TRIBUNNEWS.COM - Bocah kelas 2 SD asal Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang berinisial MWF (7) dikeroyok oleh tujuh kakak kelasnya.
Bahkan pengeroyokan tersebut hingga menyebabkan korban mengalami koma.
Kejadian ini viral di Instagram ketika beredar video yang memperlihatkan bocah laki-laki mengenakan kaus bermotif garis, terbaring di kasur.
Selain itu, bocah tersebut juga memakai alat bantu pernafasan berupa selang dan infus terpasang di tangannya.
Ditambah terdengar lantunan Al-Fatihah dari seorang perempuan yang diduga ibu dari bocah laki-laki itu.
Kini kasus ini sudah ditangani Polres Malang dan tengah masuk dalam tahap penyelidikan, dikutip dari Surya Malang.
Baca juga: Update Kasus Pengeroyokan RS Bandung Medan, Lima Polisi Berpangkat Bripda Ditempatkan di Sel Khusus
Hal ini dibenarkan oleh Kapolres Malang AKBP Putu Kholis Aryana saat melihat kondisi MWF.
Lalu seperti apakah fakta-fakta yang menyelimuti kasus pengeroyokan terhadap bocah tersebut? Berikut penjelasannya dikutip dari berbagai sumber.
Alami Koma dan Ada Gumpalan di Otak
MWF masih menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Islam (RSI) Gondanglegi Malang pada Kamis (24/11/2022).
Akibat pengeroyokan yang dialami, MWF bahkan sempat koma.
Namun, kini, kondisi korban telah membaik.
Hal ini disampaikan oleh ayah korban, ES saat ditemui Surya Malang di rumah sakit.
"Kondisinya saat ini sudah cukup membaik dibanding sebelumnya saat masih koma," tuturnya.
ES menambahkan anaknya juga telah menyelesaikan proses CT Scan.
Baca juga: Tak Terima Disebut Satpam, Alasan Polisi di Medan Keroyok Perawat Rumah Sakit
Hasilnya, di dalam otak MWF ditemukan gumpalan.
"Kemarin dokter usai CT Scan, dan mengatakan jika di otak anak saya terdapat gumpalan."
"Belum jelas seperti apa, nanti mau menemui dokter lagi," ungkapnya.
Di sisi lain, ES mengatakan anaknya tersebut mengalami trauma dan ingin keluar dari sekolah tersebut.
"Anaknya bilang mau pindah saja, sudah tidak mau sekolah di situ lagi," katanya.
Motif Diduga karena Pemalakan
ES menduga pengeroyokan yang dialami anaknya itu karena pemalakan oleh tujuh kakak kelas korban.
Bahkan, katanya, MWF telah dipalak oleh ketujuh kakak kelas korban sejak duduk di bangku kelas 1 SD.
ES menceritakan jika MWF tidak memberikan uang ke kakak kelasnya maka akan dipukuli.
"Jadi ini karena pemalakan. Kan uang sakunya setiap hari Rp 6 ribu, yang Rp 5 ribu diminta kakak kelasnya yang kelas 6," ceritanya.
Hal ini baru diketahui ES saat anaknya itu telah sadar dari koma.
"Mungkin gengsi mau cerita, takutnya dibilang anak suka ngadu sama temen-temennya. Sampai kelas 2 ini tidak pernah cerita," ujarnya.
Terkait kejadian ini, ES menganggap sudah fatal sehingga dirinya melapor ke pihak kepolisian.
Kronologi
ES mengungkapkan kronologi saat tujuh kakak kelas mengeroyok anaknya tersebut.
Dirinya mengatakan peristiwa pengeroyokan itu terjadi pada 11 November 2022 seusai anaknya pulang dari sekolah.
Pada saat itu, MWF dikeroyok dan langsung ditinggalkan oleh tujuh pelaku.
Kemudian, korban ditemukan oleh pencari rumput dan diantar ke rumahnya.
Sesampainya dirumah, MWF tidak menceritakan kejadian yang dialaminya kepada sang ayah.
Beberapa saat kemudian, korban merasa kesakitan mulai dari pusing hingga mual.
Baca juga: Polisi Tangkap 6 Anggota Geng Motor yang Keroyok Warga hingga Tewas di Tangerang
Melihat hal tersebut, sang ayah memberikan obat dari bidan.
Adapun obat tersebut adalah obat tipes karena sebelumnya korban pernah menderita penyakit tersebut dan telah sembuh.
"Saya bawa ke bidan anak-anak, keadaannya sedikit membaik selama dua hari," tuturnya.
Namun pada 16 November 2022 sore, keadaan MWF memburuk karena mengalami pusing berat dan kejang.
ES pun langsung memawanya ke klinik terdekat dan dirujuk ke RSI Gondanglegi.
Saat dirawat, MWF mengalami koma dan baru sadar pada Selasa (22/11/2022) lalu.
Pelaku dan Saksi Sudah Diperiksa Polisi
Kapolres Malang AKBP Putu Kholis Aryana mengungkapkan telah memeriksa ketujuh pelaku.
Putu juga mengatakan pihaknya akan melibatkan Bapas hingga kepala sekolah untuk memproses kasus ini.
Selain itu, adapula pendampingan dari Dinas Pendidikan (Diknas) Kabupaten Malang untuk menyelesaikannya.
"Nanti prosesnya akan kami lalukan sesuai mekanisme dan proses penanganan kepada tujuh ABH. Ada upaya-upaya pendampingan ,mediasi dan melibatkan Bapas, kemudian orang tua, dan kepala sekolah. Kami juga meminta pendampingan dari dinas pendidikan, dan pihak lain agar proses yg kami jalankan sesuai prosedur," ucapnya.
Selain memeriksa ketujuh pelaku, pihak kepolisian juga telah memeriksa 12 saksi terhadap kasus bullying ini.
Ke-12 saksi itu berasal dari orang-orang yang mengetahui kejadian secara langsung, dan pihak manajemen sekolah.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Surya Malang/Rahadian Bagus Priambodo/Eko Darmoko/Frida Anjani)