TRIBUNNEWS.COM - Satu di antara korban rudapaksa Herry Wirawan (36) ternyata masih memiliki hubungan kerabat dengan pelaku.
Seperti diketahui, Herry adalah tersangka kasus rudapaksa terhadap belasan santriwati di Cibiru, Kota Bandung, Jawa Barat.
Fakta mengenai korban Herry yang masih memiliki hubungan saudara itu terungkap dalam sidang kesepuluh di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (28/12/2021).
Hal ini disampaikan Kasipenkum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Dodi Gazali Emil.
"Ya itulah posisinya, bahwa salah satu korban itu adalah kerabatnya HW."
Baca juga: Korban Rudapaksa Anak Pengasuh Pondok Pesantren di Jombang: Kok Polisi Nggak Maju-maju?
Baca juga: Kronologi ABG Bandung Diduga Dirudapaksa 20 Laki-laki Lalu Dijual di MiChat, Awalnya Kenalan di FB
"Itu keterangan keluarganya, kerabat jauh lah," terang Dodi usai persidangan, dikutip dari TribunJabar.
Hal serupa juga dikatakan Dewan Pembina Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Bima Sena.
Bima mengungkapkan korban Herry yang masih memiliki hubungan kerabat itu adalah sepupu sang istri.
"Ya, satu kerabat dengan istrinya. Jadi sepupu. Nanti dicek kepada istrinya," katanya.
Diketahui, dalam sidang yang digelar Selasa, dokter kandungan, bidan, serta orang tua, ipar, dan kakak Herry hadir sebagai saksi.
Mengutip TribunJabar, orang tua, kakak, dan ipar Herry dihadirkan sebagai saksi lantaran nama mereka tercatat dalam kepengurusan Yayasan Pendidikan dan Sosial Manurul Huda yang dikelola Herry.
Namun ternyata, nama orang tua, kakak, dan ipar Herry dicantumkan tanpa izin.
"Orang tuanya satu, dua orang kakak, dan satu orang ipar menceritakan posisi tentang kepengurusan Yayasan, dari mereka gak tahu tentang pengurusan yayasan tersebut," terang Dodi.
"(HW) nggak bilang, cuman keluarganya di masukkan dalam pengurusan yayasan tersebut."
"Orang tuanya selaku pembina dan kakaknya selaku pengurus dan ada iparnya juga," imbuhnya.
Keluarga Herry baru mengetahui nama mereka tercantum sebagai pengurus yayasan setelah kasus rudapaksa santriwati ini viral.
Baca juga: 3 Pelaku yang Terlibat Kasus Penculikan dan Rudapaksa Gadis Berusia 14 Tahun di Bandung Ditangkap
Baca juga: Kakek Tega Rudapaksa Cucunya Usia 3 Tahun, Terungkap saat Korban Mengeluh Sakit di Kemaluan
Doktrin Herry Wirawan pada Korban
Anggota Komisi III DPR RI, Dedi Mulyadi, membeberkan doktrin yang diberikan Herry Wirawan pada korbannya.
Ia mengungkapkan, Herry mendoktrin para korban agar lebih takut pada dirinya dibanding orang tua.
Hal ini disampaikan Dedi saat membeberkan awal mula kronologi kasus rudapaksa yang dilakukan Herry terungkap.
"Korban didoktrin untuk lebih takut pada guru daripada orang tuanya."
"Awalnya tidak mengaku (jadi korban rudapaksa), namun setelah didesak akhirnya mengaku," kata Dedi kepada Kompas.com via sambungan telepon WhatsApp, Minggu (12/12/2021).
Menurut Dedi, kasus rudapaksa yang dilakukan Herry terungkap saat ada paman dari satu di antara korban mengirimkan putrinya, sebut saja A, ke pesantren milik Herry di kawasan Antapani, Kota Bandung.
Namun, A merasa curiga pada teman-temannya, terutama sepupunya, yang sudah lama menjadi santriwati di pesantren tersebut.
A kemudian melapor pada sang ayah agar mengecek kondisi sepupunya.
Laporan tersebut kemudian diteruskan ayah A pada orang tua si santriwati.
Baca juga: Tak Pulang 3 Hari, Siswi SMA di Karawang Dirudapaksa Teman yang Dikenalnya Lewat Facebook
Baca juga: Siswi SMA di Karawang Jadi Korban Rudapaksa Laki-laki yang Dikenal dari Media Sosial
Lalu, di bulan Mei, seorang korban pulang dan diinterogasi orang tuanya.
Awalnya, ia tak mengaku tengah hamil karena merasa takut.
Tetapi, setelah itu korban berterus terang dirinya telah dirudapaksa Herry Wirawan hingga hamil.
