TRIBUNNEWS.COM, BANJARNEGARA - Seneh (49), istri dari Slamet Tohari alias Mbah Slamet mengaku tidak mengetahui kalau suaminya melakukan aktivitas perdukunan.
Meski sudah menjalani rumah tangga dengan Mbah Slamet selama 25 tahun, namun Seneh mengaku tidak tahu banyak aktivitas yang dilakukan suaminya tersebut.
Seneh hanya tahu kalau suaminya itu memang kerap menerima tamu.
"Saya kurang tahu, saya juga kaget. Kerjaan bapak tidak jelas dan serabutan. Saya sudah berkeluarga selama 25 tahun," katanya kepada Tribunbanyumas.com, Selasa (4/4/20243).
Baca juga: Ketika Mbah Slamet Lupa Siapa Saja Korban yang Dibunuhnya hingga Peran BS Sebagai Perantara
Seneh mengaku tahu kalau suaminya sering menerima tamu, namun dirinya juga jarang berkomunikasi dengan para tamu tersebut.
"Saya juga tidak pernah tanya-tanya," imbuhnya.
Terkait ritual yang dilakukan Mbah Slamet, Seneh memang kerap memergoki suaminya itu membawa tamu-tamu di sebuah ruangan di depan rumah.
"Katanya ada ritual yang dilakukan di dalam ruangan depan rumah, tapi cuma sebentar. Memang kerap kasih uang, tapi tidak tahu dari mana dan tamu tidak pernah menginap," ungkapnya.
Dari pernikahannya dengan Seneh, Mbah Slamet dikarunai dua orang anak.
Menurut Seneh, Mbah Slamet sudah satu tahun tidak pulang ke rumah usai bertemu dengan seseorang asal Pagentan.
Namun meski sang suami sudah lama tidak pulang, Seneh mengaku biasa-biasa saja.
"Saya biasa-biasa saja karena tidak tahu dengan aktivitas bapak. Cuma sempat kaget saat diseret-seret di kebun oleh polisi," katanya.
Ia juga menceritakan bertemu dengan suaminya itu terakhir kali saat awal Ramadan.
Baca juga: Polisi Autopsi 2 Jasad di Satu Liang Lahad untuk Pastikan Korban Mbah Slamet adalah Ersa dan Istri
Setelah itu Mbah Slamet pergi lagi entah ke mana dan hanya pulang sebentar saja.
Meski suaminya ditangkap polisi dan sudah ditetapkan menjadi tersangka, tanggapan masyarakat menurut Seneh juga biasa saja. Tidak ada yang aneh.
"Tidak ada imbasnya dari masyarakat dan biasa saja," jelasnya.
Terpisah, Kepala Desa Desa Balun, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara, Mahbudiono mengungkapkan keseharian dari Mbah Slamet.
Menurutnya, pria yang mengaku dukun pengganda uang itu dalam kesehariannya jarang kelihatan dan usahanya juga kurang jelas.
"Terkait profesinya banyak warga yang tidak tahu persis dan mengetahui akan hal itu. Tapi istrinya sempat dagang kubis," kata Mahbudiono.
Sang Kepala Desa tahu pelaku adalah seorang dukun pengganda uang ketika ada seorang korban warga asal Pekalongan yang membeberkan hal tersebut.
"Sempat ada yang datang menemui saya adalah seorang warga Palembang, bilang ketemu Mbah Slamet ingin menemui keluarganya," jelasnya.
Mahbudiono mengatakan ladang yang digunakan sebagai tempat penguburan ini adalah milik orang tua tersangka.
Baca juga: Cara Mbah Slamet Lakukan Pembunuhan, Korban Diberi Air Minum Berisi Racun dan Obat Penenang
"Saya tahu ada satu mayat saja merinding apalagi ini banyak sekali. Masyarakat juga resah dengan adanya kejadian seperti ini," katanya.
Rumah dari tersangka sendiri berada di pinggiran, bersebelahan dengan sungai.
"Karena jauh dari warga yang lain artinya orang-orang juga cuek," ungkapnya.
Awal Mula Terungkapnya Kasus
Kasus pembunuhan yang dilakukan Mbah Slamet sendiri berawal dari laporan hilangnya seorang korban berinisial PO (53) asal Sukabumi, Jawa Barat.
PO dikabarkan pergi ke Banjarnegara menemui Slamet pada Kamis, 23 Maret 2023. Namun setelah itu ia tidak pernah kembali, dan keluarganya kemudian melapor ke polisi.
Setelah menerima laporan hilangnya PO, polisi kemudian melakukan penyelidikan dan akhirnya berhasil diketahui bila korban dibunuh oleh Mbah Slamet sekitar tanggal 24 Maret 2023.
Diketahui pula jika para korban itu dikubur oleh Mbah Slamet di lahan perkebunan di Desa Balun, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara.
Dibantu sejumlah relawan, polisi kemudian melakukan pencarian terhadap para korban.
Polisi melakukan penggalian sejak Senin (3/4/2023) siang. Dalam proses penggalian itu, Mbah Slamet berperan menunjukkan lokasi penguburan jenazah.
Lokasi penggalian berada di lereng bukit yang ditanami singkong dan pohon puspa.
Untuk mencapai lokasi penguburan, polisi dan para relawan harus menempuh jalan berlumpur dan berjalan kaki sejauh 100 meter dari jalan raya Kalibening Wanayasa.
Namun hasilnya tak sia-sia. Pada saat penggalian, polisi kemudian menemukan tulang belulang dan jenazah yang masih utuh tapi sudah mulai membusuk.
Pada setiap titik atau lubang, setidaknya terdapat dua hingga tiga jenazah yang dikubur di kedalaman 80
sentimeter hingga 1 meter. (tribun network/put/dod)