Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Danendra Kusuma
TRIBUNNEWS.COM, PROBOLINGGO - Kasus gagal pernikahan jelang hari H mematik perhatian masyarakat.
Hal ini juga dialami Aurilia Putri Cristyn (20) harus mengubur dalam-dalam impian menikah dengan kekasihnya, Adi Suganda (23).
Adi dan keluarganya mendadak batalkan pernikahan secara sepihak, tepat 2 hari sebelum acara resepsi.
Enggan menyelesaikan persoalan secara kekeluargaan, keluarga Aurilia memilih jalur hukum.
Ini dilakukan mengingat komponen resepsi pernikahan sudah disiapkan dan dipesan, mulai gedung, undangan, suvenir, jasa rias, dekorasi dan fotografer.
Baca juga: Pernikahan Pria Agam Ini Terancam Gagal Gara-Gara Menusuk Dada Calon Istrinya
Keterangan Aurilia, dirinya dipaksa melakukan hubungan badan oleh Adi padahal belum sah menjadi pasangan suami-istri.
Gugatan perdata diajukan Aurilia dan keluarga bersama kuasa hukum ke Pengadilan Negeri (PN) Kelas II Probolinggo, pada Selasa (13/9/2022). Gugatan ini terdaftar dengan Nomor Perkara : 25/Pdt.G/2022/PN.Pbl.
Penggugat meminta ganti rugi kepada tergugat Adi sebesar Rp 3 miliar.
Proses persidangan perkara perdata ini masih bergulir.
Pada Kamis (19/1/2023), persidangan ketujuh dilangsungkan dengan agenda mendengarkan keterangan tiga saksi, jasa rias, dekorasi dan fotografer dari penggugat.
Persidangan itu dipimpin oleh Hakim Ketua Boy Jefry Paulus Simbiring.
Kuasa Hukum Aurilia, Mulyono mengatakan upaya hukum ini didasarkan pada Pasal 1338 KUHPerdata, Yurisprudensi Nomor 4 Tahun 2018, Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 1051 Tahun 2014 dan Yurisprudensi Nomor 580 Tahun 2016.
Merujuk pada itu, bahwa pemutusan perjanjian sepihak termasuk perbuatan melanggar hukum.
"Pernikahan antara penggugat dan tergugat sudah terdaftar di KUA. Tapi dibatalkan tiba-tiba oleh tergugat.
Pembatalan pernikahan yang sudah terdaftar di KUA harus melalui peradilan. Tak bisa serta merta dibatalkan begitu saja. Maka dari itu kami melakukan upaya hukum," katanya.
Mulyono menegaskan pembatalan pernikahan ini tanpa melalui musyawarah alias sepihak keinginan tergugat.
Pembatan pernikahan ini juga tidak dilontarkan langsung ke penggugat.
Baca juga: Bersyukur Pernikahan Batal, Cita Citata: Daripada Terlambat, Mending Sekarang Menyesalnya
Penggugat justru mengetahuinya lewat surat pencabutan nikah yang dikirim oleh penghulu dua hari sebelum pesta pernikahan dilangsungkan.
Bahkan, surat itu dikirim ke rumah penggugat pada malam hari.
Sebagai informasi, Aurilia dan Adi berenca melangsungkan pernikahan pada 19 Juli 2022.
"Kabar pembatalan pernikahan membuat klien saya tersentak. Gedung dan sejumlah vendor untuk resepsi yang sudah dipesan jauh-jauh hari tak bisa ujug-ujug dibatalkan.
Biaya resepsi juga paling banyak dikeluarkan oleh klien saya," urainya.
"Tak hanya itu, klien saya dipaksa berhubungan layaknya suami-istri. Padahal belum sah jadi pasangan suami-istri. Bahkan, klien saya tertular bakteri akibat hubungan di luar batas ini. Besok, mau operasi di Surabaya," tambahnya.
Karena mengalami kerugian materiil dan imateriel, pihaknya menggugat Adi Rp 3 miliar.
"Gugatan tersebut tidak ada apa-apanya jika dibandingkan kerugian yang dialami klien saya. Tergugat tidak mempermasalahkan tuntutan kami dalam tahap jawab-jinawab. Mereka tidak ada upaya menggugat balik jika merasa menderita kerugian. Selain perdata, kami menggugat perkara pidana juga," paparnya.
Disinggung mengenai pemantik pembatalan pernikahan, dia menyebut tidak ada kaitannya dengan pertengkaran antara penggugat dan tergugat.
"Pertengkaran yang dijadikan dasar mereka (tergugat) untuk memutuskan batal menikah adalah pertengkaran famili dengan famili (calon mertua dengan calon mertua)," ucapnya.
Dia menyebut, karena segala hal pendukung resepsi terpesan dan seribu undangan bagi tamu telah tersebar, resepsi pernikahan tetap digelar.
Namun, konsep acaranya diubah menjadi tasyakuran.
Pilu, di atas kuade, Aurilia tidak didampingi calon mempelai pria.
"Klien saya berupaya tegar meski menelan pil pahit saat acara tasyakuran.
Dia menanggung malu, di antara tiga ratus tamu yang hadir di acara adalah kerabat dekat permukiman. Klien saya tergugat sama-sama tinggal di Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Mayangan, Kota Probolinggo," ujarnya.
Dianggap Memeras
Kuasa Hukum Adi, Hari Musahidin menjelaskan pembatalan nikah ini sebelumnya sudah dibicarakan dengan pihak penggugat.
Pembatalan nikah ini juga tidak akan terjadi jika tidak ada pemicunya.
"Ibu klien kami dicemooh agar menjual diri.
Hal tersebut membuat klien kami geram dan membatalkan pernikahan. Harga diri keluarganya diinjak-injak," jelasnya.
Tenaga kliennya diperas dengan diminta oleh calon mertua bekerja di pagi dan malam hari.
Di pagi hari, Adi berdagang ayam potong.
Masuk malam hari dia membantu calon mertua berjualan mie ayam.
"Klien kami diminta membayar cicilan mobil yang dibeli oleh calon mertua. Tiap bulannya Rp 5 juta. Jauh lebih besar dari penghasilan klien kami. Lantaran sibuk bekerja, orangtuanya sampai tak dihiraukan," lanjutnya.
Baca juga: Pernikahan Anak Tinggi di Ponorogo, Kemenko PMK: Orang Tua Harus Cegah Anak dari Pergaulan Bebas
Menurut Hari, gugatan ganti rugi Rp 3 miliar yang dilayangkan pihak Aurilia tidak masuk akal.
Seharusnya, ganti rugi disesuaikan biaya yang telah dikeluarkan untuk pesta pernikahan.
"Biaya pernikahan Rp 50 juta itu sudah mewah. Ganti rugi Rp 3 miliar terlalu besar. Ini bentuknya sudah pemerasan," tegas Hari.
Dia berupaya semaksimal mungkin dalam proses peradilan yang sedang berjalan ini.
"Saya meminta hakim seadil-adilnya serta menggunakan logika. Hukum harus dibayar hukum. Bukan hukum dibayar kekuasaan," tandasnya
Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Sudah Sebar Undangan, Nikah Dibatalkan H-2 Resepsi, Perempuan di Probolinggo Minta Ganti Rugi Rp 3 M