TRIBUNNEWS.COM - Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah merespon tentang kabar adanya penembakan seorang dokter, Sunardi karena diduga terlibat aksi terorisme.
Diketahui penembakan terjadi di Bekonang, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Rabu (9/3/2022), pukul 21.15 WIB.
Terkait hal itu, Ketua IDI Sukoharjo Arif Budi Satria mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan pertemuan dengan pihak berwajib.
"Kemarin kami mewakili IDI Cabang Sukoharjo, saya bersama wakil kami, ketemu dengan Kapolres bersama dengan Densus 88."
"Kami memang menanyakan, tapi tidak spesifik pada pribadi beliau (Sunardi) kami lebih melihat bagaimana ke depan lagi."
"Kami fokus pada profesi, kami mengadvokasi agar tidak terjadi distorsi. Tadi juga telah dijelaskan oleh kepolisian bahwa terorisme tidak identik dengan profesi," jelas Arif dikutip dalam Kompas Tv, Minggu (13/3/2022).
Baca juga: Mabes Polri: Sudah Cukup Bukti untuk Tetapkan Dokter Sunardi Jadi Tersangka Dugaan Terorisme
Sosok dr. Sunardi
Sementara itu, terkait dengan kedekatannya dengan Sunardi, Arif mengatakan bahwa pihaknya tidak mengenal secara pribadi.
Pasalnya jumlah anggota IDI di Sukoharjo berjumlah 600 orang.
"Jadi saya tidak mengenal beliau secara pribadi, karena di Sukoharjo anggota kami ada 600 (orang).
"Sehingga, kami hanya mengenal beliau secara umum. Beliau (khususnya) di daerah Sukoharjo dikenal sebagai dokter sosial.
"Beliau ini kan statusnya masih aktif, beliau aktif dalam mengurus administrasi (IDI)," jelas Arif.
Terkait dengan peran IDI Sukoharjo kepada para anggotanya, Arif menyebut akan terus menekankan anggotanya untuk tidak terpengaruh dengan kepentingan lain.
Baik itu pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan hingga partai politik.
Baca juga: Polri Ungkap Dokter Sunardi Aktif Himpun Dana dari Masyarakat untuk Berangkatkan Teroris ke Suriah
"(Sumpah Dokter) yang nomor 9 itu 'Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian atau kedudukan sosial dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita'."
"Kemudian yang ke 12 'Saya akan mentaati dan mengamalkan kode etik kedokteran Indonesia yang berdasarkan Pancasila'," jelas arif.
"Jadi, ketika kami (melakukan sumpah) saat menjadi dokter artinya (Sumpah tersebut) menempel di kami."
"Perkara kegiatan-kegiatan yang lain itu kembali masing-masing," jelas Arif.
Polda Jateng Angkat Bicara
Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes M Iqbal Alqudusy menjelaskan kabar tentang kasus dokter Sunardi yang baru-baru ini mendapatkan perhatian publik.
Pasalnya, Sunardi tewas ditembak Densus 88 Anti Teror, Rabu (9/3/2022).
Iqbal menyebut bahwa terorisme tidak ada kaitannya dengan sebuah profesi.
Bukan hanya dokter, tersangka kasus terorisme yang merupakan seorang polwan pun juga pernah ada.
"Terkait dengan kasus yang kemarin, dr Sunardi. Hal (terorisme) tersebut tidak ada hubungannya dengan profesi."
"Di bawah terorisme itu (bisa saja) merambah ke semua lini."
"Bukan hanya profesi dokter, tapi juga profesi lain juga ada."
Baca juga: Terduga Teroris Ditembak, Aliansi Mahasiswa dan Aktivis Nasional Indonesia: Masyarakat Jangan Keliru
Baca juga: Arab Saudi Eksekusi Mati 81 Orang dalam Sehari, Termasuk Teroris
"Bahkan dari pihak kepolisian pun juga ada, seperti kasusnya polwan kemarin, dan ada banyak (contohnya) lagi."
"Itu yang harus menjadi tugas kita bersama bahwa terorisme sudah merambah ke semua lini, semua lapisan masyarakat," terang Iqbal dikutip dari tayangan Kompas Tv, Minggu (13/3/2022).
Respon Aktivis
Kasus penembakan ini mengundang respon masyarakat, tak terkecuali Ketua Umum Aliansi Mahasiswa dan Aktivis Nasional (AMAN) Indonesia Ginka Ginting.
Menurut Ginka, Densus 88 pasti sudah melalui SOP dan memiliki alasan yang kuat sehingga harus menembak S.
"Penembakan yang mengakibatkan meninggalnya korban yang diduga teroris itu bukan tanpa alasan jelas."
"Pasti berdasarkan data yang dimiliki oleh Densus 88 seperti apa yang diungkapan oleh Divisi Penerangan Humas Mabes Polri," kata Ginka dikutip dari Tribunnews.com, Minggu (13/3/2022).
Untuk itu, Ginka meminta masyarakat untuk tetap netral dan tidak memberikan penilaian yang berujung pada kesalahan persepsi.
"Sehingga muncul presepsi yang berbeda dikalangan masyarakat, hingga membuat kecemasan dan juga salah tafsir atas kejadian tersebut," sambung Ginka.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Vincentius Jyestha Candraditya)