TRIBUNNEWS.COM, MANOKWARI - "Gubernur dan bupati di Tanah Papua harus memanfaatkan dengan baik dana Otsus, sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan orang asli Papua."
Buruknya tata kelola otonomi khusus (Otsus) di Tanah Papua pada era jilid I (2001-2021) menurunkan kepercayaan publik.
Untuk itu, Otsus jilid II yang berlaku mulai 2022, dianggap menjadi kesempatan mengangkat kepercayaan orang asli Papua (OAP) kepada penyelenggara pemerintahan.
Hal ini dikatakan Wakil Ketua Komite 1 DPD RI, Filep Wamafma dalam sesi podcast bertajuk "Otsus dan Pemekaran dari Perspektif Senator Papua Barat", di studio TribunPapuaBarat.com, Jalan Merdeka, Kelurahan Padarni, Distrik Manokwari Barat, Manokwari, Papua Barat, pada Sabtu (12/8/2023) sore.
"Gubernur dan bupati di Tanah Papua harus memanfaatkan dengan baik dana Otsus, sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan orang asli Papua," ungkapnya.
Menurut dia, saat UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua mulai diundangkan, terdapat sejumlah kelemahan.
Seperti tidak punya aturan atau petunjuk teknis pelaksanaan. "Undang-undang tanpa roh," ujar senator asal Papua Barat ini.
Akibatnya, terjadi penyelewengan dana Otsus oleh sejumlah kepala daerah di Papua.
Sementara masyarakat asli Papua dari segi pelayanan dasar, pendidikan dan kesehatan tidak mengalami kemajuan atau stagnan.
"Pemimpin daerah tidak paham filosofi UU Otsus, hanya soal dananya saja," tutur Ketua STIH Manokwari itu.
Iklan untuk Anda: Banyak Pasien Diabetes Indonesia Nyesal Tak Cepat Tau Ini
Advertisement by
Ia menilai, penyelenggara pemerintahan di Papua kerap menghabiskan dana Otsus untuk penguatan kelembagaan, perjalanan dinas, belanja barang dan jasa.
Di era Otsus jilid II, ini Filep berharap pemerintah daerah lebih memprioritaskan pemenuhan pelayanan dasar kepada masyarakat asli Papua.
Satu di antaranya, yaitu menjamin penyelenggaraan sekolah gratis dari SD sampai kuliah bagi anak asli Papua.
"Di era Otsus ini, tidak boleh ada masyarakat Papua yang mengeluh soal biaya pendidikan. Karena ada afirmasi sesuai amanat UU Otsus," tegas Filep Wamafma.
Untuk diketahui, Otonomi Khusus untuk Provinsi Papua Barat mulai diberikan pada tahun 2008 melalui Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua menjadi undang-undang.
Kemudian pada 21 November 2021, ditetapkan UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Peraturan turunannya tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 106 Tahun 2021 tentang Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Provinsi Papua.
Serta, PP Nomor 107 Tahun 2021 tentang Penerimaan, Pengelolaan, Pengawasan dan Rencana Induk Percepatan Pembangunan Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Khusus Provinsi Papua.
Tujuan utama revisi UU Otsus bagi Provinsi Papua, itu untuk menajamkan maksud pemberian Otsus yaitu peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan kesejahteraan masyarakat Papua, khususnya OAP, melalui pemenuhan pelayanan dasar yaitu pendidikan dan kesehatan.(*)