TRIBUNNEWS.COM - Pengasuh Ponpes Syariah Al-Djalil 2, Jember, Jawa Timur terbukti telah melakukan pencabulan terhadap empat santriwatinya di lingkungan pondok.
Kapolres Jember, AKBP Hery Purnomo mengatakan tersangka yang bernama Fahim Mawardi melakukan aksi pencabulan sejak Desember 2022 hingga awal Januari 2023.
"Untuk korban ada 4 orang, kami tidak sebutkan identitas korbannya," terangnya Jumat (20/1/2023) dikutip dari Surya.co.id.
Fahim Mawardi melakukan tindak asusila tersebut di sebuah ruangan di dalam pondok yang digunakan sebagai studio podcast.
"Pencabulan dilakukan di sebuah ruang studio di lingkungan pondok," jelasnya.
Penahanan terhadap Fahim Mawardi sudah dilakukan sejak Selasa (17/1/2023) dan tersangka telah menjalani proses penyidikan.
Atas perbuatannya, Fahim Mawardi dapat dijerat dengan tiga pasal dengan ancaman hukuman yang berbeda-beda.
"Ancaman hukuman untuk perlindungan anaknya penjara maksimal 15 tahun. Untuk pasal tindak kekerasan seksual ancaman maksimal penjara 12 tahun. Dan untuk pasal 294 KUHP maksimal 7 tahun," tegasnya.
Dalam proses olah tempat kejadian perkara (TKP), polisi juga mengamankan 10 barang bukti tindak asusila yang dilakukan tersangka.
Kapolres Jember Siap Hadapi Praperadilan
Kuasa hukum Fahim Mawardi akan mengajukan praperadilan terkait penetapan tersangka dan penahanan terhadap kliennya.
AKBP Hery Purnomo menjelaskan proses praperadilan dapat ditempuh oleh siapa pun dan mengaku siap menghadapinya.
"Praperadilan adalah hak dari semua yang berhadapan dengan kasus hukum," terangnya.
Baca juga: Tanggapan Kuasa Hukum Kiai di Jember yang Kini Ditahan Polisi karena Dugaan Tindakan Asusila
Langkah yang diambil kuasa hukum Fahim Mawardi akan dihormati Polres Jember.
Menurut Hery Purnomo tidak perlu ada yang menghalangi upaya praperadilan karena termasuk hak hukum.
"Kami siap menghadapi segala bentuk perlawanan, termasuk tahapan nanti praperadilan," paparnya.
Hingga saat ini pihaknya belum mendapat surat panggilan dari Pengadilan Negeri Jember terkait praperadilan yang diajukan kuasa hukum Fahim Mawardi.
"Ada gugatan ini masih kami tunggu dari pengadilan, terkait praperadilan," pungkasnya.
Praperadilan Diajukan Kuasa Hukum Fahim Mawardi
Fahim Mawardi telah ditahan di Polres Jember sejak Selasa (17/1/2023).
Kuasa hukum Fahim Mawardi, Alananto menilai pasal yang disangkakan ke kliennya terkesan sangat prematur dan ada upaya penahanan secara paksa.
Ia mengaku akan mengajukan praperadilan atas penahanan yang dilakukan Polres Jember, Jawa Timur kepada kliennya.
Setelah menjalani proses pemeriksaan sebagai tersangka, Fahim Mawardi langsung ditahan.
Baca juga: Kasus Tindak Asusila di Pondok Pesantren Marak Terjadi, Kemenag Jatim Berikan Tips Pilih Ponpes
Alananto mengatakan pihak Fahim Mawardi telah mengirim surat ke penyidik supaya tidak dilakukan penahanan karena masih memiliki santri yang harus dibimbing.
"Dasar argumentasi dalam surat permohonan tersebut. Karena Kiai Fahim memiliki tanggung jawab besar di Pondok pesantren, yang disitu banyak santri dan santriwati membutuhkan bimbingan beliau," jelasnya dikutip dari TribunJember.com.
Dalam surat tersebut juga tertulis, Fahim Mawardi masih memiliki kewajiban merawat ibunya yang sakit jantung.
"Kami juga sertakan rekaman medisnya. Ini yang seharusnya menjadi pertimbangan Kapolres Jember dan jajaran penyidik, supaya tidak dilakukan upaya paksa ini," paparnya.
Atas dasar tersebut, kuasa hukum Fahim Mawardi yang berjumlah tiga orang akan melakukan perlawanan dengan cara mengajukan praperadilan.
"Tentu adanya penahanan paksa ini, kami telah mendiskusikan bersama tim, upaya praperadilan adalah salah satu upaya yang akan kami lakukan, demi mencari keadilan," bebernya.
Proses Penahanan Dinilai Terlalu Dini
Alananto mengatakan tidak ada alasan mendasar polisi melakukan penahanan terhadap kliennya.
"Penahanan paksa itu adalah alasan subjektif ya, bisa mungkin dianggap menghilangkan barang bukti ataupun melarikan diri," ungkapnya.
Baca juga: Istri Pengasuh Ponpes di Jember Diteror agar Cabut Laporan, Didatangi Orang yang Mengaku Polisi
Ia menjelaskan alasan subjektif ini tidak dapat dilakukan ke Fahim Mawardi karena selalu kooperatif mengikuti proses pemeriksaan.
"Sepertinya tidak bisa dipastikan alasan subjektif tersebut, karena sampai detik ini kami selalu menghadirkan pemeriksaan beliau sebagai tersangka," tambahnya.
Menurutnya, penahanan yang dilakukan terlalu cepat karena kliennya belum terbukti melakukan tindak asusila kepada santriwati.
"Itu yang dikenakan dan disangkakan kepada Kiai Fahim. Yang lagi-lagi terlalu dini untuk dilakukan penahanan," terangnya.
Dengan penahanan ini, Fahim Mawardi dapat terancam hukuman lima tahun penjara.
"Tentunya kalau upaya paksa telah dilakukan, ancaman hukumannya lima tahun penjara bahkan lebih dari itu," bebernya.
Alananto menambahkan selama proses penyelidikan hanya ada satu santriwati yang diduga menjadi korban tindak asusila Fahim Mawardi.
Santriwati ini justru membantah dan merasa dirugikan atas tuduhan tersebut.
"Dan yang bersangkutan tidak merasa dirugikan atas peristiwa ini. Justru dia merasa dirugikan atas fitnah yang terjadi. Karena ia merasa tidak dilakukan pencabulan oleh ustaz atau Kiai fahim ini," paparnya.
(Tribunnews.com/Mohay) (TribunMadura.com/Aqwamit Torik) (TribunJember.com/Imam Nawawi) (Surya.co.id/Imam Nawawi)