News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Batik Solo Eksis ke Luar Negeri Walau Dihantam Pandemi, Persolek Diri Lewat Digitalisasi

Penulis: garudea prabawati
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pembatik penyandang tunarungu sedang mengerjakan karya batiknya, di Kampung Batik Laweyan Solo. (Tribunnews.com/Garudea Prabawati)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Garudea Prabawati

TRIBUNNEWS.COM – Aroma khas lilin malam langsung menyapa saat memasuki sebuah industri batik rumahan di Kawasan Kampung Batik Laweyan, Solo.

Tampak perajin batik asyik menorehkan canting pada lembaran - lembaran kain.

Rupa motif-motif batik yakni sidomukti, truntum, hingga kawung pun samar terlihat.

Ya, aktivitas-aktivitas itu memang sudah berlangsung puluhan tahun silam, memang batik dan Solo merupakan dua hal yang tidak bisa dilepaskan.

Selama berpuluh-puluh tahun, batik telah menjadi napas dan sumber mata pencaharian bagi sebagian masyarakat di Surakarta.

Seperti halnya di kawasan Laweyan ini, pesona batik banyak tersaji di setiap sudut jalanan, hingga rumah-rumah warga.

Gempuran Pandemi

Pembatik penyandang tunarungu sedang mengerjakan karya batiknya, di Kampung Batik Laweyan Solo. (Tribunnews.com/Garudea Prabawati) 

Sebelum adanya pandemi Covid-19, hilir mudik wisatawan ramai terlihat di kawasan tersebut.

Tak dipungkiri, kini pandemi menjadi  tantangan serius bagi para perajin batik di sana.

“Masa pandemi covid-19 membuat perdagangan batik rontok,” ujar Alpha Fabela Priyatmono Koordinator Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan (FPKBL), kepada Tribunnews, (14/6/2021) lalu.

Baca juga: Profil Santosa Doellah, Pemilik dan Pendiri Batik Danar Hadi yang Meninggal karena Covid-19

Alpha mengatakan data dari Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI) bahwa penurunan penjualan batik itu sampai 75 persen.

“Sedangkan untuk di Laweyan sendiri penurunan penjualan batik selama pandemi mencapai 80 persen, lantaran memang aktivitas industri hingga wisatawan banyak yang berkurang,” lanjutnya.

Eksistensi dan Digitalisasi

Ndalan Cilik di Kampung Batik Laweyan Solo, Jawa Tengah. (TRIBUNSOLO.COM/Garudea Prabawati) 

Namun memang seiring berjalannya waktu, semangat kreativitas kembali terkumpul, indutri batik merangkak perlahan dan kembali aktif.

Pemasaran secara online kini menjadi fokus mereka.

Mereka siaga dan peka, menangkap segala peluang yang ada.

Bahkan ada beberapa rumah industri batik di Laweyan yang mulai mengekspor produk batiknya.

“Untuk pasar langsung dari teman-teman itu ke Amerika Serikat, sedangkan kalau ke Eropa lewat Bali,” ujar Alpha.

Baca juga: Peringatan HUT Ke-76 RI, Menkominfo: Manfaatkan Teknologi untuk Berbagi Semangat Kemerdekaan

Alpha menyebut, FPKBL juga terus bersinergi dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta.

Sebelumnya FPKBL sempat dimintai masukkan terkait fokus kebangkitan ekonomi kota berbasis budaya.

Alpha mengatakan pada waktu itu dirinya memberikan saran terkait digitalisasi pemasaran produk batik.

“Memang selama ini untuk pengusaha-pengusaha kecil kelas mikro itu sedikit kurang konsentrasi pada konteks digitalisasi, selama ini mereka masih mengandalkan penjualan offline, juga kunjungan wisatawan.”

“Hingga kini adanya pandemi Covid-19 memaksa mereka untuk memperkuat pemasaran secara online, tentu ini tantangan tersendiri,” lanjut Owner Batik Mahkota Laweyan tersebut.

