TRIBUNNEWS.COM - Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jatim telah menerima 42 laporan terkait pinjaman online (pinjol) ilegal.
Seluruh laporan itu, semua korban mengalami intimidasi dari para juru tagih (debt collector) pinjol ilegal.
Laporan tersebut diterima Subdit V Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jatim.
Adapun rinciannya yakni satu laporan di tahun 2019, sejumlah 24 laporan tahun 2020, dan pada 2021 kurun waktu Januari hingga Juli, ada 17 laporan.
Baca juga: Aplikasi Pinjaman Online Masih Dijumpai di Play Store, Begini Respons Google
Baca juga: Kenali Ciri-ciri Pinjaman Online Ilegal, Begini Cara Melaporkannya
Menurut Wakil Direktur Ditreskrimsus Polda Jatim, AKBP Zulham Effendy, fenomena kejahatan siber yang mengeksploitasi data pribadi dalam format aplikasi penyedia layanan peminjaman uang atau pinjol, mulai bermunculan sejak tahun 2016 silam.
Kecanggihan perangkat ponsel seluler yang demikian pesat, diakui memang mempermudah beberapa aspek kehidupan masyarakat. Salah satunya adalah memudahkan dalam mengakses akselerasi keuangan atau perbankan, yang diakomodir dalam bentuk aplikasi pinjol atau Financial Technology (FinTech).
Di balik kemudahan tersebut diikuti ekses negatif yang dimanfaatkan oleh segelintir oknum demi meraup keuntungan, yakni menyediakan aplikasi pinjol ilegal. Sejumlah praktik curang, kerap dilakukan oleh pihak aplikator pinjol ilegal. Mulai seenaknya menetapkan besaran biaya bunga yang harus dikembalikan oleh klien atau debitur.
Kemudian melakukan upaya penagihan kepada para klien dengan cara-cara intimidatif. Seperti mengolok pribadi klien, dengan kata-kata kasar, umpatan dan melecehkan harkat martabat. Termasuk menyebarkan data pribadi klien kepada semua nomor kontak pertemanan yang tersimpan di ponsel klien (message blasting), dengan maksud mempermalukan pribadi klien agar segera melunasi semua biaya pinjaman beserta bunganya.
"Ini fenomena unik, makanya kami akan dalami," kata Zulham saat dihubungi, Minggu (17/10/2021).
Menurut mantan Kapolres Barito Timur (Bartim) Polda Kalimantan Tengah itu, banyak masyarakat terjerat tipu daya pinjol ilegal. Karena para korban sejak awal sudah tergiur kemudahan memperoleh pinjaman yang ditawarkan oleh pihak aplikator pinjol.
Apalagi persyaratan memperoleh pinjaman uang secara online yang ditawarkan pinjol ilegal itu terbilang mudah. Yakni cukup mengunggah sejumlah berkas kependudukan yang terbilang umum, sebagai data pribadi.
Seperti kartu tanda penduduk (KTP), kartu keluarga (KK), nomor kontak keluarga, dan alamat tempat tinggal atau lokasi kantor tempat bekerja
Padahal melalui serangkaian kemudahan itu, ternyata menjadi celah bagi pihak aplikator untuk melakukan eksploitasi terhadap para klien, debitur atau nasabahnya.
Entah dalam bentuk eksploitasi data pribadi guna mempermudah proses intimidasi saat melakukan penagihan. Atau memanfaatkan data pribadi itu untuk menghasut klien mengakses aplikasi pinjol lain, yang masih berjejaring dengan aplikator sebelumnya.
"Membuat mereka (masyarakat) cari jalan singkat. Melalui pinjol, yang itu ditawarkan secara perorangan atau suatu kelompok melalui medsos, atau WhatsApp (WA) pribadi," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan seluruh jajaran kepolisian untuk menindak tegas penyelenggara financial technology peer to peer lending atau pinjol ilegal yang merugikan masyarakat.
"Kejahatan pinjol ilegal sangat merugikan masyarakat sehingga diperlukan langkah penanganan khusus. Lakukan upaya pemberantasan dengan strategi Pre-emtif, Preventif maupun Represif," ujar Sigit melalui Vidcon di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (12/10/2021).
Kejahatan penipuan yang terjadi di industri pinjaman online (pinjol) menjadi perhatian Presiden Jokowi. Presiden menganggap, percepatan pertumbuhan industri pinjol di Indonesia diikuti oleh banyaknya tindak kejahatan berupa penipuan yang merugikan masyarakat.
"Saya mendengar masyarakat bawah yang tertipu dan terjerat bunga tinggi oleh pinjaman online (pinjol), yang ditekan dengan berbagai cara untuk mengembalikan pinjaman," kata Jokowi dalam gelaran pembukaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Virtual Innovation Day 2021, Senin (11/10/2021).
Kamis (14/10/2021) malam, anggota Ditreskrimsus Polda Jabar berhasil mengamankan 83 orang debt collector (DC), dua orang HRD, dan satu orang manager PT ITN perusahaan pinjol ilegal di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Perusahaan pinjol yang berkantor di ruko tiga lantai, Jalan Prof Herman Yohanes, Samirono, Kalurahan Caturtunggal, Depok, Sleman, DIY itu, diketahui menjalankan 23 aplikasi pinjol ilegal atau tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Polisi juga mengamankan 105 PC dan handphone dan beberapa barang yang diduga terkait dengan tindak pidana.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jabar, AKBP Roland Ronaldy, pengungkapan kasus tersebut bermula dari laporan seseorang debitur pinjol ilegal yang menjadi korban intimidasi para DC pinjol ilegal berinisial TM.
"Jadi, dari hasil device yang kita dapatkan, kita lihat di PC-nya juga, kita dapatkan adanya pengancaman ke beberapa nasabah. Sampai si korban ini ada yang masuk rumah sakit karena merasa terancam atau depresi. Ancamannya mengata-ngatai kemudian meminta dan memaksa untuk segera dilakukan pembayaran," ujar Roland, dikutip dari TribunJabar.id.
Penulis: Luhur Pambudi
Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul Ternyata Banyak Korban Pinjol Ilegal di Jatim, Sejak 2016 Ada 42 Laporan; Korban Kerap Diintimidasi