News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Lebaran 2024

Tarekat Syattariah di Sijunjung Lebaran 2 Hari Setelah Pemerintah, Jemaah Aolia 5 Hari Lebih Awal

Penulis: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kolase foto Khalifah (penerus) Kampung Calau, Umar SL TK Mudo. Tidak seperti sebagian besar umat Islam di Indonesia, jemaah Tarekat Syattariah di Sijunjung baru rayakan Idulfitri pada Jumat (12/4/2024) dan KH Ibnu Hajar Sholeh Pranolo atau akrab dipanggil Mbah Benu, Pimpinan Jemaah Aolia. Mengulik alasan di Balik jemaah Tarekat Syattariah di Sijunjung Lebaran 2 Hari setelah Pemerintah dan Jemaah Aolia 5 hari lebih awal.

TRIBUNNEWS.COM, PADANG - Mengenal Jemaah Sattariyah Sijunjung yang baru merayakan Lebaran pada Jumat (12/4/2024) hari ini atau dua hari setelah Pemerintah.

Sebagaimana diketahui sebagian besar umat Islam merayakan Idulfitri sesuai ketetapan pemerintah pada Rabu (11/4/2024).

Jauh sebelumnya, jemaah Aolia di Kabupaten Gunungkidul lebih dulu viral karena merayakan Idulfitri lebih awal lima hari.

Tak hanya perbedaan perayaan Idulfitri, sebelumnya jemaah Aolia juga melaksanakan ibadah puasa lima hari lebih cepat pada 7 Maret 2024 dibandingkan hari penetapan dari pemerintah.

 

Dua Hari Setelah Pemerintah, Jemaah Sattariyah Sijunjung Gelar Idulfitri Jumat Hari ini

Jemaah Sattariyah Sijunjung akan melaksanakan salat Idulfitri hari ini Jumat (12/4/2024) sehingga berbeda dengan pemerintah yang telah menggelar hari Raya Idulfitri 1445 H pada Rabu (10/4/2024).

Khalifah (penerus) Kampung Calau, Umar SL TK Mudo menjelaskan saat proses melihat hilal dengan mata telanjang belum tampak karena hari hujan di beberapa daerah.

“Saat proses pelihatan hilal kemarin belum tampak, maka puasa digenapkan 30 hari berarti satu Syawal jatuh pada Jumat esok,” ucapnya saat dihubungi, Kamis (11/4/2024).

Baca juga: Penjelasan Lengkap Pimpinan Jemaah Aolia Gunungkidul Telepon Allah Dalam Penentuan 1 Syawal

Ia juga menjelaskan jemaah Sattariyah dibeberapa daerah lain hari ini telah menggelar salat Idulfitri.

Menurutnya ada perbedaan jarak serta waktu hingga proses penglihatan tak tampak sama di suatu daerah.

Jemaah Sattariyah Sijunjung akan melaksanakan solat IdulFitri 1445 H berada di dua tempat.

“Sama seperti tahun sebelumnya solat IdulFitri dilaksanakan di makam Syekh Abdul Wahab dan Masjid Istiqomah,” pungkasnya.

Pemerintah Tetapkan Idulfitri 10 April

Pemerintah menetapkan 1 Syawal 1445 Hijriah atau Hari Idulfitri pada hari Rabu 10 April 2024.

Penetapan Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) pasca melaksanakan Sidang Isbat penetapan 1 Syawal di Kantor Kemenag Jl MH Thamrin, Jakarta, pada hari ini, Selasa (9/4/2024).

"Sehingga disepakati 1 Syawal 1445 Hijriah jatuh pada hari Rabu 10 April 2024," ujar Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Agama, Jl MH Thamrin, Jakarta, pada hari ini, Selasa (9/4/2024).

Berdasarkan perhitungan astronomis Tim Hisab dan Rukyat Kementerian Agama, posisi hilal awal Syawal 1445 H di seluruh wilayah Indonesia berada di antara 4° 52‘ 43“ sampai dengan 7° 37‘ 50“, dan elongasi antara 8° 23‘ 41“ sampai 10° 12‘ 56“.

Berdasarkan data tersebut, posisi hilal sudah memenuhi kriteria yang ditetapkan MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, Singapura) sehingga diprediksi dapat dilihat.

Tahun ini, Kemenag menetapkan 127 titik lokasi rukyatul hilal awal Syawal 1445 Hijriah.

Data rukyatul hilal ini selanjutnya menjadi bahan pertimbangan dalam Sidang Isbat (penetapan) 1 Syawal yang akan digelar sore ini.

Hadir dalam sidang isbat ini, Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Dasuki, Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi, Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin, Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar, Ketua MUI Asrorun Ni'am Sholeh, para Staf Khusus Menag, para Staf Ahli dan Tenaga Ahli Menag, para pejabat eselon I dan II Kemenag, serta perwakilan Kedutaan Besar negara sahabat.

Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas - Pemerintah menetapkan 1 Syawal 1445 H sebagai Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran jatuh pada Rabu, 10 April 2024. Ini alasannya. (YouTube KompasTV)

Seperti diketahui, negara-negara anggota MABIMS telah merumuskan kriteria baru visibilitas hilal, yaitu ketinggian hilal minimal 3° dengan sudut elongasi 6,4°.

Kriteria itu diputuskan pada 8 Desember 2021 dan telah diterapkan di Indonesia pada awal 1443 H/2022 M

Hilal Belum Terlihat karena Hujan, Jemaah Syattariyah Sijunjung Baru Lebaran Hari ini

Tidak seperti sebagian besar umat Islam di Indonesia, jemaah Tarekat Syattariah di Sijunjung baru rayakan Idulfitri pada Jumat (12/4/2024).

Sebagaimana diketahui sebagian besar umat Islam merayakan Idulfitri sesuai ketetapan pemerintah pada Rabu (11/4/2024).

Khalifah (penerus) Kampung Calau, Umar SL TK Mudo menjelaskan pihaknya menentukan hari Idulfitri ketika sudah melihat bulan atau hilal.

Namun, saat proses melihat hilal dengan mata telanjang belum tampak karna hari hujan di beberapa daerah.

“Saat proses pelihatan hilal kemarin belum tampak, maka puasa digenapkan 30 hari berarti satu Syawal jatuh pada Jumat esok,” ucapnya saat dihubungi, Kamis (11/4/2024).

Ia juga menjelaskan jemaah Sattariyah dibeberapa daerah lain hari ini telah menggelar salat Idul Fitri.

Menurutnya ada perbedaan jarak serta waktu hingga proses penglihatan tak tampak sama di suatu daerah.

Jemaah Sattariyah Sijunjung akan melaksanakan solat IdulFitri 1445 H berada di dua tempat.

“Sama seperti tahun sebelumnya solat IdulFitri dilaksanakan di makam Syekh Abdul Wahab dan Masjid Istiqomah,” pungkasnya.

Tarekat Syattariah Padang Pariaman Idulfitri Kamis

Sebagian besar masyarakat Padang Pariaman yang tergabung dalam jemaah Syattariah melaksanakan salat Idulfitri 1445 H/2024 pada hari ini Kamis (11/4/2024) pagi.

Jemaah Syattariah Sumatera Barat menentukan 1 Syawal dengan menggunakan hitungan bilangan takwim qamsiyah dan melihat hilal (bulan) dengan mata telanjang sesuai tradisi turun-temurun,

Berdasarkan metode itu, Idulfitri 1445 H ditetapkan jatuh pada Kamis (11/4/2024) atau satu hari setelah waktu yang ditetapkan oleh pemerintah.

Lukmanul Hakim, guru dan ulama di Parit Malintang, mengatakan bahwa setelah melihat bulan pada Selasa (9/4/2024) sore, bulan tidak terlihat, maka dicukupkan bilangan hari puasa Ramadan 30 hari.

"Sesuai dengan hitungan dan kesepakatan, maniliak atau melihat bulan dilaksanakan Selasa, karena cuaca tidak mendukung, hilal tidak kelihatan, maka 1 Syawal jatuh pada Kamis," ujar Lukmanul Hakim.

Saat mulai pelaksanaan ibadah puasa juga dilakukan dengan cara melihat bulan, yakni 1 Ramadan 1445 H jatuh pada Selasa 12 Maret 2024.

Diinformasikan, sekitar pukul 07.30 WIB, puluhan jemaah dari berbagai kalangan usia terlihat melaksanakan ibadah di surau masing-masing, serta masjid di nagari.

Usai salat, mereka takbiran, bersalam-salaman dan bercengkrama satu sama lain.

Baca juga: Hari Kedua Lebaran, Prabowo Keliling dari Pagi hingga Malam Kunjungi Jokowi, Zulhas hingga Airlangga

Lukmanul Hakim yang juga imam dari Surau Istiqomah Parit Malintang mengatakan bahwa tahun ini jemaah telah menyelesaikan puasa Ramadan selama 30 hari.

"Penentuan awal puasa dan Hari Raya Idulfitri tarekat Syattariah dilakukan dengan dua metode, yaitu rukyat dan hisab," katanya.

Lebih lanjut Lukman menjelaskan bahwa salat Id pada hari ini dilakukan hampir seluruh surau dan masjid di Kabupaten Padang Pariaman.

Di Lebaran tahun ini, dia mengharapkan datangnya hari kemenangan juga membawa kemajuan dalam kehidupannya ke depan.

Jemaah Aolia Lebaran 5 Hari Lebih Awal, Mbah Benu: Saya Kontak Batin dengan Gusti Allah SWT

Ratusan warga yang tergabung dalam jemaah Masjid Aolia di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, membuat geger karena melaksanakan salat Idulfitri lebih awal, yakni pada Jumat (5/4) lalu.

Satu di antaranya di Masjid Aolia yang berada di Dusun Panggang III, Desa Giriharjo, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul.

Sedari pagi sekitar pukul 06.30 WIB, para jemaah Aolia baik laki-laki, perempuan, orang dewasa, dan anak-anak bergegas pergi ke masjid untuk melaksanakan salat ied.

Seruan takbir pun menggema sebelum salat dimulai.

Jemaah Aolia merayakan Idulfitri lebih cepat lima hari dibandingkan dengan penetapan Idulfitri Muhammadiyah yang jatuh pada 10 April 2024 mendatang.

Sedangkan, Pemerintah Indonesia sampai sekarang belum melakukan penetapan kapan jatuhnya awal bulan Syawal tersebut.

Tak hanya perbedaan perayaan Idulfitri, sebelumnya jemaah Aolia juga melaksanakan ibadah puasa lima hari lebih cepat pada 7 Maret 2024 dibandingkan hari penetapan dari pemerintah.

Jemaah Aolia dipimpin oleh KH Ibnu Hajar Sholeh Pranolo atau akrab dipanggil Mbah Benu.

Imam Jamaah Masjid Aolia K H Ibnu Hajar Sholeh Pranolo atau akrab dipanggil Mbah Benu. (KOMPAS.COM/MARKUS YUWONO) (KOMPAS.COM/MARKUS YUWONO)

Mbah Benu sendiri mengatakan ditetapkannya Lebaran jatuh pada hari Jumat 5 April itu berdasarkan keyakinan dari perjalanan spiritualnya.

"Penetapan ini berdasarkan keyakinan. Dan, jemaah Aolia bukan hanya ada di sini tapi tersebar di seluruh Indonesia," kata dia.

Mbah Benu kemudian membeberkan cara ia menentukan jatuhnya 1 Syawal 1445 Hijriah.

"Saya tidak pakai perhitungan, saya telepon langsung kepada Allah Taala, Ya Allah kemarin tanggal 4 malam 4, ya Allah ini sudah 29, 1 Syawal kapan, Allah Taala hadirko, tanggal 5 Jumat, lah makanya kalau disalahkan orang bagaimana, ya nggak apa-apa urusannya gusti Allah," ucap Mbah Benu menggunakan bahasa Jawa dalam sebuah video yang kemudian viral di media sosial.

Belakangan Mbah Benu mengklarifikasi ucapannya itu. Menurut dia, sebenarnya apa yang disampaikannya itu adalah sebuah istilah, bukan dalam arti sebenarnya bahwa dia menelepon Allah.

"Terkait pernyataan saya tadi pagi tentang istilah menelepon Gusti Allah SWT itu sebenarnya hanya istilah. Dan yang sebenarnya adalah perjalanan spiritual saya kontak batin dengan Allah SWT."

Mbah Benu meminta maaf apabila pernyataannya telah menyinggung pihak lain.

"Apabila pernyataan saya yang menyinggung atau tidak berkenan, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak, terima kasih," kata Mbah Benu.

Putra kelima Mbah Benu, Daud Mastein mengatakan pernyataan sang ayah merupakan kiasan semata.

Menurutnya, Mbah Benu mengaji dan melakukan amalan lainnya untuk menentukan awal dan akhir Ramadan serta kedatangan bulan Syawal.

"Ya ngaji, ya amalan dan itu merupakan salah satu karomahnya beliau," kata Daud.

Daud menyadari pernyataan sang ayah telah menimbulkan kegaduhan dari pihak-pihak yang menelannya mentah-mentah. Ia mewakili keluarga dan seluruh Jamaah Masjid Aolia tetap menyampaikan permintaan maaf untuk itu semua.

"Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya karena telah menimbulkan kegaduhan, mari kita tetap jaga kerukunan antarsesama," ujarnya.

KH Ibnu Hajar Sholeh Pranolo atau akrab dipanggil Mbah Benu, Pimpinan Jemaah Aolia menyampaikan permohonan maaf terkait pernyataannya yang menyebut soal menelepon Allah untuk mengetahui kapan tanggal 1 Syawal 1445 Hijriah. (Istimewa)

Lurah setempat, Sutarpan mengatakan, aktivitas puluhan warga yang tergabung dalam jemaah Aolia itu dilakukan sejak dulu. Warganya sudah terbiasa dengan penetapan hari raya idulfitri lebih awal yang ditentukan oleh jemaah Aolia.

"Kami sudah terbiasa dengan ini, sehingga jika mereka merayakan lebih cepat, warga di sini hanya bisa toleransi dan menghormati," ucapnya dilansir dari TribunJogja.com.

Dia mengaku, selama ini hubungan antara jemaah Aolia dan warga yang bukan jemaah terjalin harmonis. Warga saling memahami.

"Tidak pernah ribut-ribut. Kami di sini ya damai saja. Mereka ibadah ya silakan. Tidak ada yang merasa terganggu,"ujarnya.

Hubungan harmonis itu, kata Sutarpan, dapat dilihat saat perayaan Lebaran yang ditetapkan oleh pemerintah.

Wakil Ketua MUI, Anwar Abbas, mengatakan perayaan Idulfitri yang lebih awal dilakukan oleh ratusan jemaah Aolia merupakan keyakinan mereka dan harus dihormati.

"Itu keyakinan mereka dan kita harus hormati," ujarnya kepada Tribunnews.com, Jumat (5/4) malam.

Sementara terkait pernyataan Mbah Benu yang menelepon Allah, Ketua MUI Asrorun Ni'am menilai pernyataan itu merupakan sebuah kesalahan sehingga perlu diingatkan.

"Kasus di sebuah komunitas di Gunungkidul itu jelas kesalahan, perlu diingatkan. Bisa jadi dia melakukannya karena ketidaktahuan, maka tugas kita memberi tahu, kalau dia lalai, diingatkan," kata Ni'am kepada wartawan, Sabtu (6/4).

Baca juga: Anies Lebaran di DKI, Prabowo-Gibran Jakarta-Solo, Ganjar-Mahfud di Sleman, Kemana Cak Imin?

Ni'am memandang praktik agama tersebut bisa dikatakan menyimpang jika dilakukan dalam kondisi kesadaran penuh. Menurutnya, jika mengikuti praktik tersebut hukumnya haram.

"Kalau praktik keagamaan itu dilakukan dengan kesadaran dan menjadi keyakinan keagamaannya, maka itu termasuk pemahaman dan praktik keagamaan yang menyimpang, mengikutinya haram," ujarnya.

Ni'am menyampaikan puasa Ramadan termasuk dalam ibadah mahdlah. Penentuan awal dan akhir ibadah telah ditetapkan oleh syariah. Menurutnya, Pelaksanaannya mesti berlandaskan ilmu agama serta keahlian.

"Tidak boleh hanya didasarkan pada kejahilan. ⁠Bagi yang tidak memiliki ilmu dan keahlian, wajib mengikuti yang punya ilmu dan keahlian. Tidak boleh menjalankan ibadah dengan mengikuti orang yang tak punya ilmu di bidangnya," katanya (tribun network/thf/Tribunnews.com/TribunPadang.com/TribunJogya.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini