingat, dia datang tahun 2016 sama pas sebelum corona di tahun 2020,” ungkapnya.
Raut wajahnya sedikit lebih riang dari tadi.
Sagiyem betul-betul bersyukur, Sri Lestari bisa hidup lebih baik.
Ia tidak masalah, namanya Rosalinde atau Sri Lestari, yang penting bayinya yang hanya ia timang tiga bulan itu bisa hidup sehat.
Bahkan, Sagiyem benar-benar tidak menyangka jika Sri bisa menjadi warga negara Belanda.
“Saya diomongin seseorang, ada orang yang mencari saya namanya Sri Lestari. Kata orang itu, Sri ini mau ketemu saya,” ungkapnya lagi.
Degup jantung Sagiyem semakin kencang kala itu.
Dalam benaknya bertanya, apakah Sri Lestari yang dimaksud merupakan anaknya dulu.
Baca juga: Kisah Pilu Priya dan Naufal, Ayah Wafat dan Ibu Kawin Lagi, Kini Hidup Menumpang di Rumah Tetangga
Ia diberitahu jika Sri ini datang dari Jakarta dan akan langsung ke Yogyakarta menemui Sagiyem.
Tidak ada persiapan khusus dari Sagiyem bertemu anaknya selama 35 tahun terpisah.
Ia merasa senang anak itu kembali.
Bahkan, tidak ada di benaknya sedikit pun ia ingin menggantungkan hidup dengan sang anak.
“Tidak, saya hanya ingin tahu, kabar dia bagaimana. Semoga selalu sehat dan mendapat pekerjaan baik,” paparnya dengan tulus.
Pertemuan pertama mereka di tahun 2016 diwarnai dengan tangis haru.
Bayi mungilnya itu sudah menjelma menjadi seorang ibu muda nan cantik.
Rosalinde memiliki bentuk tulang yang sama dengan Sagiyem.
Rambutnya hitam, begitupula dengan bola matanya.
Kulit Rosalinde sedikit lebih terang dibanding Sagiyem.
Akan tetapi, tingginya hampir sama dengan rata-rata orang Indonesia.
Warga yang menyaksikan pertemuan itu ikut trenyuh.
Akhirnya, yang didoakan Sagiyem setiap hari setiap malam kini muncul di depan matanya.
Itu juga kali pertama Rosalinde bertemu dengan sang kakak, Tukijan.
Baca juga: VIRAL Video Remaja Dandan Ala Pergi Kondangan saat Nobar Film Stand By Me Doraemon 2, Ini Kisahnya
“Sri itu anak saya ketiga. Satu kakaknya mati. Nah, saya sama Ijan ini hidupnya,” kata Sagiyem.
Sudah setahun, Sagiyem tidak bertemu dengan putrinya.
Ia tidak bisa membaca, apalagi mengirim pesan singkat.
Berbicara dengan Rosalinde saja butuh penerjemah.
“Susah bahasanya, tapi beruntung bisa ketemu dan melihat wajahnya sebelum meninggal,” ungkap Sagiyem yang mulai tersenyum.
Ia berharap, suatu saat bisa bertemu dengan Rosalinde, lengkap dengan cucunya.
Sekarang, Sagiyem hanya berdoa agar Rosalinde sekeluarga sehat dan tidak kekurangan suatu apapun.
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Mengharukan, Kisah Sagiyem Warga Bantul, Terpisah 35 Tahun dengan Anak yang Diadopsi Warga Belanda
(Tribunjogja.com/Ardhike Indah)