Maka dari itu dirinya mengusulkan agar Pemkot Surakarta memberi dukungan terbentuknya IT and Digital Center di tiap-tiap kawasan industri kreatif.

Walaupun memang selama ini sudah ada komunitas terpusat digital di Sentral Industri Kreatif Semanggi Harmoni.

“Maksud saya itu kalau di sana (Sentral Industri Kreatif Semanggi Harmoni) menjadi pusatnya, nah yang di kawasan-kawasan industri kreatif ini menjadi kepanjangan tangannya,” katanya.

Asa Bagi Kaum Disabilitas

Wisatawan asing dan lokal saat berkunjung ke Batik Toeli di Laweyan, Surakarta. (Tangkap layar Instagram @batiktoelilaweyan) 

Pemasaran secara digital satu di antarannya gigih dilakukan oleh para perajin batik yang menamakan diri mereka Batik Toeli.

Singkat cerita Batik Toeli dibentuk oleh CV Mahkota Laweyan sejak awal pandemi tahun lalu.

Alpha menceritakan awal mula dirinya memiliki pegawai seorang tunarungu yang berprofesi sebagai perajin batik.

Baca juga: Inspiratif! UMKM Asal Solo Sukses Bawa Daster Batik Tembus Pasar Global

“Kemudian datanglah tiga rekan dari pegawai saya, mereka rupanya menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dari situlah muncul gagasan Batik Toeli ini,” kata Alpha.

Alpha menekankan bukan melulu soal profit semata, melalui Batik Toeli menjadi sarana pemberdayaan.

Kini empat perajin batik penyandang disabilitas tersebut terus mengasah kemampuan, sesekali mereka juga menyumbangkan ide kreatif.

Masker produksi Batik Toeli Laweyan (Tribunnews/istimewa)

"Esensinya Tuhan menciptakan kekurangan pada manusia diiringi dengan kelebihan yang dimilikinya,  walaupun berkebutuhan khusus namun skill dapat ditingkatkan," ujar Alpha.

Hingga kini Batik Toeli banyak mengerjakan produk-produk fesyen batik, di antaranya kemeja, outer, tas, masker, dan masih banyak lagi.

Dan mengikuti arus pemasaran produk selama pandemi, Alpha mengaku produk karya perajin Batik Toeli kini kencang dipasarkan lewat online.

Sosial media menjadi tempat untuk memamerkan dan menjual karya mereka.

Memperkenalkan diri lewat digital, membuat Batik Toeli juga menjadi rujukan edukasi, beberapa kali mereka menerima kunjungan baik dari sekolah, hingga wisatawan asing.

“Terakhir kemarin kami dapat kunjungan pelajar dari Nusa Tenggara Timur (NTT), kami belajar bersama, berbagi bersama,” tutur Alpha.

Sabar dan Konsisten

Mustafa, Pemilik Batik Kalimataya Solo. (Istimewa)

“Pokoknya harus sabar dan konsisten, ketika satu bulan tidak laku ya harus tetap gigih mempromosikan produk kreatif yang dimiliki,” ujar Mustafa, Pemilik Batik Kalimataya Solo, saat berbicang dengan Tribunnews, Sabtu (21/8/2021).

“Satu bulan nggak laku pokoknya terus konsisten kita upload foto, kita mengiklankan produk kita dan mencari pasar, kita olah terus sosial media kita,” lanjutnya.

Senada dengan sebagian besar pelaku industri kreatif batik di Solo Lainnya, usaha milik Mustafa juga terdampak pandemi Covid-19.

Bahkan dirinya mengaku omzet dan permintaan pasar per bulan anjlok hingga 80 persen.

Dulu sebelum pandemi dirinya mampu meraup omzet Rp 300 Juta per bulan, kini Rp 30 Juta hingga Rp 35 Juta didapatkannya.

Namun dirinya tetap optimis, dan mempersolek diri lewat digitalisasi.

Baca juga: Beralih ke Siaran TV Digital, Dukung Digitalisasi UMKM

Dirinya termasuk ‘pemain lama’ menjual produk secara online, dan sudah terdaftar di e-commerce, sehingga baginya pasang surutnya sudah pernah Ia rasakan.

Dan kabar baiknya, walaupun di tengah pandemi, produk batiknya masih rutin terjual ke Amerika Serikat (AS).

“Setiap bulan sekali kami ekspor dress batik, blouse batik, bahkan daster batik ke AS, kami menjual langsung ke user di sana,” katanya.

Setiap bulannya dirinya mengirimkan sekira 40 produk batik ke negeri Paman Sam tersebut.

Di tahun 2020 lalu dirinya juga sempat ekspor produk fesyen batik ke Australia.

Walaupun memang tidak dipungkiri, sebelum pandemi permintaan pasar luar negeri dapat lebih dari itu.

Bahkan negara tujuan ekspor untuk produk Batik Kalimataya bukan hanya AS, namun juga Australia, Jerman, hingga Belanda.

“Kita tetap menjaga kualitas barang, sehingga kami bisa terus mendapat repeat order.

Digempur fluktuasi pasar tidak serta merta membuatnya goyah, inovasi dan pengalaman menjadi bekal untuk bertahan.

Termasuk bersinergi dengan pelaku industri kreatif lainnya.

Baca juga: Batik Indonesia Tembus Pasar Digital Korea Selatan

“Ketika produk fesyen mulai lesu lantaran banyaknya pesaing, maka kami akan berinovasi menciptakan produk kreatif lainnya, kami membuat masker, tas, hingga cangkir,” tuturnya.

Contohnya untuk produk cangkir salah satunya, dirinya akan berkerjasama dengan pelaku industri kreatif cangkir, mengkombinasikan produk tersebut dengan ukiran batik yang dia punya.

Tak hanya itu sinergi juga dilakukan dengan Pemkot Surakarta.

Dirinya memanfaatkan fasilitas pembinaan dari Pemkot,  juga pembinaan - pembinaan hasil kerjasama dengan Pemerintah Pusat, termasuk Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Pasar Klewer Berusaha Tak Limbung

Pedagang Pasar Klewer Solo saat berjaga di stand miliknya, Jumat (25/6/2021). (Tribunnews.com/Garudea Prabawati)

Pagebluk Covid-19 memang menjadi tantangan banyak sektor, bukan hanya industri batik rumahan, namun juga bagi pasar tekstil terbesar di Surakarta.

Adalah Pasar Klewer, pasar yang eksis sejak sebelum kemerdekaan ini juga tak luput dari dampak pandemi Covid-19.

Pantauan Tribunnews di lapangan, Jumat (25/6/2021) suasana pasar masih aktif saat sore hari, sekira pukul 15.00 WIB.

Lipatan kain batik, piyama batik, kemeja resmi, bahkan aksesoris lainnya tersusun dan terpajang rapi.

Beberapa pembeli hilir mudik menenteng belanjaan mereka, ada yang menggunalan plastik, tote bag, bahkan koper.

Para pedagang beberapa tampak sibuk ‘otak-atik’ ponsel yang ada di tangan mereka.

“Mau tidak mau ya harus mau jualan maksimal lewat online,” ujar salah seorang pedagang, Nila (45), pemilik batik Nola Mulia Los B 20 Pasar Klewer, kepada Tribunnews, Jumat (25/6/2021).

Baca juga: Go Tik Swan di Google Doodle Hari Ini: Diperintah Soekarno untuk Membuat Batik Indonesia

Kepada Tribunnews dirinya menceritakan soal jerih payahnya agar tak limbung dihantam pandemi.

Omset? Nila menjawabnya dengan tegas, jelas merosot tajam.

Mereka mengalami sepi orderan akibat banyak warga memilih ‘mengencangkan ikat pinggangnya’.

