TRIBUNNEWS.COM - Kasus dugaan pelecehan seksual terjadi di sebuah Pondok Pesantren (Ponpes) di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Dua oknum pimpinan ponpes telah ditangkap, keduanya diduga melecehkan santriwati yang masih di bawah umur.
Pelaku yang berinisial LMI menjabat sebagai ketua yayasan ponpes dan telah diamankan Polres Lombok Timur, Kamis (4/5/2023).
Satu pelaku lain, HSN merupakan pimpinan ponpes ditangkap pada Selasa (16/5/2023).
Baca juga: Pimpinan Ponpes di Lombok Timur Perkosa Santriwati, Perdayai Korban Sebut Hubungan Itu Direstui Nabi
Kini, keduanya telah dibawa ke Polda NTB untuk ditunjukkan dalam konferensi pers, Selasa (23/5/2023).
Dalam konferensi pers tersebut hadir Kapolres Lombok Timur, AKBP Hery Indra Cahyono, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Pol Teddy Ristiawan, dan Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Arman Asmara.
Kapolres Lombok Timur, AKBP Hery Indra Cahyono mengatakan kedua oknum pimpinan ponpes melakukan aksi pelecehan seksual dengan cara membujuk korban.
"Modus pelecehan seksual ini, tersangka melakukan seperti bujuk rayu untuk hubungan intim," jelasnya, dikutip dari TribunLombok.com.
Hingga kini total ada 3 santriwati yang menjadi korban pelecehan seksual.
Pelaku LMI melecehkan 2 santriwati, sedangkan HSN melecehkan 1 santriwati.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Pol Teddy Ristiawan menjelaskan ada kemungkinan jumlah korban bertambah karena proses penyelidikan masih berjalan.
Menurutnya tidak ada keterlibatan ustazah yang sebelumnya dikabarkan sebagai perantara antara pelaku dan korban.
Baca juga: Jadi Tersangka Pelecehan Anak di Bawah Umur, Pria di Palembang Dua Kali Sumpah Pocong
Kombes Pol Teddy Ristiawan menyatakan para korban telah didampingi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Kasus pelecehan seksual di lingkungan ponpes ini menjadi atensi khusus LPSK, Polda NTB, Pemerintah Daerah (Pemda) Lombok Timur dan organisasi pemerhati anak.
"Karena korbannya anak-anak, ini menjadi perhatian khusus kita semua," tuturnya.
Kepolisian akan terus berkoordinasi dengan LPSK agar korban mendapatkan restitusi.
Selain itu, pendalaman terhadap santriwati lain yang mengaku sebagai korban pelecehan seksual akan terus dilakukan.
Sejumlah barang bukti yang diamankan antara lain baju, rok, jilbab, dan celana dalam.
Atas perbuatannya, kedua pelaku dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Keduanya terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.
(Tribunnews.com/Mohay) (TribunLombok.com/Jimmy Sucipto)