TRIBUNNEWS.COM - Kasus pencabulan yang korbannya belasan anak di bawah umur terjadi di Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Seorang guru ngaji bernama Aep Saepudin (50) tega mencabuli 17 bocah laki-laki.
Rata-rata usia korban yakni 8 hingga 12 tahun, mengutip TribunJabar.id.
Kasat Reskrim Polres Garut AKP Deni Nurcahyadi membenarkan kejadian tersebut.
Deni mengungkapkan, kejahatan seksual Aep terbongkar setelah seorang korban mengadu ke orangtuanya.
Kemudian, orangtua tersebut menanyakan kepada orangtua lain yang anaknya mengaji di tempat pelaku.
Baca juga: Sosok BM, Predator Seks Asal Bantul Cabuli 17 Anak, Seorang Duda, Jaring Korban dari Mulut ke Mulut
Setelah ditanyakan, ternyata para anak tersebut juga menjadi korban pelecehan seksual oleh Aep.
"Setelah ditanyakan, ternyata para anak-anak yang juga menjadi murid mengaji dan sering bermain di rumah tinggal tersangka juga diperlakukan hal yang sama oleh tersangka," katanya, Kamis (1/6/2023).
Pelaku melakukan bujuk rayu agar korban mau menuruti keinginan bejatnya.
Selain itu, pelaku juga mengancam agar korban tidak melaporkan perbuatannya kepada orangtua mereka.
"Yaitu mengancam dengan kalimat ulah bebeja ka sasaha bisi diarah (jangan bilang kepada siapa-siapa nanti diincar)," ungkap Deni.
Dari hasil pemeriksaan sementara, pelaku mengaku pernah menjadi korban kekerasan seksual semasa kecil.
Hal itu diduga menjadi pemicu Aep saat ini menjadi pelaku pelecehan seksual.
"Kemungkinan ada kelainan seks karena dari informasi histori dari pelaku tersebut."
"Pelaku mengalami juga kejadian tersebut (kekerasan seksual) saat kecil dengan perlakukan yang sama," terang Deni, Kamis, dikutip dari TribunJabar.id.
Diketahui, selama ini pelaku tinggal seorang diri di rumahnya.
Sehari-hari, pelaku membuka layanan mengaji bagi warga di sekitar rumahnya.
Pekerjaan itu dilakukan oleh pelaku sejak 2022.
Sementara untuk perbuatan bejatnya itu dilakukan sejak satu bulan yang lalu.
Terpisah, Ketua MUI Garut, Sirojul Munir mengatakan, pelaku tak memiliki riwayat yang jelas tentang keilmuannya sebagai seorang guru ngaji.
Hal itu ia ketahui saat melakukan komunikasi langsung dengan pelaku di Polres Garut.
Dari obrolan itu, ia menyimpulkan bahwa pelaku telah berbohong soal masa lalunya yang disebut pernah belajar di salah satu pesantren.
"Kesimpulan saya, dia ini bukan ustaz, tapi ustaz abal-abal yang mengaku ustaz begitu."
"Jadi oknum masyarakat yang mengaku ustaz," bebernya.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana, TribunJabar.id/Sidqi Al Ghifari)