TRIBUNNEWS.COM - Melati (bukan nama sebenarnya), orang tua salah satu santriwati yang belajar di tempat Herry Wirawan (36) ikut buka suara mengenai aktivitas anaknya di sana.
Anak Melati bukan merupakan korban pemerkosaan Herry.
Tetapi, Melati menimba ilmu di yayasan pendidikan milik Herry selama tiga tahun.
Awalnya, saat ditanya mengenai kegiatan selama bersekolah di sana, anak Melati mengaku baik-baik saja.
"Dia pernah cerita, gimana disana sekolahnya, katanya gak ada apa-apa, aman-aman aja."
"Ditanya pengajarnya siapa, katanya ada guru yang datang ke rumah belajar, terus pulang lagi."
"Setahu saya dia bilang, belajar mah belajar dia," kata Melati, dikutip dari tayangan Youtube tvOne, Rabu (15/12/2021).
Namun setelah kasus pemerkosaan yang dilakukan Herry mencuat ke publik, aktivitas sang anak saat berada di sana mulai terungkap.
Rupanya, Melati baru mengetahui jika anaknya tidak belajar.
Tetapi justru disuruh melakukan pekerjaan rumah tangga seperti mengurus bayi, mencuci pakaian, hingga memasak.
Bahkan, anak Melati awalnya tidak tahu siapa bayi yang diurusnya karena disebut anak yatim piatu.
"Karena sekarang sudah tahu semua dia bilang, disana enggak belajar, tapi mengurus bayi."
"Katanya gitu, disuruh cuci baju lah, setrika lah sampai masak."
"Waktu itu dia engga tahu bayi siapa, taunya anak yatim piatu," ungkap Melati.
Bahkan, anak Melati yang berusia 12 tahun pun tidak hanya disuruh melakukan pekerjaan rumah tangga saja.
Melati menyebut jika anaknya juga disuruh menjadi tukang.
"Kan dia buka cabang (sekolah, red) lagi di Cibiru, ya suruh ngaduk, suruh ngangkat-ngangkat kaya tukang lah."
"Jadi anak santri semua yang dipekerjakan disitu, termasuk anak saya," jelasnya.
Tempat Herry Wirawan Bukan Pondok Pesantren
Madani Boarding School milik Herry Wirawan yang di Cibiru, Kota Bandung, Jawa Barat disebut bukan lah pondok pesantren.
Sekolah tersebut dianggap tidak memenuhi syarat menjadi pondok pesantren.
Wakil Gubernur Jawa Barat UU Ruzhanul Ulum menegaskan terdapat perbedaan yang signifikan antara pondok pesantren dengan boarding school.
Di antaranya, dalam proses belajar mengajar di pondok pesantren, harus memuat kurikulum kitab kuning.
Di boarding school hal tersebut tidak ada, dan hanya sekolah berasrama.
"Ini harus diklarifikasi bahwa pondok pesantren dan boarding school itu berbeda. Boarding school itu sekolah berasrama, meskipun sama-sama belajar agama, tapi tidak membahas kitab kuning yang menjadi hal wajib dari setiap pondok pesantren," ujarnya Selasa (14/12/2021).
Selain itu, lanjutnya, dalam proses belajar mengajar di pesantren, seorang santri harus belajar minimal 12 fan ilmu atau bidang keilmuan, yakni Shorof, Bayan, Ma'ani, Nahwu, Qofiyah, Syi'ir, Arudl, Isytiqoq, Khot, Insyaau, Munadhoroh, Lughot, disamping Tauhid, Fiqih, Tasawuf, Tafsir, Quran, dan Hadits.
Baca juga: Cegah Kekerasan, Kemen PPPA Susun Pedoman Pesantren Ramah Anak
Ia pun menjelaskan, di dalam pondok pesantren harus ada kiai dan beberapa syarat baku lainnya yang diatur dalam Undang-undang Pondok Pesantren.
Dalam kesempatan tersebut, Uu juga mengimbau kepada masyarakat tidak terbawa hal-hal negatif akibat adanya kasus santri yang menjadi korban pelecehan seksual.
Bahkan, para orangtua untuk tidak takut untuk mengamanahkan pendidikan anak-anaknya ke pondok pesantren.
"Saya minta dan mohon kepada orangtua untuk tidak terbawa image-image yang terus 'digoreng' agar seolah-olah pesantren di-image-kan negatif dan lainnya. "
"Orangtua yang sudah dan yang akan memasukkan anaknya di pesantren juga jangan takut, insyaallah pondok pesantren di Jabar yang berjumlah 1.500, dengan jumlah santri sekitar 4,8 juta aman terkendali," ucapnya.
Sekretaris MUI Kota Bandung, Asep Ahmad Fathurrohman, mengatakan, dampak kasus tersebut membuat citra pondok pesantren dirugikan.
Sebab, berdasarkan informasi yang beredar dan dalam berbagai artikel pemberitaan, disebutkan bahwa lembaga pendidikan keagamaan yang dimiliki dan dikelola oleh pelaku tindak pidana kekerasan seksual Herry Wirawan adalah pondok pesantren.
Baca juga: Singgung Kasus Rudapaksa di Pesantren, Komnas Perempuan Berharap RUU TPKS Segara Disahkan
Padahal, Madani Boarding School, Pondok Tahfiz Al-Ikhlas, dan Yayasan Manarul Huda bukan pondok pesantren.
"Ini harus diklarifikasi, dampak pemberitaan yang menyebutkan tempat-tempat itu adalah pesantren adalah tidak benar, dan terus terang yang dirugikan dari kasus ini adalah citra pondok-pondok pesantren di masyarakat."
"Padahal kita tahu bahwa di papan plang tempat itu bukan atau tidak menginformasikan sebagai pesantren."
"Jadi, hal itu telah menimbulkan keragu-raguan orangtua untuk mengamanahkan pendidikan anak-anaknya ke pesantren," ujar Asep saat dihubungi melalui telepon, Selasa (14/12/2021).
Asep pun memahami bahwa tingkat literasi masyarakat masih belum bagus sehingga keliru dalam mempersepsikan sesuatu, termasuk dalam hal kasus ini.
Padahal, kata Asep, pendirian sebuah pondok pesantren tidak semudah yang dibayangkan, terlebih dengan adanya Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019 yang telah menjabarkan syarat dan ketentuan aturan yang wajib dimiliki setiap pondok pesantren.
"Pendirian sebuah pondok pesantren itu tidak sembarang, dan telah diatur dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019."
"Di dalamnya terdapat sejumlah syarat pendirian pondok pesantren, di antaranya harus memiliki kiai, santri, asrama, masjid, dan terdapat kurikulum kitab kuning dalam proses pembelajarannya," katanya.
Baca juga: Soal Guru Pesantren Rudapaksa 12 Santri, Waketum MUI Anwar Abbas: Terkutuk dan Biadab
Sebelumnya, keterangan terkait lembaga pendidikan keagamaan yang dimiliki dan dikelola oleh pelaku tindak pidana kekerasan seksual Herry Wirawan bukan merupakan pondok pesantren pun ditegaskan oleh Kepala Kemenag Kota Bandung, Tedi Ahmad Junedi.
Menurutnya, Madani Boarding School di Cibiru, Kota Bandung, merupakan sekolah asrama yang serupa serupa dengan rumah tahfiz atau bukan sekolah formal.
Tempat itu pun tidak mengantongi izin dari Kemenag.
"Izin operasional Madani Boarding School untuk pesantren tidak ada, tetapi dia nginduk ke Pesantren Manarul Huda yang di Antapani."
"Jadi secara personal, izinnya tidak ada, itu semacam rumah tahfiz," ujarnya Kamis (9/12/2021).
Baca juga: Pesantren Bina Insan Mulia, Pesantren Cetak Ulama dan Cendekiawan
Kesimpulan tersebut, kata Tedi, berdasarkan hasil pantauan lapangan timnya ke Madani Boarding School.
Bahkan, dalam papan nama sekolah ini tertulis 'Yayasan Pendidikan dan Sosial Manarul Huda, MADANI BOARDING SCHOOL' dan mengantongi izin dari Kemenkumham RI. 'Akta Notaris: Kusnadi MH, SK Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia RI Nomor: AHU-0001410.AH.01.04 Tahun 2016'
Tedi pun menegaskan, Kemenag Kota Bandung tidak pernah memberikan bantuan apapun untuk pesantren ini.
"Menurut informasi di lapangan memang gratis, (dananya) mungkin dari bantuan lain. Kalau dari Kemenag, enggak ada," katanya.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Wagub Jabar dan MUI Kota Bandung Tegaskan Madani Boarding School bukan Pondok Pesantren, Tapi Ini
(Tribunnews.com/Maliana, TribunJabar.id/Cipta Permana)