“Satu bulan nggak laku pokoknya terus konsisten kita upload foto, kita mengiklankan produk kita dan mencari pasar, kita olah terus sosial media kita,” lanjutnya.
Senada dengan sebagian besar pelaku industri kreatif batik di Solo Lainnya, usaha milik Mustafa juga terdampak pandemi Covid-19.
Bahkan dirinya mengaku omzet dan permintaan pasar per bulan anjlok hingga 80 persen.
Dulu sebelum pandemi dirinya mampu meraup omzet Rp 300 Juta per bulan, kini Rp 30 Juta hingga Rp 35 Juta didapatkannya.
Namun dirinya tetap optimis, dan mempersolek diri lewat digitalisasi.
Baca juga: Beralih ke Siaran TV Digital, Dukung Digitalisasi UMKM
Dirinya termasuk ‘pemain lama’ menjual produk secara online, dan sudah terdaftar di e-commerce, sehingga baginya pasang surutnya sudah pernah Ia rasakan.
Dan kabar baiknya, walaupun di tengah pandemi, produk batiknya masih rutin terjual ke Amerika Serikat (AS).
“Setiap bulan sekali kami ekspor dress batik, blouse batik, bahkan daster batik ke AS, kami menjual langsung ke user di sana,” katanya.
Setiap bulannya dirinya mengirimkan sekira 40 produk batik ke negeri Paman Sam tersebut.
Di tahun 2020 lalu dirinya juga sempat ekspor produk fesyen batik ke Australia.
Walaupun memang tidak dipungkiri, sebelum pandemi permintaan pasar luar negeri dapat lebih dari itu.
Bahkan negara tujuan ekspor untuk produk Batik Kalimataya bukan hanya AS, namun juga Australia, Jerman, hingga Belanda.
“Kita tetap menjaga kualitas barang, sehingga kami bisa terus mendapat repeat order.
Digempur fluktuasi pasar tidak serta merta membuatnya goyah, inovasi dan pengalaman menjadi bekal untuk bertahan.
Termasuk bersinergi dengan pelaku industri kreatif lainnya.
Baca juga: Batik Indonesia Tembus Pasar Digital Korea Selatan
“Ketika produk fesyen mulai lesu lantaran banyaknya pesaing, maka kami akan berinovasi menciptakan produk kreatif lainnya, kami membuat masker, tas, hingga cangkir,” tuturnya.
Contohnya untuk produk cangkir salah satunya, dirinya akan berkerjasama dengan pelaku industri kreatif cangkir, mengkombinasikan produk tersebut dengan ukiran batik yang dia punya.
Tak hanya itu sinergi juga dilakukan dengan Pemkot Surakarta.
Dirinya memanfaatkan fasilitas pembinaan dari Pemkot, juga pembinaan - pembinaan hasil kerjasama dengan Pemerintah Pusat, termasuk Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Pasar Klewer Berusaha Tak Limbung
Pagebluk Covid-19 memang menjadi tantangan banyak sektor, bukan hanya industri batik rumahan, namun juga bagi pasar tekstil terbesar di Surakarta.
Adalah Pasar Klewer, pasar yang eksis sejak sebelum kemerdekaan ini juga tak luput dari dampak pandemi Covid-19.
Pantauan Tribunnews di lapangan, Jumat (25/6/2021) suasana pasar masih aktif saat sore hari, sekira pukul 15.00 WIB.
Lipatan kain batik, piyama batik, kemeja resmi, bahkan aksesoris lainnya tersusun dan terpajang rapi.
Beberapa pembeli hilir mudik menenteng belanjaan mereka, ada yang menggunalan plastik, tote bag, bahkan koper.
Para pedagang beberapa tampak sibuk ‘otak-atik’ ponsel yang ada di tangan mereka.
“Mau tidak mau ya harus mau jualan maksimal lewat online,” ujar salah seorang pedagang, Nila (45), pemilik batik Nola Mulia Los B 20 Pasar Klewer, kepada Tribunnews, Jumat (25/6/2021).
Baca juga: Go Tik Swan di Google Doodle Hari Ini: Diperintah Soekarno untuk Membuat Batik Indonesia
Kepada Tribunnews dirinya menceritakan soal jerih payahnya agar tak limbung dihantam pandemi.
Omset? Nila menjawabnya dengan tegas, jelas merosot tajam.
Mereka mengalami sepi orderan akibat banyak warga memilih ‘mengencangkan ikat pinggangnya’.
“Penjualan turun drastis bahkan lebih dari 50 persen, biasanya orang kulakan barang, sekarang sepi, wisatawan pun sepi, kondisi ini memang membuat kompleks,” katanya.
Ia mengaku walaupun dihantam pagebluk corona pedagang Pasar Klewer tetap terus berusaha mempertahankan pasar.
Penjualan offline memang goyah, namun penjualan online kini harus ‘tancap gas’, pengakuannya.
Beberapa pembeli eceran dari luar kota pun kata Nila, lumayan memberikan kelegaan.
“Kondisi ini memang kompleks, harapannya pandemi segera berlalu, sehingga industri kreatif kembali eksis,” lanjutnya.
Tangan Dingin Pemkot Surakarta
Pemkot Surakarta gigih berupaya menuntun Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) untuk Go Ekspor.
Satu di antara caranya yakni dengan memperkuat pemasaran digital.
Kasi Kreatif Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Surakarta, Ari Yeppi, Pemkot Surakarta mengatakan Pemkot Surakarta berkonsentrasi memfasilitasi akses pasar, akses modal, dan akses digitalisasi kepada pelaku industri kreatif.
Adapun masalah yang acap kali dihadapi para pelaku UMKM yakni managemen pasar, pembiayaan usaha, kemitraan usaha, baginya dapat diatasi dengan memaksimalkan jejaring e-commerce.
