News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kurang Dasar Hukum, Keluarga Santri AM Putuskan Tidak Laporkan Pondok Gontor ke Polisi

Editor: Erik S
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kolase Pondok Pesantren Gontor di Ponorogo, Jawa Timur (kiri) dan Soimah, ibu santri AM. Keluaga memutuskan tidak melaporkan Pondok Gontor ke polisi

TRIBUNNEWS.COM, PALEMBANG- Keluarga santri AM (17) mengatakan ada kekeliruan informasi dengan pihak Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG).

Oleh karena itu, keluarga memutuskan tidak akan melaporkan Pondok Gontor ke polisi.

Baca juga: Imbas Kasus Penganiayaan, Gontor Evaluasi Sistem Pengasuhan, Perhatikan Tuntutan Zaman

Hal ini disampaikan pengacara keluarga AM, Titis Rachmawati.

Menurut Titis, alasannya karena kurang dasar hukum jika dilaporkan.

"Setelah kita mengambil rekam medik dari pihak Rumah Sakit Yasyfin Darussalam Gontor otomatis kan itu wilayah mereka, jadi kita sowan ke sana," ucap dia dalam keterangannya, Jumat (16/9/2022).

Ada kesalahpahaman

Titis juga berulang kali berkomunikasi dengan Soimah, ibu dari AM melalui telepon, sambil mengamati situasi yang terjadi.

"Jadi kita setelah komunikasi dengan klien kami di Palembang. Saat ini kita putuskan tidak akan melaporkan pihak ponpes karena menurut kami itu adalah suatu miss atau ibaratnya terjadi kesalahpahaman komunikasi antara pihak keluarga dengan pihak ponpes gitu," tutur Titis.

Sebelumnya Titis bersama tim juga sudah melihat seluruh kegiatan Pondok Gontor hingga ke tempat kejadian perkara (TKP) saat korban dianiaya.

Baca juga: Ahmad Basarah Tolak Pembubaran Gontor dan Dukung Proses Hukum

Untuk saat ini pihaknya menegaskan akan mengedepankan jalur mediasi.

Selain itu, banyak terjadi miss komunikasi antara pihak keluarga dengan Pondok Gontor.

"Maka kami yang justru merasa miss gitu, sebenarnya tidak ada hal-hal yang ditutupi dan tidak ada hal-hal yang membuat ponpes lalai," tutur dia.

Proses hukum 2 tersangka tetap berjalan

Meski demikian, dua tersangka saat ini sudah masuk proses hukum dan akan dijatuhi hukuman sesuai undang-undang (UU) anak.

"Kita juga akan membantu, mereka adalah anak-anak yang masih punya masa depan," jelas Titis.

Soal surat kematian dari dokter

Terkait soal surat kematian, sambung dia, ketika dokter datang menerima kondisi jenazah korban dan dibawa ke Palembang, saat itu dokter juga tidak melakukan visum.

Baca juga: Polres Ponorogo Gelar Rekonstruksi Tewasnya Santri Pondok Gontor di 2 Lokasi

"Jadi tidak ada niat Ponpes Gontor maupun rumah sakit untuk memanipulasi seperti itu," tegas Titis.

Ditanya soal komunikasi antara Soimah ibu korban dengan pihak Ponpes Gontor, dia mengaku, saat itu Soimah berkomunikasi dengan pihak Gontor melalui orang lain.

Mungkin ini yang menjadi penyampaian menjadi kurang tepat karena disampaikan oleh orang lain.

"Jadi penyampaiannya kurang tepat, ada miss. Kita disini meluruskan semua gitu," ungkap Titis.

Saat ini, lanjut Titis, pihaknya masih mengawal secara proses hukum. Namun untuk melaporkan Ponpes Gontor, diputuskan tidak akan melakukan penuntutan.

"Karena tidak ada dasar hukum kami melakukan penuntutan, setelah kami melihat fakta-faktanya tidak ada dasar kami melakukan penuntutan," pungkas Titis.

Tanggapan pengamat hukum

Dr Martini Idris SH MH, Ahli Hukum Pidana sekaligus Dosen Universitas Muhammadiyah Palembang mengatakan, kasus kekerasan di pondok ini berawal dari penganiayaan

Namun, penganiayaan yang berencana dengan menggunakan benda tajam atau pun benda tumpul hingga mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang dikenakan pasal 340 KUHP.

Baca juga: Polisi Tetapkan 2 Tersangka Pelaku Penganiayaan Santri Gontor, Begini Tanggapan Keluarga Korban

Pelaku diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun.

"Jika pelaku melakukan kekerasan dengan alat benda tajam maupun benda tumpul, tapi sudah disusun secara berencana maka dikenakan pasal pembunuhan berencana," ujarnya diwawancarai via Telpon, Rabu (7/8/2022).

Sementara pihak Pondok Gontor, jika ditemukan fakta menyembunyikan suatu kejahatan akan dikenakan Pasal 221 Ayat 1 KUHP yang berbunyi, perbuatan menyembunyikan, menolong untuk menghindarkan diri dari penyidikan atau penahanan, serta menghalangi atau pemsulit penyidikan atau penuntutan terhadap orang yang melakukan kejahatan.

Pihak pondok dapat dikenakan ancama pidana penjara paling lama sembilan bulan.

Martini menyayangkan sikap Pondok Gontor yang menyembunyikan kasus ini, yang kemungkinan besar dapat merusak citra pondok tersebut.

"Karena akan dianggap nama pondok itu tercemar, jika terjadi kekerasan di lembaga tersebut, baik fisik atau bentuk psikis yang dilakukan santri dengan santri atau santri dengan pengajar," ujarnya.

Sementara itu, mengenai surat pernjanjian yang menyatakan orangtua telah menyerahkan anaknya di pondok, sehingga bisa menjadi alasan tidak dilaporkannya pondok.

Martini berpendapat, sebenarnya substansi dari isi perjanjian dengan situasi yang terjadi berbeda.

Baca juga: Fakta Baru Santri Gontor Tewas Dianiaya, 2 Senior Jadi Tersangka, Kronologi dan Motif Terungkap

"Substansinya berbeda dengan isi perjanjian, karena ada masalah hukum disini hingga hilangnya nyawa seseorang," ujarnya. 

Berita ini telah tayang di Kompas.com

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini