TRIBUNNEWS.COM - Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas bakal mencabut izin pesantren dan sekolah asrama yang terbukti melakukan pelanggaran asusila.
Langkah Menag ini merupakan buntut dari kasus guru pesantren di Bandung yang merudapaksa 12 santriwati.
Sementara itu, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut mengungkapkan data terbaru mengenai jumlah korban.
Berdasarkan data P2TP2A, jumlah terbaru korban rudapaksa guru pesantren bernama Herry Wirawan itu berjumlah 21 santriwati.
Baca juga: Siswa SD di Cilacap Jadi Korban Pelecehan, Pelakunya Guru Agama, Aksi Bejatnya Dilakukan di Kelas
Baca juga: HNW Desak Guru Pemerkosa 12 Santriwati Dihukum Terberat
Menanggapi kasus tersebut, Yaqut menyampaikan, kekerasan seksual merupakan masalah bersama yang harus disikapi secara tegas.
Kementerian Agama pun tak segan mencabut izin pesantren dan sekolah asrama keagamaan yang terbukti terlibat kekerasan seksual.
"Semua yang melakukan pelanggaran terutama asusila yang pasti itu dilarang oleh agama, itu (izinnya) kita cabut," ujarnya, dikutip dari YouTube Kompas TV, Sabtu (11/12/2021).
Menag mengungkapkan, pihaknya tengah melakukan investigasi di seluruh sekolah keagamaan demi menghindari adanya kasus serupa.
Jajaran Kemenag pun diturunkan untuk melakukan investigasi.
"Ya kita investigasi, kita sedang cari semua ini."
"Karena begini yang kita khawatirkan apa, ini adalah puncak gunung es."
"Kita sedang investigasi turunkan tim untuk melihat semua," kata dia.
"Semua jajaran Kemenag kita minta turun melakukan investigasi di daerah masing-masing."
"Jadi, kalau ada hal serupa kita akan lakukan mitigasi segera," terang Yaqut Cholil Qoumas.
Baca juga: Rektor Untar: Potensi Perguruan Tinggi Harus Dikenal oleh Publik
Baca juga: Jumlah Terbaru Korban Guru Agama Herry Wirawan Berjumlah 21 Santri
Izin Operasional Pesantren Tempat Herry Mengajar Dicabut
Diberitakan TribunJabar.id, Kementerian Agama Kota Bandung mengambil langkah strategis untuk menangani kasus rudapaksa yang terjadi di sebuah pondok pesantren di Kota Bandung.
Kemenag RI juga telah mencabut izin pondok pesantren tersebut.
Kepala Kemenag Kota Bandung, Tedi Ahmad Junaedi, mengatakan sejak kasus ini terkuak Juni lalu, pihaknya langsung berkoordinasi dengan Kantor Wilayah Kemenag Jawa Barat untuk meninjau ulang operasional lembaga pendidikan itu.
Baca juga: Dunia Serasa Kiamat, Hati Orangtua Korban Rudapaksa Guru Pesantren Hancur Saat Disodori Bayi 4 Bulan
Baca juga: Orangtua Santriwati Korban Rudapaksa Guru Pesantren Jatuh Sakit Saat Tahu Anaknya Hamil
Tedi menjelaskan, Pendidikan Kesetaraan Pondok Pesantren Salafiyah (PKPPS) yang diselenggarakan oleh yayasan pondok pesantren tersebut hanya mendapatkan izin untuk di Antapani.
Sedangkan, pesantren yang berlokasi di Cibiru berdiri tanpa izin Kemenag.
"Ketika lokasinya berbeda harus ada izin terpisah, yaitu izin cabang."
"Pelaku belum urus izin cabang di Cibiru, yang katanya boarding school."
"Sebelumnya kita tidak mengetahui pendirian cabang di Cibiru," ujarnya, Kamis (9/12/2021).
Baca juga: Selain Pidana, KPAI Desak Guru Pesantren yang Rudapaksa 12 Santri Diberi Hukuman Kebiri
Baca juga: Oknum Guru Agama di Cilacap Cabuli 15 Siswi SD, Janjikan Korban akan Diberi Nilai Bagus
Diketahui, Herry Wirawan melakukan aksi bejatnya dari tahun 2016-2021.
Pelaku melakukan aksinya tersebut di beberapa tempat.
Delapan santriwati yang menjadi korban telah melahirkan sembilan bayi.
Rata-rata korban berusia 13 hingga 15 tahun.
(Tribunnews.com/Nuryanti, TribunJabar.id/Tiah SM)