News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Berita Viral

Ramai Tagar #SriSultanYogyaDaruratKlitih dan #YogyaTidakAman, Apa Sebenarnya Itu Klitih?

Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Daryono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Klitih - Apa itu sebenarnya klitih? Kata klitih baru-baru ini ramai dibicarakan warganet di media sosial Twitter hingga tagar #SriSultanYogyaDaruratKlitih dan #YogyaTidakAman viral.

TRIBUNNEWS.COM - Di media sosial Twitter tengah ramai tagar #SriSultanYogyaDaruratKlitih dan #YogyaTidakAman karena adanya fenomena klitih.

Kedua tagar tersebut ramai dibicarakan oleh warganet dikarenakan adanya aksi kejahatan jalanan atau klitih di Yogyakarta.

Lantas, apa itu sebenarnya klitih?

Diberitakan TribunnewsWiki.com pada 30 Januari 2020 lalu, terdapat pengakuan remaja pelaku aksi klitih yang terjadi di Yogyakarta pada saat itu.

Baca juga: Marak Aksi Klitih di Yogyakarta hingga Tagar #JogjaTidakAman Jadi Trending di Twitter

Baca juga: 17 Kasus Klitih Terjadi di Kota Yogyakarta Sepanjang Januari 2021 hingga Hari Ini 

Menurut pengakuan remaja tersebut, aksi klitih ini tidak ada motif lain selain untuk bersenang-senang.

Kepala Lembaga Permasyarakat Khusus Anak (LPKA) Yogyakarta, Teguh Suroso mengungkapkan, ada dua tipe klitih yang sering dilakukan di Yogyakarta.

Pertama adalah individu, yang kedua adalah kelompok.

Mereka rata-rata berusia SMA.

"Individu itu biasanya hanya berdua dan yang kami tangani terpengaruh minuman keras, kalau kelompok seperti yang terjadi di Karangkajen itu mereka suporter futsal bertemu di jalan dan terjadi gesekan," ucap Teguh

"Pelaku klitih ini memang berbeda jika dibandingkan dengan kejahatan-kejahatan di tempat lain yang membawa senjata api yang ingin merampok, di sini tidak," lanjutnya.

Baca juga: Polisi: Keributan di Jalan Kaliurang Sabtu Dini Hari Bukan Klitih, Hanya Tawuran Remaja 

Baca juga: Pelaku Klitih Masuk Yogya Bakal Ditembak

Diakuinya, penyesalan yang dilakukan anak-anak ini sudah terjadi setelah mereka melukai korbannya.

Ia mencontohkan satu di antara pelaku pembacokan, setelah melakukan aksinya pelaku langsung memijit orang tua.

"Ada satu orang yang setelah melakukan pembacokan langsung pulang dan memijat orangtua karena merasa bersalah."

"Esok paginya, dia dijemput polisi," kata Teguh.

Sementara itu, dikutip dari Kompas.com, klitih pertama kali marak sekitar tahun 2016 silam.

Pada saat itu, tercatat ada 43 kasus kekerasan yang melibatkan remaja.

Baca juga: Diteriaki Klitih, 2 Pria Ini Dikejar Sekelompok Orang Tak Dikenal lalu Dikeroyok, 1 Orang Meninggal

Baca juga: Dulunya Pelaku Klitih Hanya Serang Sekolah, Kini Dipakai untuk Tindak Kriminal

Jika dihitung perbulannya, rata-rata polisi telah menangani 3 kasus klitih.

Sementara itu, dikutip dari pemberitaan Kompas.com pada 14 Januari 2021, kata klitih adalah bentuk kata ulang, yaitu klitah-klitih yang bermakna jalan bolak-balik agak kebingungan.

Hal itu merujuk pada Kamus Bahasa Jawa SA Mangunsuwito, seperti diberitakan di Harian Kompas, 18 Desember 2016.

Pranowo pakar bahasa Jawa sekaligus Guru Besar Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta menjelaskan bahwa klithah-klithih masuk kategori dwilingga salin suara atau kata ulang berubah bunyi seperti pontang-panting dan mondar-mandir.

Namun ia mengartikan klithah-klithih sebagai keluyuran yang tak jelas arah.

Baca juga: Seorang Pria jadi Korban Klitih, Berulang Kali Kena Sabetan Sajam, Dikejar saat Melarikan Diri

Baca juga: Baru Pulang Kerja Pagi Buta, Agung Jadi Korban Klitih di Flyover Jombor

"Dulu, kata klithah-klithih sama sekali tidak ada unsur negatif, tapi sekarang dipakai untuk menunjuk aksi-aksi kekerasan dan kriminalitas."

"Katanya pun hanya dipakai sebagian, menjadi klithih atau nglithih yang maknanya cenderung negatif," kata Pranowo.

Sri Sultan Angkat Bicara

Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X (Tribunjogya.com/Yuwantoro Winduajie)

Dengan trendingnya tagar #SriSultanYogyaDaruratKlitih dan #YogyaTidakAman, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X angkat bicara.

Sri Sultan mengatakan, aksi klitih sudah coba ditangani, namun kondisi anak-anak zaman sekarang berbeda dengan kondisi di zaman dahulu.

"Anak-anak itu beda, dan mungkin pendidikan atau pengawasan kondisinya dulu sama sekarang itu ya beda. Jadi mungkin itu yang perlu kita perhatikan," ucapnya di Yogyakarta, dikutip dari Kompas.tv.

Baca juga: Aksi Klitih di Yogyakarta Bikin Resah, Ombudsman Sarankan Polisi dan Pemuka Agama Kerja Sama

Baca juga: Pengemudi Ojol di Yogyakarta yang Jadi Korban Klitih, Disabet Pedang saat Dini Hari

"Mungkin kita bisa bicara lebih jauh. Kita bisa masuk ke ruang-ruang mereka, begitu," lanjut Sultan.

Sultan menambahkan, dirinya pernah mempunyai pengalaman membentuk sebuah lembaga semacam konsultan, yang bertujuan untuk mengatasi kenakalan anak.

Tapi, akhirnya dalam penanganan tersebut, pihak keluarga, seperti orang tua dan saudara anak nakal tersebut juga harus dilibatkan untuk berdialog.

"Jadi semua itu harus kita kumpulkan, kita beri pemahaman untuk dialog."

"Ya menang tuidak mudah kalau seperti ini, hanya satu keluarga, nanti 10 orang klithih kan berarti 10 kepala keluarga, begitu," kata Sultan.

Selain itu, biaya yang dibutuhkan untuk proses penanganan kenakalan anak tersebut menurutnya cukup tinggi.

Baca juga: Strategi Polres Gunungkidul untuk Cegah Klitih, Patroli Setiap Hari hingga Pembinaan ke Sekolah

Baca juga: 4 Tips Liburan di Jogja Agar Terhindar dari Klitih

"Tapi memerlukan biayanya, pada waktu itu mereka minta begini ini 3-4 juta, menangani satu keluarga itu," kata Sultan.

Menurut Sultan, bagi dirinya biaya sebesar itu masih terlalu mahal.

Sehingga perlu mencari upaya lain, yang lebih memungkinkan.

(Tribunnews.com/Whiesa) (TribunnewsWiki.com/Putradi Pamungkas) (Kompas.com/Rosy Dewi Arianti Saptoyo) (Kompas.tv/Kurniawan Eka Mulyana)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini