TRIBUNNEWS.COM - Seorang anak berusia sembilan tahun di Sragen, Jawa Tengah idap tumor di kaki kanannya.
Tumor di kaki kanan anak Sukardi (46) dan Suparni (46) tersebut bahkan kian membesar selama tiga bulan terakhir.
Akibatnya, anak dari warga Dukuh Ngablak, RT 08, Desa Jambeyan, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen tak bisa jalan kaki.
Anak tersebut bernama RDC (9), dan tumor yang dideritanya yakni tumor tulang.
Tubuh RDC kini semakin kurus.
RDC pun kini tidak bisa berjalan, dan untuk beraktivitas sehari-hari harus mengandalkan kursi roda.
Baca juga: Sebelum Tumor Payudaranya Hilang, Marshanda Jalan Tanpa Alas Kaki hingga Bicara Pada Diri Sendiri
Ia hanya bisa berbaring di kamarnya, dengan ditemani seekor kucing peliharaan kesayangannya.
Siswi kelas 4 SD ini pun juga tidak bisa berkumpul bersama teman-teman di sekolah.
Sang ayah, Sukardi mengatakan awalnya ia curiga cara jalan RDC yang tidak biasa.
RDC menceritakan kepada sang ayah, bahwa ia terluka setelah mengikuti kegiatan berenang bersama dengan teman satu kelas.
Kejadian tersebut terjadi sebelum puasa lalu, dimana RDC merasa kaos kaki miliknya tertinggal, namun setelah dicari tidak ketemu.
"Setelah mencari itu, anak saya seperti ada yang mendorong, dia jatuh terbentur pinggiran selokan, setelah jatuh itu tidak bilang, dua minggu kemudian baru bilang terluka karena jatuh," ujarnya Senin (23/10/2023).
Ia melanjutkan, awalnya Sukardi membawa RDC untuk mengikuti pengobatan tradisional, lalu disarankan untuk dilakukan rotgen.
Setelah mendapat surat rujukan dari Puskesmas, Sukardi membawa sang putri ke rumah sakit swasta di Sragen, lalu di rujuk ke RS Ortopedi Surakarta dan dirujuk lagi ke RS Moewardi Solo.
"Saat di RS Moewardi hanya opname dan dibiopsi saja, serta juga di-rotgen dada," jelasnya.
Terpisah, Suparni menjelaskan awalnya RDC mau dilakukan operasi dengan harapan bisa segera sembuh.
Ternyata, setelah 'operasi' dilakukan dan perban dibuka, tidak terjadi apa-apa pada kaki RDC.
Bahkan, RDC terus merasakan sakit berupa nyeri.
Menurut Suparni, ternyata RDC hanya dilakukan biopsi atau pengambilan jaringan tubuh untuk pemeriksaan laboratorium saja.
Setelahnya, RDC pun merasa trauma dan sempat tidak mau dibawa ke rumah sakit.
"Adik mau diajak kesana lagi takut, karena dia bilangnya dibohongi, katanya dioperasi kok masih sakit dan nyeri," ujar Suparni.
"Adik bilang mama nggak mau, dokternya bohong, adik sampai gulung-gulung di depan rumah," sambungnya.
Setelah itu, karena semakin membesar dan sakit, Suparni kembali mencoba membujuk RDC untuk mau dibawa ke rumah sakit lagi.
RDC akhirnya mau dibawa ke rumah sakit lagi, namun di rumah sakit yang lain.
Rencananya, RDC akan dibawa ke rumah sakit lain di Kota Solo untuk melakukan pengobatan lebih lanjut.
Suparni mengatakan semenjak RDC sakit, suaminya yang merupakan penjual cilok keliling tidak bisa mencari uang karena RDC tidak mau ditinggal.
"Kalau saya tidak punya tegal dan sawah, sehari-hari suami jual cilok keliling," kata Suparni.
"Sejak sakit tidak bisa bekerja, kalau adik mau ditinggal ya bekerja, kalau adik tidak mau ditinggal, ya tidak bekerja," tambahnya.
Sementara itu, biaya pengobatan RDC ditanggung BPJS kesehatan.
Namun, untuk biaya operasional, Sukardi terpaksa berhutang bahkan menjual kambing.
Saat ditemui TribunSolo.com, RDC mengaku ia merasa sakit saat siang hari.
Beruntung pada malam harinya, RDC masih bisa tidur.
"Nggak bisa jalan, sakit biasa pas siang hari, kalau malam hari tidak sakit, kalau malam bisa tidur," ujar RDC.
"Kalau sakit dielus-elus, nggak sakit setelah itu," sambungnya.
Salah seorang tokoh masyarakat, Bambang Widjo Purwanto menyayangkan lambannya tindak lanjut dari pemerintah setempat.
Dimana, ia melihat RDC sudah sering dikunjungi petugas kesehatan, namun hingga berbulan-bulan RDC belum mendapat kesembuhan.
Ia berharap meski biaya pengobatan sudah ter-cover dengan BPJS, pemerintah atau masyarakat bisa membantu kebutuhan RDC yang lain.
Seperti biaya transportasi dari Sragen menuju Solo atau untuk biaya makan, agar gizi RDC dapat dijaga.
"Kejadian seperti ini mungkin sudah terjadi kesekian kalinya, saya tahu baru tadi malam, harapan saya pemerintah bisa mempercepat proses ini agar anak segera ditangani, kalau hanya dikunjungi, kapan sembuhnya," jelasnya.
"Butuhnya kan tidak hanya BPJS saja, untuk biaya transpor ke rumah sakit, misalnya ke Solo harus pakai kendaraan, harus baya ini itu, makannya dia, itu kan harus diperhitungkan," pungkas dia.
Artikel ini telah tayang di TribunSolo.com dengan judul Putri Penjual Cilok di Sragen Berbulan-bulan Merintih Kesakitan, Tumor Tulang di Kaki Kian Membesar