Kemudian, kata Dedi, orang tua korban membuat laporan ke Polda Jawa Barat.
Namun, ketika itu pelaku masih sempat menelepon korban agar segera kembali ke pesantren.
"Saat membuat laporan itu, pelaku masih menelepon korban agar segera pulang. Bahkan pelaku mengirimkan mobil untuk menjemput korban," jelas Dedi.
Lebih lanjut, Dedi mengungkapkan cara Herry menggaet santriwati.
Menurutnya, Herry sengaja mencari santriwati dari kampung pedalaman di Garut lantaran dianggap lugu.
Para korban diketahui kebanyakan berasal dari Garut selatan, seperti tempat asal Herry.
Baca juga: 2 Pelaku Rudapaksa di Muba Diringkus Polisi, Modus Beri Kerupuk hingga Ajak Kenalan di Facebook
Baca juga: Remaja di Aceh Rudapaksa Pacarnya Berulang Kali, Korban Dianiaya Jika Tak Menuruti Keinginan Pelaku
Dikutip dari KompasTV, Dedi mengatakan perjalanan menuju rumah korban sangat jauh dan hanya bisa diakses menggunakan motor.
Selain itu, kondisi jalan pun tidak begitu bagus.
"Dari kota di Garut selatan saja menuju kampung mereka memakan waktu 7 jam," kata Dedi.
Diketahui, pada Sabtu (11/12/2021) malam, Dedi menengok para santriwati korban rudapaksa di kediaman mereka di kawasan Garut Selatan.
Menurut Dedi, para korban saat ini sudah dalam keadaan baik-baik saja dan bisa menjalani kehidupan normal.
Kendati demikian, masih ada di antara para korban yang masih trauma.
"Tapi, rata-rata mereka (para korban) sudah mulai membaik. Mereka ingin kembali lagi ke sekolah," tandasnya.
Eksploitasi Santri
Herry Wirawan ternyata tak hanya merudapaksa belasan santriwatinya.
Ia juga mengeksploitasi para korban demi keuntungannya.
Diketahui, Herry merupakan pengurus Pondok Pesantren Madani Boarding School di Cibiru.
Menurut Sekretaris RT setempat, Agus Tatang, para santriwati dipekerjakan sebagai kuli bangunan selama proses pembangunan pesantren tersebut.
"Kalau ada proses pembangunan di sana, santriwati yang disuruh kerja, ada yang ngecat, ada yang nembok, yang harusnya mah laden-nya (buruh kasar) dikerjain sama laki-laki."
"Tapi, di sana mah perempuan semua, enggak ada laki-lakinya," ungkap Agus saat ditemui TribunJabar, Jumat (10/12/2021).
Fakta serupa juga disampaikan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Livia Istania DF Iskandar.
Mengutip Kompas.com, Livia mengungkapkan Herry mengambil dana Program Indonesia Pintar (PIP) yang seharusnya menjadi hak korban.
"Dana Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku."
"Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunaannya tidak jelas, serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," bebernya, Kamis (9/12/2021).
Parahnya, kata Livia, Herry juga memanfaatkan bayi-bayi korban untuk meminta dana bantuan pada sejumlah pihak.
Bayi-bayi malang yang dilahirkan para korban, oleh Herry diakui sebagai anak yatim piatu.
Karena itu, Livia mendorong Polda Jawa Barat untuk mengusut dugaan eksploitasi ekonomi yang dilakukan Herry.
"LPSK mendorong Polda Jabar juga dapat mengungkapkan dugaan penyalahgunaan, seperti eksploitasi ekonomi serta kejelasan perihal aliran dana yang dilakukan oleh pelaku dapat di proses lebih lanjut," tambahnya.
Dihubungi terpisah, kuasa hukum korban, Yudi Kurnia, mengatakan para santriwati tak 100 persen belajar di pesantren yang dikelola Herry.
Mereka mengaku selama ini dijadikan mesin uang oleh Herry.
Setiap harinya, Herry menyuruh para santriwati membuat proposal untuk menggaet donatur agar mau berdonasi untuk pesantren mereka.
Menurut Yudi, tugas membuat proposal tersebut dibagi di antara santriwati.
Ada yang bertugas mengetik dan membereskan proposal untuk menggalang dana.
"Belajarnya tidak full 100 persen, menurut keterangan korban, dia sebetulnya setiap harinya bukan belajar. Mereka itu setiap hari disuruh bikin proposal."
"Ada yang bagian ngetik, ada yang bagian beres-beres proposal galang dana," terang Yudi, Jumat, dikutip dari TribunJabar.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, TribunJabar/Nazmi Abdurrahman/Cipta Permana/Sidqi Al Ghifari, Kompas.com/Agie Permadi/Farid Assifa, KompasTV/Hedi Basri)