TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jeratan ban yang melingkar di leher seekor buaya di Kota Palu berhasil dilepaskan.
Sejak kemunculannya viral di mdia sosial, upaya menyelamatkannya dilakukan oleh beberapa pihak.
Sejak kemunculannya pada 2016 silam, ban yang melilit dilehernya belum terlepas dan tubuh buaya berspesies siam ini makin membesar.
Alhasil, ban tersebut lambat laun akan mencekik lehernya dan tentu hal ini membuat angka kepunahan buaya siam semakin besar.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah untuk melakukan penyelamatan buaya siam itu dari jeratan ban di lehernya.
Bahkan, BKSDA Sulawesi Tengah sempat membuat sayembara untuk proses penyelamatan ini.
Baca juga: Sosok Pria Asal Sragen Penakluk Buaya Berkalung Ban, Dipuji Lebih Hebat dari Panji Sang Petualang
Meski mengiming-imingi sejumlah hadiah uang tunai untuk siapa pun yang berhasil, rupanya tak banyak menarik minat masyarakat untuk mengikuti sayembara ini.
Karena sepinya peminat, akhirnya BKSDA Sulawesi Tengah harus menutup sayembara tersebut.
Non-Goverment Organization (NGO) asal Australia juga pernah membantu BKSDA Sulawesi Tengah tetapi tetap tak membuahkan hasil.
Panji Sang Petualang pernah melakukan upaya penyelamatan namun gagal.
Kemunculan buaya di Sungai Palu menarik perhatian siapa pun yang lewat.
Banyak warga yang melihat kemunculan buaya itu, ramai-ramai mengabadikan dengan telepon seluler.
Meski begitu, kemunculan buaya itu tidak berlangsung lama, bahkan tidak sampai 15 menit.
Warga yang melihat pun langsung bubar.
Buaya dengan ban melingkar di lehernya itu memang sudah sejak lama kerap muncul di Sungai Palu.
Baca juga: Usai Taklukkan Buaya Berkalung Ban, Tili Dapat Voucher Makan Gratis, BKSDA Sulteng Beri Apresiasi
"Ukuran kaya besar pohon kelapa sudah," kata Yuni seorang warga.
Bagaimana nasib sang buaya selanjutnya?
Kepala BKSDA Sulteng Hasmuni Hasmar menanggapi penangkapan Buaya Berkalung Ban oleh warga yang kemudian dilepaskan kembali ke sungai.
"Alhamdulilah sejak tahun 2016 kita berusaha melepaskan ban yang menjadi kalung pada Buaya di Palu itu. Kemarin sudah berakhir, artinya penyakit yang selama ini berada di BKSDA Sulteng yang merupakan bisul karena semua menuntut untuk diselamatkan itu Buaya dan hari ini sudah sembuh atau sudah sehat," ujar Hasmuni dikutip dari Tribun Palu, Selasa (8/2/2022).
Hasmuni juga berterima kasih kepada masyarakat Kota Palu karena senantiasa membantu dalam pelepasan ban pada leher Buaya yang telah bertahun-tahun menjadi kalungnya.
"Seluruh keluarga besar dan jajaran BKSDA Sulteng bahkan keluarga Kementerian Kehutanan sangat menyambut dengan baik dan mengucapkan terima kasih," tuturnya.
Terkait pelepasan Buaya Berkalung Ban kembali ke habitatnya, Hasmuni tidak mempersoalkan karena berdasarkan permintaan masyarakat.
Baca juga: Buaya Berkalung Ban Berhasil Ditangkap, Upaya Evakuasi Sempat Terhenti Karena Pandemi
"Kami sudah bekerja sama dengan tim Damkar Palu, dan seharusnya Buaya Berkalung Ban itu harusnya dievakuasi ke kandang transit BKSDA Sulteng untuk diperiksa, namun keinginan masyarakat setempat adalah dilepasliarkan kembali," jelasnya.
"Itu dilepas liarkan dengan pola penerapan cara baru pengelolaan konservasi yaitu mengedepankan masyarakat sebagai subjek, maka kami sepakat untuk dilepaskan dengan memperhatikan kearifan lokal," tutur Hasmuni.
Tili jadi buruan wartawan
Tili sang penakluk buaya berkalung ban mendadak jadi incaran awak media di Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Diketahui, penangkap Buaya Berkalung Ban itu tinggal di BTN Tinggede, Kecamatan Marawola, Kabupaten Sigi, Sulteng.
Pantauan TribunPalu.com, Selasa (8/2/2022) Pukul 15.33 Wita, rumah Mas Tili itu berwarna paduan hijau, kream, dan putih.
Atap rumahnya berwarna merah maron.
Bangunan permanen itu tepat berada di pinggir jalan, atau berhadapan dengan perumahan Dream Land Tinggede.
Dari tuggu nol atau pusat Kota Palu hanya berjarak sekitar 15 menit.
Baca juga: Gagal Ditangkap Panji Petualang hingga Matt Wright, Buaya Berkalung Ban Takluk di Tangan Pria Sragen
Di halaman rumahnya terdapat kandang burung dari tripleks dengan 13 sangkar.
Terdapat satu sarang burung juga tepat di teras rumahnya, dekat pintu masuk ke dalam ruangan tamu.
Rumah berbentuk persegi empat itu juga dikelilingi pagar besi.
Menurut tetangga Mas Tili, pria asal Sragen, Jawa Tengah itu sehari-hari berburu burung.
"Biasanya burungnya itu dijual," ujar tetangga rumah Mas Tili. (TribunPalu)