TRIBUNNEWS.COM, JENEPONTO - Kasus dugaan pencabulan oknum Kepala SMK Negeri di Jeneponto sudah dijadikan tersangka.
Diketahui pelaku pencabulan inisial KR telah dilaporkan oleh korbannya siswi SMKN di Jeneponto, NF (17).
Sehingga, kasus dugaan kepala sekolah cabuli siswi menjadi perhatian warga Jeneponto sejak akhir Maret 2021.
KR pun diduga melanggar Pasal 82 ayat 1 dengan ancaman 15 tahun penjara.
dan ayat 2 dengan ancaman hukuman 1/3. (baca penjelasannya pada bagian bawah berita)
Penyidik Polres Jeneponto meningkatkan status KR setelah menemukan dua alat bukti.
Baca juga: Pelajar di Sukoharjo Digerebek Satpol PP Saat Ngamar Bareng Pacar di Hotel Melati
Meski KR sudah ditetapkan sebagai tersangka tetapi ia masih belum mau mengakui perbuatannya dihadapan penyidik.
Hal ini diungkap oleh Kanit PPA Polres Jeneponto, Ipda Uji Mughni yang menangani kasus ini.
Pelaku dugaan pencabulan (KR) dijadikan tersangka setalah dilakukan gelar perkara.
"Tanggal 7 kemarin ditersangkakan setelah gelar perkara. Intinya pelaku tidak mengakui perbuatannya," ujarnya Ipda Uji Mughni, Jumat (9/4/2021).
Untuk proses penyelidikannya saat ini sudah ditingkatkan ke sidik.
Ditanya soal berapa saksi yang diperiksa, penyidik tak ingin menyebutkan hanya saja dia mengatakan itu semua hanya petunjuk untuk mengungkap kasus ini.
"Kalau saksi tidak ada, itu hanya petunjuk untuk menemukan bukti-bukti," ungkapnya.
Untuk saat ini berkas dugaan pelaku pencabulan terhadap siswinya masih sementara diproses di meja penyidik.
"Masih diproses disini," sebut Ipda Uji Mughni.
Sekedar diketahui bahwa NF (17) melaporkan pelaku (KR) ke polisi karena diduga melakukan tindakan pencabulan terhadap dirinya.
KR dilapor pada tanggal 29 Maret 2021 lalu.
NF mengaku bahwa ia telah dicabuli oleh KR yang merupakan kepala SMKN di Jeneponto.
Pasal Pencabulan
Penjelasan Pasal 82 Undang-undang No 17 Tahun 2016 tentang Tentang Perlindungan Anak.
1. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3. Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E.
4. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
5. Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
6. Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) dapat dikenai tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
7. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.
8. Pidana tambahan dikecualikan bagi pelaku Anak.(*)