TRIBUNNEWS.COM - Waduk Botok yang terletak di Desa Mojodoyong, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, mengalami kondisi kekeringan pada musim kemarau ini.
Tanaman liar tampak tumbuh subur di dasar Waduk Botok.
Waduk Botok merupakan sumber irigasi bagi sekitar 2.500 hektar lahan pertanian di 13 desa yang tersebar di dua kecamatan di Kabupaten Sragen dan satu kecamatan di wilayah Kabupaten Karanganyar.
Petugas Unit Pengelola Bendungan Waduk Botok, Agus Purbo, mengatakan Waduk Botok mulai mengalami penyusutan volume air sejak Mei 2023.
"Airnya turun saat musim tanam (MT) 2 di akhir Mei, sudah mulai minimal karena digunakan untuk penyelamatan MT 2."
"Itu pun kita minta bantuan ke Bendungan Gondang," ungkap Agus saat ditemui, Kamis (5/10/2023).
Baca juga: Infrastruktur Sanitasi dan Air Bersih Jadi Kebutuhan Dasar Warga Wonogiri yang Terdampak Kekeringan
Berdasar data yang dimiliki, Agus mengatakan tahun ini penyusutan air di Waduk Botok lebih awal daripada tahun lalu.
"Perbandingannya dari tahun kemarin, tahun ini susutnya agak awal, kalau tahun lalu Juli akhir, tapi tahun ini Juni akhir sudah menurun (mulai kering)," ujarnya.
Lebih lanjut Agus mengatakan, memasuki MT 3, lahan pertanian di wilayah Waduk Botok rata-rata bera alias tidak ditanami lantaran minimnya air dan lama hujan tak kunjung turun.
"MT 3 untuk pola tanam sebetulnya palawija, tapi ada yang ditanami padi, dan kebanyakan bera."
"Yang ditanami padi karena kebanyakan di bagian hilir memiliki pompa," ungkapnya.
Menurut Agus, keringnya Waduk Botok hampir selalu terjadi setiap musim kemarau.
"Intinya beberapa tahun untuk musim kemarau memang minimal, bahasanya bukan kering ya, tapi minimal," katanya.
Baca juga: BMKG Prediksi Musim Kemarau Selesai Oktober, Hujan Mulai Turun pada November
Diketahui, Waduk Botok dibangun pada masa pemerintahan Hindia-Belanda di tahun 1942 untuk keperluan irigasi.
Menurut data, volume normal Waduk Botok berada di kisaran 0,48 juta meter kubik.
Namun realitanya saat ini, Agus mengatakan volumenya sudah berkurang lantaran adanya sedimentasi di Waduk Botok.
"Sedimentasi sudah banyak, beberapa juga alih fungsi. Terakhir kali dilakukan pengerukan sekitar 2012," imbuhnya.
Sementara itu petani setempat, Parmo, mengatakan lahan miliknya di Desa Mojokerto turut terdampak akibat kemarau panjang dan keringnya Waduk Botok.
"Iya susah dapat air," ujarnya.
Ia mengatakan bila air mencukupi, dalam satu tahun bisa tiga kali panen.
Akan tetapi dengan kondisi kekeringan, sebagian lahan hanya cukup untuk dua kali panen.
"Kalau yang dekat waduk sini bisa tiga kali, kalau yang agak jauh dari sini ya cuma dua kali, kebanyakan tanahnya bera, libur tidak ditanami," ungkapnya.
Saat lahannya tidak ditanami, ia mengaku memelihara ternak kambing.
"Ini juga sedang cari rumput untuk kambing," ujarnya.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto)