TRIBUNNEWS.COM - Herry Wirawan, tersangka rudapaksa 13 santriwati di Bandung dijatuhi hukuman mati setelah permohonan kasasinya ditolak Mahkamah Agung (MA).
Hukuman mati yang diterima Herry Wirawan sesuai dengan putusan Pengadilan Tinggi Bandung.
Herry Wirawan merupakan seorang guru ngaji dan pimpinan yayasan di Pondok Pesantren di Kecamatan Cibiru, Kota Bandung, Jawa Barat
Dilansir dari Kompas.com, Herry merudapaksa 13 santriwati di berbagai tempat.
Mulai dari Yayasan Komplek Sinergi, Yayasan Tahfidz Madani, dan Pesantren Manarul Huda, Basecamp, Apartemen Suites Metro Bandung, Hotel Atlantik, Hotel Prime Park, Hotel B & B, Hotel Nexa, Hotel Regata, dan Rumah Tahfidz Al Ikhlas.
Baca juga: Perjalanan Kasus Herry Wirawan: Dijatuhi Hukuman Seumur Hidup, Kasasi Ditolak, Kini Divonis Mati
Ia melakukan aksi bejatnya itu dalam kurun waktu tahun 2016 hingga 2019.
Namun, kasus rudapaksa ini baru terungkap pada Mei 2021 dan diketahui publik pada Desember 2021.
Diantara 13 santriwati yang menjadi korban rudapaksa, empat di antara sudah melahirkan bayi.
Dalam melancarkan aksinya, Herry memberi iming-iming kepada para santriwati yang menjadi korban dengan dijanjikan jadi Polwan hingga menjadi pengurus pesantren.
Herry juga menjanjikan kepada korban akan dibiayai kuliah.
Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Erdi menjelaskan alasan tidak mengekspos kasus ini ke media.
Menurutnya jika kasus ini diekspos akan memberikan dampak negatif secara psikologis maupun sosial kepada para korban.
"Saat itu kami sengaja tidak merilis atau mengekspos kasus tersebut kepada media," jelasnya pada Kamis (16/12/2021) dikutip dari TribunJabar.com.
Baca juga: Nasib Herry Wirawan, Pemerkosa 13 Santri Divonis Mati, Jadi Peringatan Keras Kasus Pelecehan
Perbuatan bejat Herry Wirawan sudah diketahui istrinya sebelum ditangani polisi.
Namun, istri Herry justru diminta diam dan tidak menanyakan apapun.
Akibat perbuatan suaminya, istri Herry mengalami trauma terlebih ada sepupunya yang menjadi korban.
Aksi bejat Herry ini dilakukan saat istrinya sedang hamil besar.
Kepala Kekasaan Tinggi (Kejati) Jabar, Asep N Mulyana mengatakan Herry dikenal sebagai pribadi yang tertutup di lingkungannya.
Keterangan ini didapatkan Asep N Mulyana ketika menjadi Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan menghadirkan para saksi.
"Jadi, masyarakat tadi ada RTnya dan warga sekitar tidak mengetahui kegiatan di dalam asrama itu, kegiatan yang dilakukan terdakwa ini sangat tertutup dan antisosial, jadi tidak pernah berbaur," terangnya Kamis (23/12/2021) dikutip dari TribunJabar.com.
Baca juga: Profil Sugeng Hariadi, Jaksa Penuntut Umum Sidang Ferdy Sambo, Pernah Jadi JPU Kasus Herry Wirawan
Warga sekitar yayasan juga tidak mengetahui tempat tersebut digunakan sebagai pesantren.
"Masyarakat tidak pernah tahu kalau di situ ada kegiatan keagamaan dan sebagaianya. Bahkan, saat diundang warga pun, Herry tidak pernah datang," imbuhnya.
Asep N Mulyana menambahkan, Herry memakai dana bantuan dari pemerintah untuk kepentingannya pribadi, seperti menyewa apartemen, hotel, dan sebagainya.
"Upaya ini membuat para korban merasa yakin, bahwa yang bersangkutan berkemampuan (dari segi ekonomi)," tandasnya.
Menurut Asep perbuatan yang dilakukan Herry sangat terencana.
Baca juga: MA Tetap Vonis Mati Herry Wirawan, Kementerian Agama: Bisa Beri Efek Jera Pelaku Kekerasan Seksual
"Iya, sesuai keterangan ahli by design (direncanakan). Jadi, bukan perbuatan insidentil perbuatan semata-mata serta merta orang itu melakukan," bebernya.
Herry juga dapat mencuci otak para korbannya dengan memberikan sesuatu yang diinginkan para korban.
"Itu tadi cuci otak dalam arti psikologi dia memberikan iming-iming, memberikan kesenangan kemudahan fasilitas yang katakan dia tidak dapatkan sebelumnya diberikan itu sehingga pelan-pelan pelaku mempengaruhi korban."
"Saya kan sudah berikan kamu ini, tolong dong kasarnya begitu. Kamu juga memahami kebutuhan saya, tentang keinginan saya," ungkapnya.
(Tribunnews.com/Mohay) (TribunJabar.com/Hermawan Aksan/Nazmi Abdurrahman) (Kompas.com/Syakirun Niam)