TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Akhir tahun 2019 menjadi waktu yang mengerikan bagi Yosep. Dia tidak menyangka, dirinya diteror habis-habisan oleh debt collector atau penagih utang akibat tidak bisa membayar pinjaman tepat waktu.
Yosep, warga Kota Yogyakarta itu memang pernah mengajukan pinjaman kepada perusahaan fintech lending atau pinjaman online (pinjol).
Menurutnya, pengajuan pinjaman tergolong mudah karena hanya perlu menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan foto diri memegang KTP itu.
Namun sayang, dia tidak paham bahwa perusahaan pinjol yang ia ajukan itu ilegal dan tidak terdaftar di OJK.
Dia tidak paham ada pinjol legal maupun ilegal. Yang dia tahu, bagaimana caranya mendapatkan uang cepat untuk digunakan sebagai modal berjualan.
“Saya tidak mungkin pinjam bank. Syaratnya ribet dan lama. Padahal saya butuh cepat untuk jualan saya,” kata Yosep kepada Tribun Jogja.
Berbekal kuota internet, Yosep mencari tahu bagaimana caranya mendapatkan uang cepat dari internet. Betul saja, dia menemukan sejumlah perusahaan fintech lending yang dengan mudah meminjamkan uang kepada publik hanya bersyarat KTP dan foto memegang identitas diri.
“Iya, saya browsing di HP itu. Terus saya coba satu, lupa saya namanya. Tidak sampai 30 menit duitnya langsung cair. Hebat banget itu,” jelasnya.
Saat menerima uang, dia tidak berpikir ada risiko di balik itu semua. Dia hanya meminjam Rp 1juta dan cair sekitar Rp 600 ribu.
Meski tidak cair utuh, bagi Yosep, lebih baik mendapat Rp 600 ribu daripada tidak sama sekali. Ketentuannya, uang Rp1 juta itu wajib dikembalikan selama 14 hari.
“Nah itu, uang Rp1 juta yang cair Rp 600 ribu. Saya diminta kembalikan Rp1 juta, berarti tombok Rp 400 ribu kan? Itu pangkal masalahnya,” ujar Yosep dengan logat Jawa yang cukup kental.
Jangka 14 hari bukanlah waktu yang lama baginya. Apalagi, dagangan di pasar sedang tidak ramai. Dia bekerja menyambi sebagai mitra ojek online (ojol) agar ada uang tambahan yang masuk untuknya.
Sayang, uang yang masuk dan yang keluar ibarat lebih besar pasak daripada tiang karena harga kebutuhan pokok juga semakin naik.
Waktu 14 hari itu dia belum bisa melunasi Rp1 juta untuk perusahaan fintech lending yang ia pinjam.
“Terlambat sehari, dendanya Rp 50 ribu. Begitu terus sampai saya gak bisa bayar. Baru sehari telat juga debt collector-nya sudah telepon saya terus, maki-maki. Pusing saya,” katanya.
Tekanan yang datang dari debt collector itu membuat Yosep harus memutar otak dengan cepat. Dari sini, Yosep terus menggali lubang di perusahaan pinjol tanpa bisa membayar.
“Saya dimaki terus, akhirnya saya pinjam lagi ke aplikasi lain. Soalnya kan sekali pinjam aplikasi pasti ada SMS yang menawari pinjol lagi dari perusahaan lain,” beber Yosep.
Praktik gali dan tutup lubang itu terus dia lakukan hingga sudah ada lima perusahaan yang ia pinjam uangnya. Semuanya tidak bisa dia kembalikan alias gagal bayar.
Selama dirinya tidak membayar utang itu, beberapa kontak yang ada di HP-nya ditelpon. Teman-teman Yosep diberitahu kalau dia belum bayar utang.
“Malu banget saya awalnya itu. Saya diomongin macam-macam ke teman-teman. Orang tua saya dibawa-bawa. Terus saya dibilang melarikan uang perusahan. Orangnya misuh-misuh (marah-marah) di WhatsApp atau ditelepon,” ujarnya lagi.
Bahkan, teman-temannya diminta untuk ikut membayar utang menumpuk Yosep senilai lebih dari Rp10 jutaan. Dia sudah terjerat lebih dari 10 aplikasi pinjol.
“Sampai dibuatin grup ‘penggalangan dana untuk bayar utang Yosep’. Teman-temanku masuk situ. Semuanya nanyain kenapa. Saya jujur saja deh sama mereka, saya butuh uang. Beruntung, mereka pada dukung,” jelasnya.
Dukungan dari teman di sini bukanlah berupa uang. Namun, mereka akan maklum jika ada pesan yang meminta Yosep untuk membayar utang di aplikasi pinjol.
“Sampai tahun 2021 ini, saya masih belum bayar. Masih diteror debt collector juga. Makanya, saya sering ganti nomor,” tandas Yosep tak ingin pusing.
Baca juga: Penghuni Rumah Susun di Surabaya Akan Disidak dan Dievaluasi
Selidik
Kasubdit 2 Ditreskrimsus Polda DIY, Kompol Haryo mengatakan, kini pihaknya sedang menyelidiki tiga perkara terkait penyebaran data pengguna aplikasi pinjol ilegal.
Menurutnya, penyelidikan itu cukup sulit lantaran perusahaan pinjol ilegal memiliki identitas yang tersembunyi.
“Selebihnya, kami memberikan konsultasi kepada masyarakat yang sudah menggunakan aplikasi pinjol untuk gali dan tutup lubang,” paparnya.
Dia mengakui, Polda DIY juga masih membutuhkan waktu untuk segera menangkap para pelaku yang menyebarkan data masyarakat pengguna pinjol ilegal. (ard)