Menanggapi pertanyaan itu, Suprapto menganalisa ada empat kemungkinan yang dapat terjadi di balik nama 'H' yang disampaikan oleh driver ojol tersebut kepada T saat mengantarkan paket sesuai arahan pengirim.
Kemungkinan pertama, memang ada nama H yang mengenal pelaku namun alamatnya bukan di Kota Yogyakarta, seperti yang diketahui selama ini.
Kedua, nama H memang benar ada dan tinggal di Kota Yogyakarta, akan tetapi itu hanya dijadikan sebuah alibi saja oleh pelaku.
"Tapi pada kenyataanya dia (H) tidak tinggal di Kota Yogyakarta. Hanya sebagai alibi saja, dan untuk eksistensi pelaku bahwa H masih ada dan tidak terima atas kasusnya yang sedang ditangani T, lalu kiriman paket itu bentuk teror olehnya," jelas dia
Baca juga: Bocah NFP Meninggal karena Racun Potasium Sianida, Identitas Pengirim Sate Beracun Masih Misterius
Kemungkinan ketiga, Suprapto menganalisa jika nama H bukan nama sebenarnya pelaku.
Lalu kemungkinan keempat, ia menilai jika semuanya adalah fiktif, dan perempuan yang mengirim sate itu hanya spontan mengucapkan kepada driver Ojol supaya paketnya dapat sampai ke rumah T.
"Ini menjadi upaya merencanakan pembunuhan, dan perempuan yang bertemu dengan driver ojol bukan sepenuhnya pelaku tunggal," kata dia.
Alasan lainnya mengapa pelaku mengirimi paket sate kepada T, menurut Suprapto sangat dimungkinkan jika pelaku sempat negosiasi dengan penyidik T atas kasus yang ditangani dan menyeret nama pelaku.
Lalu pelaku merasa kesal lantaran upaya negosiasi yang dilakukan gagal, sehingga pelaku berniat membunuh T.
Baca juga: UPDATE Bocah Meninggal Usai Santap Paket Sate Misterius: Racun Silent Killer Ada dalam Bumbu Sate
"Saya kira sangat mungkin ada orang tak terima kasusnya diusut penyidik. Dan pelaku sempat negosiasi agar kasusnya ditutup kepada penyidik T, lalu ia menolaknya dan terjadilah upaya pembunuhan. Atau bisa jadi ini teror eksitensi penyidik kepolisian," terang dia.
Termasuk Pembunuhan Berencana
Suprapto mengaku sangat mengikuti kasus kiriman paket sate misterius tersebut.
Ia pun yakin jika peristiwa yang menewaskan bocah berusia 10 tahun itu merupakan upaya pembunuhan berencana oleh pelaku.
Pasalnya, jika itu murni kejadian urgensi, seharusnya korban keracunan lebih dari satu dan bukan hanya menimpa pada keluarga Bandiman saja.