Apalagi mereka masih satu keluarga dan tinggal berdampingan.
Husnan hidup membujang tidak pernah menikah.
Dia tinggal di rumah itu bersama ibunya.
Baca juga: Anak Gugat Istri Siri Bapaknya Terkait Tanah Warisan di Mataram, Begini Kronologinya
Karena tidak memiliki anak dan istri, dia pun lebih banyak di dalam rumah dan kehidupannya sangat tertutup.
Sehari-hari dia bekerja sebagai tukang asah pisau untuk para jagal hewan potong di Lingkungan Gubuk Mamben.
Sang ibu sehari-hari bekerja sebagai pemulung.
Sementara korban Fitriah, bekerja sebagai pedagang nasi bungkus di lingkungan itu.
Menurut Husnan, selama bertahun-tahun dia memendam rasa sakit hati karena sering dihina orang-orang di lingkungannya, termasuk Fitriah.
”Eee...dia menghina saya, menyindir saya. Sering kali dia bilang saya kangkung, dia bilang saya ambon (ubi jalar), mungkin juga pernah bilang itu (mosot/tidak kawin sampai tua),” katanya.
Dia merasa sangat jengkel disebut kangkung atau sayuran kangkung yang punya sifat lembek, bahan dasar masakan khas pelecing kangkung.
Juga julukan ambon yang memiliki arti ubi jalar, bahan sayuran.
Kata-kata itu membuat Husnan jengkel dan merasa terhina.
”Penghinaan itu pak. Memang dia menghina (saya). Meletakkan sampah di depan rumah saya, kan menghina juga,” ujarnya.
Menurutnya, bukan sekali dua kali dia mendapat penghinaan dan buang sampah di depan rumahnya. Tapi sudah bertahun-tahun.
Baca juga: Ibu Tiri di Mataram Mencekoki Anaknya Narkoba dan Menyuplai Sabu untuk Dijual