"Jadi itu dikurangi hanya tiga suap. Itu pun gak ada lauknya, hanya nasi saja," lanjut YE.
YE mengungkapkan, dirinya menghuni Lapas Narkotika Kelas II A sejak 2017 dengan vonis hukuman 4 tahun 2 bulan penjara.
"Dari 2017 sampai menjelang 2020 itu tidak ada kekerasan. Setelah kalapasnya ganti itu mulai ada kekerasan," ungkapnya.
Saking seringnya mendapat perlakuan kekerasan, serta sel yang ditempatinya terlalu sempit, YE sempat mengalami kesulitan berjalan selama dua bulan.
"Kalau dua bulan saya ada gak bisa berjalan. Dipukul daerah kaki pernah. Kalau mukul ngawur tapi saya rasa karena sel kurang besar, karena kapasitas lima orang diisi 17 orang, tidurnya itu miring-miring gitu," jelas YE.
"Saya trauma waktu itu. Dengar suara petugas takut. Menatap wajahnya saja saya enggak berani," imbuhnya.
Para mantan WBP itu datang ke ORI DIY didampingi oleh aktivis HAM Anggara Adyaksa, yang menyampaikan bahwa sedikitnya ada 35 mantan WBP yang kini memberanikan diri untuk berbicara ke publik atas apa yang dialaminya semasa menjalani hukuman penjara.
"Yang sudah kami kumpulkan ada sekitar 35 orang. Mereka awalnya ketakutan untuk melapor, tetapi kami coba dampingi dan ke ORI DIY," katanya, saat ditemui di kantor ORI DIY, Senin (1/11/2021).
Anggara berharap cara-cara kekerasan di lingkungan lapas sebaiknya tidak diteruskan sebab ada cara yang lebih baik lagi untuk mengubah perilaku para warga binaan setelah dinyatakan bebas. . (hda)
Diolah dari artikel yang telah tayang di TribunJogja.com dengan judul Tiga Mantan Warga Binaan Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta Disumpah