TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Anggota DPR RI Dapil Bali, Nyoman Parta menyoroti kebijakan kontroversial yang dikeluarkan Rektor Unud terkait program penyediaan asrama terpadu atau Udayana Integrated Student Dormitory (UISD).
Menurut Parta, dirinya banyak mendapat keluhan dari para orangtua mahasiswa terkait kebijakan tersebut. Para orangtua mahasiswa baru (maba) tersebut mengeluhkan kebijakan tersebut. Para orangtua maba mempertanyakan kewajiban tentang mereka harus membayar Student Dormitory per 14 April 2022.
“Saya dihubungi oleh beberapa orangtua dan calon mahasiswa baru Universitas Udayana yang baru diterima lewat jalur SNMPTN,” kata anggota DPR RI, Nyoman Parta, Selasa (12/4).
Padahal, asrama mahasiswa tersebut menurut data yang diterimanya belum selesai dibangun.
Sementara mahasiswa sudah diminta membayar asrama dan dijadikan persyaratan dalam melakukan registrasi ulang.
“Mereka harus membayar per 14 April 2022. Padahal asramanya belum terbangun. Apakah uang sewa asrama mereka dipakai untuk membangun asrama?” tanya Parta.
Alhasil, banyak calon Maba beranggapan uang sewa tersebut dipakai untuk membangun asrama. Apalagi, orangtua dan calon Maba yang menghubunginya mengeluhkan belum ada kepastian kapan asrama selesai dibangun dan bisa ditempati.
Hanya saja, ia mengaku belum menerima jawaban resmi dari Rektor Unud, Prof Nyoman Antara. Bahkan, pesan WhatsApp (WA) yang dikirimkannya sama sekali belum dijawab oleh rektor.
“Dan saya sudah berusaha menghubungi via chat sebanyak 2 kali, tapi belum mendapatkan respons dari Rektor Unud, Prof Nyoman Antara,” ujarnya.
Parta mengatakan, para orangtua maba itu sama sekali belum menerima sosialisasi terkait kebijakan tersebut.
“Selama ini mereka belum pernah dikumpulkan dan mendapatkan penjelasan secara langsung,” jelas Parta.
Menurut Mantan Ketua Komisi IV DPRD Bali ini, harga sewa asrama per mahasiswa Rp 700 ribu hingga Rp 3,5 juta dari kelas superior, deluxe, privilege (disabilitas), privat, dan executive.
“Dengan adanya perbedaan kelas pada asrama itu, apakah tidak akan menimbulkan pengkastaan di antara para mahasiswa?” paparnya.
“Orangtua dan mahasiswa yang menghubungi saya mengeluhkan belum ada kepastian kapan asrama selesai dibangun dan mulai bisa ditempati. Apakah lagi 6 bulan atau 1 tahun. Orangtua mengeluhkan biaya ganda yang harus dikeluarkan, sudah bayar asrama, tapi karena asramanya belum jadi juga harus mengeluarkan biaya untuk sewa kos. Tentu ini akan memberatkan karena banyak dari orangtua kehilangan pekerjaan akibat pandemi,” ujar Parta.
Di satu sisi ada program Kampus Merdeka, yang justru mengharuskan mahasiswa ada di tempat praktik atau di tengah-tengah masyarakat. Anggota Komisi VI DPR RI ini menyarankan Rektorat Unud mengundang calon mahasiswa baru dan orangtuanya untuk diberikan penjelasan.
“Orangtua yang dekat lokasi kampus juga mengeluhkan karena diwajibkan juga tinggal di asrama, padahal mereka punya rumah yang lokasinya dekat dengan kampus. Mahasiswa baru Unud kan banyak, apa akan diasramakan semua atau bagaimana?” tanya Parta. (gil)