"Digitalisai dapat memperluas jangkauan pangsa pasar hal itu penting dilakukan setiap pelaku industri kreatif, terlebih saat pandemi Covid-19 seperti ini," ujar Yeppi kepada Tribunnews, (19/8/2021).
Seperti halnya pernyataan yang digaungkan oleh Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka, Solo harus ‘melompat’ lebih maju, hal ini termasuk dalam hal pengembangan ekonomi kreatif.
“Kami langsung menangkap kebijakan tersebut untuk tidak stagnan pada pasar offline namun harus memperkuat digitalisasi,” lanjutnya.
Memang, lanjut Yeppi dibutuhkan kemitraan yang strategis, antara pemerintah dengan para pelaku Industri kerajinan.
Baca juga: Selama Pandemi, Kemenkominfo Deteksi 1.857 Hoaks dengan 4 Ribuan Konten di Medsos
Program-program perluasan pasar pun sudah banyak dilakukan, termasuk berkoordinasi dengan pihak pendukung lainnya.
Hingga saat ini ada sekitar 5.000 UMKM, termasuk yang menjual produk batik yang memiliki toko ekspor digital secara aktif.
“Mereka ini tadinya belum melek digital, dan produk mereka di jual lewat reseller, namun setelah online mereka dapat mandiri menangkap pasar mereka, namun mereka tetap tidak menghilangkan reseller mereka, ini efektif sekali,” katanya.
Hal ini berarti ada potensi pasar baru dan terdapat ruang tumbuh bagi pedagang lokal yang memproduksi sendiri usahanya untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi sebagai faktor utama pengembangan ekspansi bisnis menuju ekspor.
Multiplier Effect
Tak sampai di situ saja, lewat digital, membuat para pelaku industri kreatif ini saling bersinergi satu sama lain.
Hal ini lantaran, lanjut Yeppi, tidak semua UMKM berani memiliki akun di e-commerce sendiri.
“Banyak sebabnya di antaranya belum ada brand, hingga produksi masih terbatas, maka dari itu yang mereka butuhkan adalah sinergi, mereka tetap bisa menjual produk kreatif mereka lewat UMKM yang sudah punya akun e-commerce ekspor,” katanya.
Sementara itu fesyen batik di Solo masih mengalir ke pasar ekspor, dominasi pasarnya ke Amerika Serikat, Singapura, hingga Jerman.
Memang hingga saat ini kontribusi industri kreatif menjadi penunjang bagi perekonomian Surakarta.
“BPS menyampaikan bahwa sumbangan terbesar produk domestik regional bruto (PDRB) Solo selain dari sektor formal konstruksi, itu dari industri kreatif,” ujar Yeppi.
Potensi-potensi yang ada itulah yang menjadi pegangan Pemkot Surakarta terus mengembangan UMKM-UMKM lokal yang ada, menjadikan mereka melek digital.
Sehingga mereka tangguh serta inovatif menghadapi pandemi, era disrupsi, dan revolusi industri 4.0.
Gerakan UMKM Go Online
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Republik Indonesia (RI) terus gencar mendorong pelaku UMKM ataupun pelaku industri kreatif untuk go online.
Sebelumnya Staf Khusus Menteri Kominfo R Niken Widiastuti mengatakan adanya program UMKM Go Online, Kominfo melakukan koordinasi dengan kementerian lembaga terkait serta komunitas UMKM ataupun di sentra-sentra industri kreatif.
“Kami melakukan pendampingan, sosialisasi, mendorong UMKM memanfaatkan marketplace yang tersedia untuk pemasaran produknya,” ujarnya dalam Webinar yang diselenggaran Kominfo dengan tajuk "Menyelamatkan UMKM Lewat Ekonomi Digital", Sabtu (14/8/2021).
Setidaknya terdapat tujuh alasan yang diuraikan Kominfo agar bisnis UMKM wajib go online.
Baca juga: Dorong Industri Game Lokal Mendunia, Kominfo Gandeng AGI Gelar IDGX 2021
Yakni untuk menjangkau pasar yang lebih luas, meminimalisir kehilangan market, pertumbuhan pengguna internet yang kian massif, UKM menjadi lebih profesional, biaya operasional lebih rendah, budget pemasaran bisa diatur sesuai kebutuhan, dan pertumbuhan lebih cepat.
Niken juga mengatakan, Kominfo menguraikan enam langkah wajib UMKM untuk go online.
Yakni dengan mendaftar alamat di Google Maps, membuat akun media sosial, membuat akun marketplace, mendaftarkan nama domain email dengan nama domain sendiri, lantas membuat website.
Memang tak dipungkiri, syarat utama para pelaku UMKM tersebut beralih digital, adalah dengan baiknya kualitas jaringan telekomunikasi seluler yang berada di berbagai wilayah pelosok negeri.
Percepatan transformasi digital pun juga tengah menjadi fokus Kominfo.
Niken mengatakan, sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terdapat lima langkah percepatan transformasi digital, yakni percepatan pembangunan infrastruktur digital.
“Sebelumnya Kominfo merencanakan untuk pembangunan infrastruktur akses internet targetnya adalah 10 tahun ke depan baru selesai, namun karena situasi pandemi bapak presiden meminta untuk mempercepat maksimal adalah 3 tahun," katanya.
Langkah lainnya yakni Kominfo membuat roadmap transformasi digital, percepatan pusat data nasional, peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) digital termasuk di dalamnya adalah pembinaan digital marketing, yang terakhir adalah terkait regulasi juga pendanaan.
Dan tujuan besarnya adalah akses internet harus bisa dinikmati dan dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat Indonesia, ujar Niken, termasuk dalam hal pengembangan ekonomi kreatif lokal.
(*)
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati)