Laporan Wartawan Tribun Lampung Syamsir Alam
TRIBUNNEWS.COM, LAMPUNG - Nenek bernama Suzzani atau Mbah Suyan warga Dusun Mulyo Katon, Kampung Toto Katon, Kecamatan Punggur Lampung diketahui mahir berbahasa Prancis.
Mbah Suyan adalah warga Indonesia yang lahir di Kepulauan Pasifik, Kaledoni Baru.
Saat Tribunlampung.co.id, berkunjung ke rumahnya di Dusun Mulyo Katon, Kampung Toto Katon, Kecamatan Punggur, Minggu (31/10), Suzzani menyambut baik dengan mengucapkan selamat datang dalam bahasa Prancis.
Suzanni lantas menceritakan panjang sejarah latar belakang keluarganya.
Pada masa penjajahan Belanda, keluarganya dipekerjakan ke negara Kaledonia Baru di Kepulauan Pasifik.
"Sejarahnya dulu ayah bersama beberapa orang lainnya dipekerjakan ke Kaledonia (sekarang Kaledonia Baru).
Di sana ayah bekerja sebagai pekerja tambang dan menikah dengan ibu (orang asli Kaledonia)," kata Suzzani.
Baca juga: Eks Pejabat Lampung Tengah Beberkan Alur Pengurusan DAK lewat Tangan Kanan Azis Syamsuddin
Dari pernikahan sang ayah dengan perempuan Kaledonia, lahir enam anak dan Suzzani adalah anak keempat dari enam bersaudara yang lahir pada 9 November 1939.
Lahir dan tumbuh remaja di ibukota Kaledonia, Noumea, Suzzani didik dengan pendidikan orang-orang dari Prancis hingga setingkat kelas III SMP dan di situlah bahasa Prancis Suzzani didapatkan.
"Waktu masih di Kaledonia, sehari-harinya (ngobrol) dengan bahasa Prancis karena sekolah di sana pakai bahasa Prancis, ibu memang orang asli Kaledoni dan jarang sekali bicara pakai bahasa Indonesia," terangnya.
Setelah masa penjajahan selesai dan berita kemerdekaan Indonesia dari Belanda sampai ke Kaledonia, barulah Suzzani yang biasa dipanggil warga di Kampung Totokaton dengan panggilan Suyan, kembali lagi ke Indonesia pada tahun 1950 pulang dengan sang ayah dan ketiga saudaranya yang lain.
Setelah beberapa waktu menetap di Jakarta dan Surabaya bersama tiga saudaranya dan sang ayah akhirnya ditempatkan di Pulau Sumatera dengan tujuan Lampung dan akhirnya ditempatkan di Kampung Totokaton, Kecamatan Punggur.
"Kami sebagai Nyauli (bahasa Prancis untuk sebutan warga keturunan) saat itu ada beberapa kepala keluarga diberangkatkan ke Lampung pada tahun 1953, dan sebagian lagi ditempatkan di Pagar Alam (Sumatera Selatan)," terangnya.