Sementara 3 bulan awal di tahun 2023 ini Dinkes telah melakukan 3 kali edukasi.
Segala upaya ini untuk menekan penggunaan bahan kimia berbahaya di dalam produk makanan.
“Memang masih ada makanan yang ditemukan mengandung rhodamin B, tapi kami pastikan itu dari luar kota,” tegas Masduki.
Berkaca dari pelacakan sebelumnya, kerupuk pasir dengan pewarna rhodamin B berasal dari Kediri.
Kerupuk puli yang mengandung boraks berasal dari Lumajang. Sedangkan kerupuk singkong berwarna merah dari Trenggalek.
“Mereka kirimnya ke Pasar Ngemplak, tidak ada alamat pastinya. Mereka hanya meninggalkan nomor telepon,” ungkap Masduki.
Baca juga: Industri Tekstil Terancam, API: Tidak Ada Lagi Kepastian Hukum
Dari Pasar Ngemplak, produk dengan bahan pewarna tekstil ini menyebar ke masyarakat.
Diakui Masduki, adanya produk pangan mengandung bahan kimia berbahaya ini karena ada permintaan masyarakat.
Masyarakat sebagai konsumen banyak yang tertarik membeli kerupuk dengan warna-warna menarik.
“Masyarakat kita juga harus diedukasi, jangan beli makanan karena warnanya yang menarik. Karena yang berwarna itu yang justru berpotensi mengandung bahan pewarna berbahaya,” katanya.
Dampak bahan kimia rhodamin B, boraks dan formalin tidak langsung dirasakan.
Namun akumulasi dalam jangka panjang akan memicu berbagai penyakit, seperti kerusakan hati, gagal ginjal dan kanker.
Dinkes akan melakukan penelusuran sumber makanan yang mengandung bahan berwarna tekstil ini.
“Kita harus temukan produsennya. Pencegahannya harus dilakukan dari hulu,” pungkas Masduki
Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Uji Sampel Takjil di Tulungagung, Dinkes Temukan Kerupuk dan Es Sirup Mengandung Zat Pewarna Tekstil