TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Pertanyaan masyarakat soal penyebab gempa di Malang yang berukuran 6,7 SR pada Sabtu (4/10/2021) akhirnya mulai terjawab.
Pihak BMKG mengungkapkan penjelasan secara ilmiah apa aktivitas yang terjadi saat gempa.
Meski getarannya tinggi, BMKG memastikan bahwa gempa tidak memancing tsunami.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG ) memastikan bahwa gempa ini tidak berpotensi tsunami meski berkekuatan cukup besar.
Baca juga: Peringatan Dini BMKG Senin 12 April 2021: Waspada 19 Wilayah Ini Berpotensi Hujan Lebat hingga Angin
Dalam konferensi pers yang digelar secara virtual melalui aplikasi Zoom, Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami, Daryono memberikan penjelasan secara ilmiah.
Daryono mengatakan, gempa 6,7 SR di Malang ini termasuk gempa menengah.
"Karena adanya deformasi slep lempeng Australia yang tersubdaksi pada zona selatan Jawa Timur yang sudah mulai menukik, ada di bawah zona megathrust," terangnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa kedalaman gempa yang mencapai 80 kilometer menjadi penyebab utama tidak muncul potensi tsunami.
Baca juga: Tangkal Konten Hoaks, Polisi Siber Polda Jatim Pantau Penyebaran Informasi Gempa di Malang
Padahal zona sesar ini sensitif terhadap tsunami. Bahkan, tsunami bisa terjadi jika kekuatan gempa ada di atas M 7.
"Patut disyukuri dengan kedalaman gempa yang 80 kilometer itu tidak menimbulkan tsunami."
"Karena kalo melihat mekanisme sumbernya ini adalah sesar naik, sensitif jika kekuatannya besar di atas 7 dan memiliki kedalaman lebih dangkal."
Sementara meihat data gempa terjadi di daerah Malang, sudah beberapa kali terjadi gempa yakni bisa dikatakan cukup sering.
"Kawasan Selatan Malang ini masih aktif dan kompleks, karena hampir 2 bulan sekali terjadi gempa. Menurut catatan sejarah, ada beberapa kali gempa merusak yang terjadi, seperti 1896, 1937, 1962, 1963, 1972," tuturnya kemudian.
Dalam rilis resmi yang diterima TribunJatim,com, Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Bambang Setiyo Prayitno, M.Si menjelaskan, gempa persisnya terjadi pukul 14.00.16 WIB di wilayah Samudera Hindia Selatan Jawa yang diguncang gempa tektonik.
Hasil analisis BMKG dalam informasi awal menunjukkan gempabumi ini memiliki magnitudo M=6,7 kemudian di-update menjadi magnitudo Mw=6,1.
Episenter gempabumi terletak pada koordinat 8,83 LS dan 112,5 BT, atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 96 km arah Selatan Kota Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur pada kedalaman 80 km.
Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempabumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi menengah akibat adanya aktivitas subduksi.
Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa bumi memiliki mekanisme pergerakan naik.
Sementara, sebagian wilayah di Indonesia juga turut merasakan gempa yang berpusat di Kabupaten Malang.
Dimulai dari wilayah Kabupaten Turen V MMI, hampir semua penduduk merasakan getaran sampai banyak orang terbangun.
Sementara di wilayah Karangkates, Malang, Blitar IV MMI, getaran dirasakan ketika sebagian besar warga sedang berada di dalam rumah saat siang hari.
Kemudian daerah Kediri, Trenggalek, Jombang III-IV MMI, Nganjuk, Ponorogo, Madiun, Ngawi, Yogyakarta, Lombok Barat, Mataram, Kuta, Jimbaran, Denpasar III MMI merasakan getaran nyata di dalam rumah seperti ada sebuah truk lewat.
Beralih ke daerah Mojokerto, Klaten, Lombok Utara, Sumbawa, Tabanan, Klungkung, Banjarnegara II MMI, getaran dirasakan oleh beberapa orang dan benda-benda ringan yang digantung bergoyang.
Hingga saat ini belum ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempabumi tersebut.
Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempabumi ini tidak berpotensi tsunami.
BKMG juga menyoroti dampak setelah gempa terjadi.
Hasil monitoring BMKG belum menunjukkan adanya aktivitas gempa bumi susulan.
Masyarakat juga diimbau agar tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Untuk menghindari dari bangunan yang retak atau rusak diakibatkan oleh gempa, masyarakat dihimbau memeriksa dan memastikan bangunan tempat tinggal.
Pastikan bangunan tidak ada kerusakan akibat getaran gempa sebelum kembali ke dalam rumah.
Informasi resmi terkait gempa hanya bersumber dari BMKG yang disebarkan melalui media sosial terverifikasi, website telegram dan Mobile Apps.
Sementara itu, hasil update terbaru terkait korban yang terdampak akhirnya bisa diketahui.
Perincian korban jiwa yakni 3 orang meninggal di Kabupaten Lumajang, 2 orang di antara wilayah Lumajang dan Kabupaten Malang, dan seorang lainnya di Kabupaten Malang.
"Itu data hingga pukul 18.00 WIB," ucap Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Raditya Jati, sebagaimana dalam rilis yang diterima Kompas.com, Sabtu (10/4/2021) malam.
Sejauh ini, petugas masih terus melakukan pendataan terkait dampak dan kebutuhan pascagempa.
Dari informasi BPBD Kabupaten Lumajang, tercatat adanya sejumlah titik pengungsian di Desa Kali Uling, Kecamatan Tempur Sari.
"Jumlah warga yang mengungsi masih dalam pendataan," katanya lagi.
Untuk wilayah Kabupaten Malang, Blitar, Trenggalek dan Tulungagung, Radit menyampaikan belum ada laporan warga yang mengungsi.
Terkait dengan dampak kerusakan akibat gempa tersebut, menurutnya masih dalam proses pendataan.
Informasi sementara untuk wilayah Kabupaten Tulungagung, BPBD setempat mencatat kerusakan rumah rata-rata pada tingkat rusak ringan.
“Di wilayah Kabupaten Trenggalek dan Kota Malang, kerusakan rumah pada kategori rusak ringan hingga sedang,” kata dia. Sementara itu, di Kabupaten Lumajang, Malang dan Blitar, tingkat kerusakan rata-rata ringan hingga berat. “BNPB terus berkoordinasi dan memantau kondisi di lokasi bencana dengan berkoordinasi dengan BPBD di wilayah Provinsi Jawa Timur,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Daryono mengatakan, episenter gempa hari ini berada di laut pada jarak 96 km arah Selatan Kota Kepanjen, Malang, Jawa Timur, pada kedalaman 80 km.
Pihaknya juga menyampaikan gempa Malang ini bukanlah gempa Megathrust, namun merupakan gempa menengah di Zona Beniof.
Hal ini karena berdasarkan analisis, deformasi atau patahan batuan yang terjadi berada pada slab lempeng Indo-Australia yang menunjam dan tersubduksi menukik ke bawah Lempeng Eurasia di bawah lepas pantai selatan Malang.
Sementara mekanisme sumber gempa tersebut, imbuhnya berupa pergerakan sesar naik (thrust fault).
“Mekanisme sumber sesar naik ini sebenarnya sensitif terhadap potensi tsunami, namun patut disyukuri bahwa gempa ini berada di kedalaman menengah dan dengan magnitudo 6,1 sehingga tidak cukup kuat untuk mengganggu kolom air laut, sehingga gempa ini tidak berpotensi tsunami,” ujarnya seperti dalam rilis yang diterima Kompas.com, Sabtu (10/4/2021).
Daryono menjelaskan gempa ini memiliki spektrum guncangan yang luas yang dirasakan hingga daerah Banjarnegara di barat dan Bali di timur.
Menurutnya hal itu karena adanya kaitan dengan hiposenter gempanya yang cukup dalam.
Artikel ini telah tayang di Tribunjatim.com : Penyebab Gempa di Malang Terkuak, BMKG Soroti Bahaya Setelahnya, Dampak Kerusakan dan Korban Jiwanya