TRIBUNNSWS.COM, SEMARANG - Menjelang akhir tahun sejumlah OPD di provinsi maupun kabupaten tancap gas untuk memaksimalkan serapan anggaran yang telah ditentukan dalam APBD 2021.
Makin tinggi realisasi anggaran atau serapannya maka bisa dibilang kinerja OPD tersebut makin bagus, manfaat bagi masyarakat.
Sebaliknya bila ada serapan kurang dari 50% Kepala Daerah akan mendorong OPD tersebut kejar target realisasi. Sebab bila anggaran tidak terserap secara maksimal maka akan menjadi Silpa.
Kemudian di tahun berikutnya rencana anggaran serupa (yang tidak terserap maksimal) belum tentu akan disetujui oleh DPRD.
Tribunjateng.com melakukan penelusuran atau penghimpunan data di beberapa kabupaten kota terkait serapan anggaran APBD 2021. Kota Semarang sebagaimana diungkapkan Wali Kota Hendrar Prihadi, serapan anggaran hingga Oktober kemarin masih kisaran 60%. Hendi optimis pada November ini bisa mencapai 90%.
Kabupaten Banyumas, serapan APBD hingga 20 November 2021 tercatat sudah mencapai 68,8%. Kabid Infrastruktur dan Pembangunan Setda Kabupaten Banyumas, Dedy Noerhasan mengatakan, dana serapan tersebut yang sudah dibelanjakan dan proyek yang dibayarkan.
Sedangkan APBD Kota Tegal belum terserap secara maksimal. Data dari Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Kota Tegal, per 19 November 2021, realisasi penyerapan anggaran kegiatan baru di angka 53,46 persen. Dari total anggaran sebesar Rp 1,24 triliun, yang sudah terserap sebesar Rp 714,6 miliar.
Sekda Kota Tegal, Johardi mengatakan, angka persentase serapan tersebut harus menjadi penyemangat untuk semua OPD.
Kabupaten Pati termasuk tinggi serapannya. Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pati, Sukardi menyebut, hingga 18 November 2021, realisasi belanja daerah Pemkab Pati sudah mencapai 76,3%. Dari total anggaran belanja sebesar Rp 2,79 triliun, telah terealisasi Rp 2,13 triliun.
Bahkan untuk pos pendapatan, sudah terealisasi 84,91 persen. Dari anggaran pendapatan 2021 Rp 2,69 triliun sudah terealisasi Rp 2,28 triliun.
Serapan anggaran di Kabupaten Batang juga belum maksimal. Sekretaris Daerah Batang, Lany Dwi Rejeki menyampaikan per 31 Oktober 2021 realisasi belanja daerah Kabupaten Batang TA 2021 mencapai 53,59 persen. Itu semua total realisasi belanja baik fisik maupun non fisik, dari total anggaran perubahan Rp 1,924 Triliun dan realisasinya sudah Rp 1,031 triliun.
Kabupaten Kendal juga belum maksimal. Bupati Kendal, Dico M Ganinduto menyebut serapan anggaran belanja daerah baru Rp 1,5 triliun atau 62 persen dari total pagu Rp 2,4 triliun. Anggaran belanja daerah untuk kegiatan non-fisik terserap 62,34 persen, sementara kegiatan fisik terserap 48 persen.
Batas defisit
Menurut keterangan Menteri Keuangan Sri Mulyani, dari 34 provinsi di Indonesia, hanya Provinsi Jawa Tengah saja yang realisasi belanja lebih tinggi dibandingkan realisasi pendapatan di tahun 2021. Artinya ada defisit anggaran di APBD 2021 hingga triwulan IV.
Meski begitu, Provinsi Jawa Tengah dan beberapa provinsi lain mendapatkan batas maksimal defisit yang diperbolehkan oleh pemerintah. Batas defisit yang diperbolehkan yakni 5,8 persen, dan berlaku pula untuk provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, serta Jawa Timur.
Menurut data Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD tahun anggaran 2021 yang dikeluarkan oleh BPKAD, Dinas Kesehatan yang paling banyak mengalami defisit sebesar Rp 432,8 miliar.
