News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Rombongan Daulat Budaya Nusantara Kunjungi Candi Angin dan Puncak Songolikur di Jepara

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Rombongan Daulat Budaya Nusantara secara resmi mengunjungi sejumlah lokasi keramat di Jepara untuk memulai agenda ritual ruwat budaya nusantara

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rombongan Daulat Budaya Nusantara secara resmi mengunjungi sejumlah lokasi keramat di Jepara untuk memulai agenda ritual ruwat budaya nusantara.

Rombongan yang dipimpin oleh Teguh Haryono dan Gus Benny Zakaria sebagai Pengasuh Pondok Alam Adat Budaya Nusantara Mahapatih Narotama ini, pertama-tama langsung mendatangi Candi Angin yang berada di Kecamatan Keling, Jepara, Jawa Tengah.

Menurut Gus Benny, Candi Angin ini merupakan salah satu lokasi yang penting di pulau Jawa.

Pasalnya Candi Angin dianggap berkaitan dengan kerajaan Kalingga ini yang muncul pada 6 Masehi. 

Candi ini bahkan disebut-sebut sebagai peninggalan dari tokoh pewayangan dan hadir sebagai petilasan Wali Songo.

Baca juga: Pekan Kebudayaan Nasional, Kemendikbudristek: Budaya Jantungnya Pembangunan Manusia

“Candi Angin ini peninggalan sangat penting di tanah Jawa. Salah satu candi tertua berdasarkan bukti arkeologi di jaman Ratu Shima yang memerintah kerajaan Kalingga sekitar abad ke 6 masehi. Dan, Candi Angin ini menjadi tujuan saya bersama sedulur sedulur Daulat Budaya Nusantara ke Desa Tempur di Keling untuk mengawali ritual Ruwatan”, ucap Gus Benny dalam keterangan tertulis, Kamis (19/10/2023).

Berikutnya, rombongan kemudian mendatangi Puncak Songolikur yang menjadi puncak tertinggi Gunung Muria. 

Perjalanan yang dimulai dari desa Tempur tersebut, harus menggunakan ojek motor dengan durasi hampir 2 jam. Setibanya disana, rombongan langsung melakukan ritual penghormatan dengan menanam pring kuning dan mengikat pita merah putih di Puncak Songolikur.

“Di bulan Suro atau Muharam, banyak warga masyarakat wilayah pegunungan Muria dan sekitarnya naik kesini. Banyak yang ziarah ke Puncak Songolikur tempat petilasan Tri Tunggal: Sang Hyang Wenang, Sang Hyang Wening dan Sang Hyang Tunggal. Beberapa hanya mendaki
gunung Muria menikmati keindahan alam," kata salah satu anggota rombongan, Gus Hamid, lenggerak Dunia Santri Comunnity yang asli dari Jepara.

Sebagai informasi, upaya pendakian (hiking) menuju puncak Songolikur membutuhkan waktu sekitar 2 jam jalan kaki bagi seorang pendaki pemula. Sementara bagi para porter warga lokal, hanya butuh waktu sekitar satu jam. 

Jalurnya yang terjal antara 30-45 derajat kemiringan, membuat beberapa trek harus diberi alat bantu mendaki seperti tali webing dan tiang kayu yang di ikat ke pohon perdu yang dikenal dengan nama Wit Pranakan. 

Hanya pohon inilah yang satu- satunya tumbuh sampai ke puncak Songolikur.

Rombongan kemudian turun gunung dan melanjutkan perjalanan ke Pulau Karimunjawa untuk menjalankan ritual di beberapa makam penting. 

Diantaranya adalah makam Sunan Nyamplungan dan Sayyid Abdullah Sunan Legon Kluwak. Pulau Karimun Jawa dipilih lantaran posisinya yang penting dalam sejarah peradaban nusantara.

Karimunjawa ini pulau yang sangat penting dalam konteks sejarah peradaban nusantara, sebab pulau ini menjadi wilayah singgah sebelum koloni India masuk ke Jawa mendirikan kerajaan-merajaan bercorak Hindu dan Budha (Kalingga). 

Baca juga: FIB UI Gelar Pelatihan Wisata di Situs Cagar Budaya Liyangan Temanggung

"Juga tempat ampiran Syech Subakir yang membawa koloni Arab sebelum menyebarkan Islam ke Jawa. Dan juga menjadi Crimon Jawa State atau pulau tempat buangan (penjara) penjahat/ bajak laut saat Carel Rudolph von Michalofski memerintah menjadi Asisten Residen Belanda selama 20 tahun antara 1818–1838 di Pulau Karimunjawa,” kata Kiai Paox Iben, pengasuh Pesantren Kebudayaan Ndalem Wongsorogo yang juga menjadi peneliti budaya nusantara.

Untuk diketahui, agenda Daulat Budaya Nusantara ini dibuat agar bangsa Indonesia terhindar dari bala atau malapetaka yang sedang terjadi di dunia. 

Fenomena El Nino atau musim kemarau yang masih akan berlangsung panjang serta perang Rusia Ukraina dan konflik Hamas Israel, membuat dunia memang tidak dalam kondisi baik-baik saja.

Menurut Teguh Haryono, pertahanan terbaik bangsa Indonesia adalah kebudayaannya.

Karena itu, Daulat Kebudayaan Nusantara ini diselenggarakan sebagai bagian dari Ruwatan (memperbaiki kondisi) kebudayaan yang terkoyak seperti semangat gotong royong yang diwariskan leluhur.

"Ruwatan ini akan dilakukan oleh Sujiwo Tejo dengan menggelar Wayangan dan Festival Pasar Rakyat sebagai bentuk Daulat Budaya Nusantara. Meskipun tidak semua Ruwatan dalam bentuk Wayangan, kita bersama Mbah Tejo juga akan ikuti ritual adat masyarakat setempat yang
menjadi titik ruwatan,” ujar Teguh Haryono yang juga menjadi Doktor Ilmu Pertahanan dari Universitas Pertahanan.

Rencananya, rombongan Daulat Budaya Nusantara akan mengadakan Ruwatan Nusantara di sembilan lokasi di seluruh wilayah Indonesia. Lokasi tersebut antara lain Kediri Jawa Timur, Jepara Jawa Tengah, Purwakarta Jawa Barat, Anambas Kepulauan Riau, Alor Nusa Tenggara
Timur, Pidie Aceh, Nusantara Kalimantan Timur, Ternate Maluku dan Jayapura Papua.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini