TRIBUNNEWS.COM - Nasib pilu dialami seorang bocah kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Bocah berusia 12 tahun itu menjadi korban rudapaksa berulang kali oleh penjaga keamanan, Asep (46).
Tak hanya itu, bocah tersebut ternyata merupakan korban perundungan atau bully di sekolah sebelumnya.
Kasat Reskrim Polres Karawang, AKP Arief Bastomy, mengatakan dalam melancarkan aksinya, pelaku menjemput korban saat sekolah dalam keadaan sepi.
Kemudian pelaku memberikan ancaman, lalu merudapaksa korban.
Baca juga: Penjaga Sekolah di Karawang Rudapaksa Siswi MI, Korban Ternyata Sering Dibully Teman Sekelasnya
"Korban diancam akan dipukul terlebih jika melaporkan yang dilakukan pelaku."
"Dan pelaku mencabuli korban di ruang kepala sekolah," ujar Tomy, Selasa (19/9/2023), dilansir TribunJabar.id.
Tak hanya sekali, pelaku sudah 10 kali melakukan aksi bejatnya itu kepada korban.
"Dari kelas empat sampai kelas lima," tambahnya.
Lebih kurang satu tahun menjadi korban rudapaksa, korban pun tak kuat lagi.
Ia akhirnya mengadukan perbuatan pelaku kepada orang tuanya.
Lebih lanjut Arief mengatakan, lokasi kejadiannya berada di MI, tempat korban menempuh pendidikan.
"Iya TKP-nya di MI, itu setingkat sekolah dasar," ujarnya.
Korban bully di sekolah sebelumnya
Mirisnya, selain menjadi korban rudapaksa, bocah itu ternyata juga korban perundungan di sekolah sebelumnya.
Hal itu diungkapkan oleh Kepala Bidang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Perempuan dan Anak (P2KPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Karawang, Hesti Rahayu.
Hesti mengungkapkan, sebelumnya, korban pernah bersekolah di sebuah sekolah dasar negeri.
Namun, di sekolah itu korban sering di-bully oleh teman sekelasnya, sehingga korban dipindahkan ke MI.
"Sebelumnya korban ini juga menjadi korban bully di sekolah lamanya."
"Kemudian, korban dipindahkan ke sekolah MI, dan itu diakuinya saat kita temui beberapa waktu lalu," bebernya, Kamis (21/9/2023).
Namun, di sekolah barunya, korban juga mengalami nasib pilu.
Ia mendapat perlakuan bejat berulang kali dari seorang penjaga keamanan sekolah.
"Saat kita temui, korban tidak sekolah. Dan itu keputusan keluarga korban karena khawatir kondisi psikis sang anak semakin kacau," terang Hesti.
Saat ini, DP3A tengah fokus melakukan pendampingan untuk memulihkan psikis korban.
"Sampai saat ini, korban masih dalam pemantauan kita, mengingat psikis anak itu rentan," jelasnya.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana, TribunJabar.id/Cikwan Suwandi)