TRIBUNNEWS.COM - Seorang perangkat desa yang tolak jenazah Covid-19 mohon kepada Jokowi agar dibebaskan.
Hal tersebut disampaikan oleh yang bersangkutan, Slamet (46) seorang perangkat Desa Glempang, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas melalui surat terbuka.
Kini dirinya terancam penjara atas kasus tersebut.
Slamet yang merupakan Kasi Perencanaan dan Pembangunan Desa tidak kuasa menahan air mata saat mengutarakan beban yang dideritanya selama satu tahun ini.
Di desanya dia bertindak sebagai Ketua Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19.
Kasus ini dimulai sejak April 2020, karena muncul pelaporan atas tindakan penolakan jenazah Covid-19 ke Polresta Banyumas.
Proses hukum kemudian bergulir hingga ke Pengadilan Negeri Purwokerto dengan vonis dua bulan.
Karena putusan kurang dari dua pertiga tuntutan jaksa maka secara SOP, jaksa harus naik banding ke pengadilan tinggi.
"Keluar putusan enam bulan di pengadilan tinggi dan kami masih mencari keadilan hingga akhirnya menyampaikan ke MA untuk kasasi," ujar Ketua Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Banyumas, Slamet Mubarok.
Berkas permohonan kasasi sudah diterima MA sejak 22 Februari 2021 yang lalu.
Pihaknya mengajukan kasasi ke MA karena merasa belum mendapatkan rasa keadilan.
Baca juga: Update Corona 18 Maret 2021: Bertambah 6.570, Total Kasus Covid-19 di Indonesia Berjumlah 1.443.853
Baca juga: Pentingnya Vaksinasi Covid-19 Bagi Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Jalani Proses Dialisis
Baca juga: Diminta Tes Swab sebelum Dirawat, Pasien yang Digigit Ular Kobra Meninggal Dunia
Sejak 13 Mei 2020 hingga saat ini Slamet berstatus sebagai tahanan rumah.
Hampir satu tahun ini Slamet mengaku banyak merasakan banyak tekanan dan dipandang negatif oleh para tetangganya karena terlibat perkara hukum.
"Harapannya supaya minta bebas dan tidak akan mengaitkan dengan pihak manapun, putusan itu terlalu berat bagi saya. Niat saya adalah mengayomi masyarakat tidak ada maksud lain. Saya harus menunjukan tanggungjawab saya pada waktu itu," ujar Slamet, Kamis (18/3/2021).
Kasus penolakan jenazah itu bermula karena kurangnya pemahaman akan penanganan jenazah Covid-19.
Kala di awal pandemi, yaitu April 2020 Slamet bersama ratusan warga melakukan penghadangan ambulance pembawa jenazah Covid-19.
Warga bersikeras agar ambulan itu tidak melewati Desa mereka dengan alasan takut tertular.
Selang satu minggu, Slamet dan beberapa warga diperiksa di Polresta Banyumas dan dijerat dengan tuduhan menghalangi petugas.
Hingga akhirnya proses hukum tetap berjalan dan sampai hari ini masuk ke Mahkamah Agung.
Atas dasar itulah Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Banyumas memohon kepada Presiden Jokowi agar membebaskan Slamet atas kasus ini.
Sekaligus memberikan perlindungan hukum kepada relawan gugus tugas Covid-19.
Menanggapi hal tersebut, Bupati Banyumas, Achmad Husein mengatakan memasrahkan semuanya pada proses hukum.
"Biarlah hukum berjalan sesuai ranahnya," ucapnya.
Sebelumnya sempat diberitakan jika kasus ini berawal dari keterbatasan pemahaman penanganan jenazah Covid-19 korban pertama di Kabupaten Banyumas awal April 2020 lalu.
Saat itu pasien positif alamat KTP Purwokerto Utara meninggal dunia dan mendapat penolakan dari warga Purwokerto Utara.
Rencana pemakaman pada waktu itu dipindah ke Purwokerto Selatan, namun jenazah juga mendapat penolakan.
Selanjutnya jenazah kembali dipindah ke Desa Kedungwringin, Kecamatan Patikraja, dan lagi-lagi jenazah juga mendapatkan penolakan.
Tak sampai disitu saja, jenazah kemudian dibawa ke Desa Tumiyang, Kecamatan Pekuncen dan dikubur disana.
Namun mengetahui adanya keberadaan jenazah korban Covid-19, warga tidak terima hingga jenazah yang sudah dimakamkan di gali kembali dan dipindah.
Jenazah kemudian dipindah ke Desa Pasiraman Lor, Kecamatan Pekuncen, tetapi saat akan dimakamkan, warga melakukan blokade agar rombongan jenazah tidak masuk wilayah tersebut.
Berita lain kasus virus corona.
(Tribun Jateng/Permata Putra Sejati)
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Penolak Jenazah Corona di Banyumas Nangis Minta Ampun Jokowi