TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Budidaya Krisan banyak dijumpai di dataran tinggi, dikelola oleh kelompok tani maupun individu.
Salah satu penghasil terbaiknya adalah Desa Nyalindung, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Gempa bumi dangkal 5,6 magnitudo yang melanda Cianjur, Jawa Barat, menghancurkan banyak lahan bunga Krisan pada tahun 2022 lalu.
Program pemberdayaan dibuat untuk memulihkan lahan Krisan dan memberikan pelatihan dan pendampingan usaha bagi para petani.
Mereka diajarkan teknik budidaya yang lebih modern dan efisien, serta strategi pemasaran yang lebih efektif. Berkat program ini, para petani Krisan di Nyalindung mulai bangkit.
Lahan mereka kembali hijau, hasil panen membaik, dan pendapatan mereka pun kembali pulih.
Pendamping petani Krisan Hargem, Urwah Azizurahman (26) menuturkan, ada 15 petani penggarap lahan sewa.
"Luas lahannya yang digarap 15 petani binaan Human Initiative (HI) tahap pertama ini baru 400 meter persegix 400 meter persegi, dikelola secara modern, dibuat greenhouse mesti kerangkanya baru dari bambu, namun sudah lumayan baik," ujar Urwah melalui keterangan tertulis, Senin (24/6/2024).
Metode budidaya menggunakan green house, baik untuk perkembangan pohon, produksi dan melindungi Krisan dari hama.
Cuaca ekstrem yang penuh ketidakpastian membuat budidaya bunga ini sering kali tidak mendapatkan hasil yang sesuai harapan.
Bahwa modal awal yang diperlukan para petani lumayan besar, tidak bisa dihindari. Akan tetapi, dengan greenhouse hasil yang diraih lebih optimal.
"Umur Krisan dari tanam hingga menghasilkan bunga siap panen, lebih kurang 90 hari," kata Urwah.
Baca juga: Indonesia Cuan, Nilai Ekspor Bunga Krisan Meroket Hingga Rp 13,5 Miliar
Seperti diketahui, bunga Krisan lebih akrab disapa bunga Seruni. Bunga ini melambangkan kekaguman, pujian, kebangsawanan, keceriaan, hingga kedukaan.
Krisan hadir dalam beragam warna dan ribuan jenis, hasil perpaduan dengan bunga Krisan dari negara lain.