Namun ketika dikonfirmasi, Kepala Dinas Kesehatan Yulianto Prabowo meminta statement satu pintu saja kepada Sekda maupun BPKAD.
Sedangkan SKPD lainnya yang mengalami defisit anggaran yakni Badan Penghubung Rp 24,3 miliar, Badan Kepegawaian Daerah Rp 105,5 miliar, Badan Perencanaan, Pembangunan, dan Pengembangan Daerah RP 54,6 miliar, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah RP 109,2 miliar, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Rp 57,2 miliar,
Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Rp 37,5 miliar, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Rp 92,3 miliar, Dinas Kelautan dan Perikanan Rp 157 miliar, Dinas Lingkungan Hidup Rp 223,9 miliar, Dinas Koperasi dan UMKM Rp 139 miliar, Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata Rp 323,8 miliar,
RSJD Surakarta Rp 105,2 miliar, RSUD Kelet Donorejo Rp 64 miliar, RSUD Margono Soekarjo Rp 129,4 miliar, RSUD Moewardi Rp 200,2 miliar, RSUD Tugurejo Rp 132,3 miliar, Satpol PP Rp 25,8 miliar, Sekretariat DPRD Rp 358,4 miliar, dan Sekretariat Daerah Rp 611,7 miliar.
Adapun Badan Pengelola Pendapatan Daerah mengalami surplus sebesar Rp 12,4 triliun. Angka tersebut didapatkan dari Pajak Daerah Rp 12.656.260.599.000, Retribusi Daerah Rp 4.037.249.000, dan lain-lain PAD yang sah Rp 106.786.000.000. Sedangkan Belanja Daerah untuk SKPD ini hanya Rp 331,3 miliar.
APBD Perubahan
September lalu, Gubernur Jawa Tengah dan DPRD Jawa Tengah sudah melakukan rapat paripurna guna menyetujui Rancangan Perda Perubahan APBD 2021 menjadi Perda.
Maka, Perubahan APBD tahun anggaran 2021 ditemukan angka pendapatan daerah sebesar Rp 26,7 triliun dan belanja daerah Rp 27,44 triliun. Ada defisit anggaran sebesar Rp 646,3 miliar.
Ketika dihubungi tim Tribun Jateng, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan target pendapatan pada perubahan anggaran APBD 2021 sebesar Rp 26,798 triliun. Angka tersebut turun sebesar Rp 42,52 miliar dari APBD induk.
"Itu disebabkan karena adanya penurunan alokasi dana transfer dari pemerintah pusat," kata Gubernur Ganjar.
Defisit anggaran yang terjadi di Provinsi Jawa Tengah diakui oleh Ganjar, karena belanja prioritas didanai dari pembiayaan yang berasal dari SiLPA tahun sebelumnya. Berdasarkan hasil audit BPK, ada SiLPA 2020 sebesar Rp 861,34 miliar.
"Itu juga hasil dari refocusing dan realokasi anggaran, sehingga menghasilkan SiLPA sebesar Rp 861,34 miliar. Adapun belanja prioritas di tahun 2021 ini yang saya maksud adalah pemenuhan alokasi 8 persen DAU pada Dinas Kesehatan untuk penanganan Covid-19. Dukungan vaksinasi dan pemberian insentif bagi tenaga kesehatan sebesar Rp 283,72 miliar," terangnya.
Dijelaskan oleh Ganjar, belanja prioritas yang dilakukan selama 2021 juga termasuk penambahan alokasi pada rumah sakit dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sebesar Rp 437,71 miliar.
Selain itu, ada pula pemenuhan kewajiban bagi hasil pajak kepada kabupaten/kota, dalam rangka meningkatkan likuiditas keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota sebesar Rp 586,11 miliar.
"Kami juga mempertahankan alokasi bantuan keuangan untuk pembangunan sarana dan prasarana, kepada pemerintah desa dalam rangka menggerakkan roda perekonomian secara masif dari tingkatan pemerintahan terbawah. Meskipun di masa pandemi seperti ini fokus pemulihan kesehatan menjadi yang utama," tutupnya.(afn/eyf/fba/mzk/sam/jti/din)
Baca juga: Kalau korban Tak Melapor Kami Akan Terus Memelihara Predator-Predator di Kampus.