“Penjualan turun drastis bahkan lebih dari 50 persen, biasanya orang kulakan barang, sekarang sepi, wisatawan pun sepi, kondisi ini memang membuat kompleks,” katanya.

Ia mengaku walaupun dihantam pagebluk corona pedagang Pasar Klewer tetap terus berusaha mempertahankan pasar.

Penjualan offline memang goyah, namun penjualan online kini harus ‘tancap gas’, pengakuannya.

Beberapa pembeli eceran dari luar kota pun kata Nila, lumayan memberikan kelegaan.

“Kondisi ini memang kompleks, harapannya pandemi segera berlalu, sehingga industri kreatif kembali eksis,” lanjutnya.

Tangan Dingin Pemkot Surakarta

Pedagang Pasar Klewer Solo saat berjaga di stand miliknya, Jumat (25/6/2021). (Tribunnews.com/Garudea Prabawati)

Pemkot Surakarta gigih berupaya menuntun Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) untuk Go Ekspor.

Satu di antara caranya yakni dengan memperkuat pemasaran digital.

Kasi Kreatif Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Surakarta, Ari Yeppi, Pemkot Surakarta mengatakan Pemkot Surakarta berkonsentrasi memfasilitasi akses pasar, akses modal, dan akses digitalisasi kepada pelaku industri kreatif.

Adapun masalah yang acap kali dihadapi para pelaku UMKM yakni managemen pasar, pembiayaan usaha, kemitraan usaha, baginya dapat diatasi dengan memaksimalkan jejaring e-commerce.

"Digitalisai dapat memperluas jangkauan pangsa pasar hal itu penting dilakukan setiap pelaku industri kreatif, terlebih saat pandemi Covid-19 seperti ini," ujar Yeppi kepada Tribunnews, (19/8/2021).

Seperti halnya pernyataan yang digaungkan oleh Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka, Solo harus ‘melompat’ lebih maju, hal ini termasuk dalam hal pengembangan ekonomi kreatif.

“Kami langsung menangkap kebijakan tersebut untuk tidak stagnan pada pasar offline namun harus memperkuat digitalisasi,” lanjutnya.

Memang, lanjut Yeppi dibutuhkan kemitraan yang strategis, antara pemerintah dengan para pelaku Industri kerajinan.

Baca juga: Selama Pandemi, Kemenkominfo Deteksi 1.857 Hoaks dengan 4 Ribuan Konten di Medsos

Program-program perluasan pasar pun sudah banyak dilakukan, termasuk berkoordinasi dengan pihak pendukung lainnya.

Hingga saat ini ada sekitar 5.000 UMKM, termasuk yang menjual produk batik yang memiliki toko ekspor digital secara aktif.

“Mereka ini tadinya belum melek digital, dan produk mereka di jual lewat reseller, namun setelah online mereka dapat mandiri menangkap pasar mereka, namun mereka tetap tidak menghilangkan reseller mereka, ini efektif sekali,” katanya.

Hal ini berarti ada potensi pasar baru dan terdapat ruang tumbuh bagi pedagang lokal yang memproduksi sendiri usahanya untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi sebagai faktor utama pengembangan ekspansi bisnis menuju ekspor.

Multiplier Effect

Produk-produk kreatif milik Batik Kalimataya Solo. (Istimewa)

Tak sampai di situ saja, lewat digital, membuat para pelaku industri kreatif ini saling bersinergi satu sama lain.

Hal ini lantaran, lanjut Yeppi, tidak semua UMKM berani memiliki akun di e-commerce sendiri.

“Banyak sebabnya di antaranya belum ada brand, hingga produksi masih terbatas, maka dari itu yang mereka butuhkan adalah sinergi, mereka tetap bisa menjual produk kreatif mereka lewat UMKM yang sudah punya akun e-commerce ekspor,” katanya.

Sementara itu fesyen batik di Solo masih mengalir ke pasar ekspor, dominasi pasarnya ke Amerika Serikat, Singapura, hingga Jerman.

Memang hingga saat ini kontribusi industri kreatif menjadi penunjang bagi perekonomian Surakarta.

“BPS menyampaikan bahwa sumbangan terbesar produk domestik regional bruto (PDRB) Solo selain dari sektor formal konstruksi, itu dari industri kreatif,” ujar Yeppi.

Potensi-potensi yang ada itulah yang menjadi pegangan Pemkot Surakarta terus mengembangan UMKM-UMKM lokal yang ada, menjadikan mereka melek digital.

Sehingga mereka tangguh serta inovatif menghadapi pandemi, era disrupsi, dan revolusi industri 4.0.

Gerakan UMKM Go Online

Produk batik Kalimataya Solo yang dipasarkan lewat e-commerce.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Republik Indonesia (RI) terus gencar mendorong pelaku UMKM ataupun pelaku industri kreatif untuk go online.

Sebelumnya Staf Khusus Menteri Kominfo R Niken Widiastuti mengatakan adanya program UMKM Go Online, Kominfo melakukan koordinasi dengan kementerian lembaga terkait serta komunitas UMKM ataupun di sentra-sentra industri kreatif.

“Kami melakukan pendampingan, sosialisasi, mendorong UMKM memanfaatkan marketplace yang tersedia untuk pemasaran produknya,” ujarnya dalam Webinar yang diselenggaran Kominfo dengan tajuk "Menyelamatkan UMKM Lewat Ekonomi Digital", Sabtu (14/8/2021).

Setidaknya terdapat tujuh alasan yang diuraikan Kominfo agar bisnis UMKM wajib go online.

Baca juga: Dorong Industri Game Lokal Mendunia, Kominfo Gandeng AGI Gelar IDGX 2021

Yakni untuk menjangkau pasar yang lebih luas, meminimalisir kehilangan market, pertumbuhan pengguna internet yang kian massif, UKM menjadi lebih profesional, biaya operasional lebih rendah, budget pemasaran bisa diatur sesuai kebutuhan, dan pertumbuhan lebih cepat.

Niken juga mengatakan, Kominfo menguraikan enam langkah wajib UMKM untuk go online.

Yakni dengan mendaftar alamat di Google Maps, membuat akun media sosial, membuat akun marketplace, mendaftarkan nama domain email dengan nama domain sendiri, lantas membuat website.

Memang tak dipungkiri, syarat utama para pelaku UMKM tersebut beralih digital, adalah dengan baiknya kualitas jaringan telekomunikasi seluler yang berada di berbagai wilayah pelosok negeri.

Staf Khusus Menkominfo R. Niken Widiastuti dalam Webinar yang diselenggaran Kominfo dengan tajuk "Menyelamatkan UMKM Lewat Ekonomi Digital", Sabtu (14/8/2021). ((Tangkap Layar YouTube Ditjen IKP Kominfo))

Percepatan transformasi digital pun juga tengah menjadi fokus Kominfo.

Niken mengatakan, sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terdapat lima langkah percepatan transformasi digital, yakni percepatan pembangunan infrastruktur digital.

“Sebelumnya Kominfo merencanakan untuk pembangunan infrastruktur akses internet targetnya adalah 10 tahun ke depan baru selesai, namun karena situasi pandemi bapak presiden meminta untuk mempercepat maksimal adalah 3 tahun," katanya.

Langkah lainnya yakni Kominfo membuat roadmap transformasi digital, percepatan pusat data nasional, peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) digital termasuk di dalamnya adalah pembinaan digital marketing, yang terakhir adalah terkait regulasi juga pendanaan.

Dan tujuan besarnya adalah akses internet harus bisa dinikmati dan dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat Indonesia, ujar Niken, termasuk dalam hal pengembangan ekonomi kreatif lokal.

(*)

(Tribunnews.com/Garudea Prabawati)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini